Banda Aceh (ANTARA) - Pengadilan Negeri Banda Aceh mulai menyidangkan perkara praperadilan yang diajukan dua tersangka investasi bodong Rp164 miliar atas penetapan mereka sebagai tersangka oleh penyidik Polda Aceh.
Sidang perdana praperadilan tersebut digelar di Pengadilan Negeri Banda Aceh, di Banda Aceh, Jumat.
Adapun dua tersangka yang mengajukan praperadilan yakni Syafrizal bin Razali dan Siti Hilmi Amirulloh binti Sukahar. Keduanya diduga menghimpun investasi tanpa izin melalui perusahaan penjualan pakaian Yalsa Boutique.
Sidang dengan hakim tunggal Dahlan, dihadiri penasihat hukum kedua tersangka selaku pemohon, dan tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh selaku termohon.
Dalam sidang tersebut, hakim tunggal memeriksa materi praperadilan serta kewenangan para pihak, baik pemohon maupun termohon. Hakim tunggal tidak membacakan materi praperadilan, karena sudah dianggap dibaca para pihak.
"Kami tidak bacakan lagi. Jadi, kami berikan kesempatan kepada termohon untuk memberikan jawaban atas materi praperadilan. Sidang dilanjutkan hingga Senin (3/5) mendatang," kata hakim Dahlan.
Kuasa hukum pemohon, Muslim, tidak mau berkomentar banyak ketika ditanya usai persidangan. Ia beralasan harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari kedua kliennya.
Sedangkan termohon AKBP Erwan mengatakan pihaknya siap memberikan jawaban atas praperadilan tersebut pada persidangan berikutnya.
Humas Pengadilan Negeri Banda Aceh Sadri mengatakan, pemohon mengajukan praperadilan meminta pengadilan membatalkan penetapan keduanya sebagai tersangka oleh Polda Aceh.
"Kemudian, membebaskan keduanya dari tahanan Rutan Polda Aceh, memulihkan nama baik keduanya serta mengembalikan harta benda keduanya yang disita penyidik," kata Sadri.
Sebelumnya, penyidik Polda Aceh menetapkan dan menahan dua tersangka dugaan investasi bodong Rp164 miliar melalui perusahaan penjualan pakaian berinisial S (30) dan SHA (31).
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Kombes Pol Margiyanta, didampingi Kasubdit 2 Perbankan AKBP Erwan mengatakan kedua tersangka merupakan pemilik Yalsa Boutique, perusahaan penjualan pakaian.
"Penahanan dilakukan berdasarkan hasil penyidikan penyidik. Dari hasil penyidikan, ditemukan lebih dua alat bukti dan saksi terhadap dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh kedua tersangka," kata Kombes Pol Margiyanta.
Dia mengatakan selain alat bukti, penyidik mendapatkan keterangan saksi ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta pihak perbankan, sehingga memenuhi unsur berdasarkan Pasal 184 KUHAP.
Kepala Subdirektorat Perbankan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh AKBP Erwan mengatakan penyidik menyita uang Rp46 juta, laptop, emas berbagai bentuk, 87 lembar surat pembelian emas, kartu ATM, buku rekening, dan barang bukti lainnya.
"Selain itu, penyidik juga sudah menyita sejumlah mobil. Semua barang bukti tersebut diduga merupakan hasil dari investasi bodong yang dilakukan tersangka. Polda Aceh masih terus melacak aset kedua tersangka untuk kasus tindak pencucian uangnya," kata AKBP Erwan.
AKBP Erwan mengatakan Yalsa Botique merupakan investasi yang diduga bodong, dan sudah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi hingga mencapai Rp164 miliar. Investasi tersebut dikumpulkan melalui 202 pihak yang disebut reseller dengan anggota sekitar 17.800 orang.
Penghimpunan uang dari masyarakat dilakukan Yalsa Boutique tanpa memiliki izin usaha dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Desember 2019 hingga Februari 2021.
AKBP Erwan mengatakan kedua tersangka dijerat Pasal 46 ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta Pasal 2 ayat (1) huruf g, Pasal 3, dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.
Sidang perdana praperadilan tersebut digelar di Pengadilan Negeri Banda Aceh, di Banda Aceh, Jumat.
Adapun dua tersangka yang mengajukan praperadilan yakni Syafrizal bin Razali dan Siti Hilmi Amirulloh binti Sukahar. Keduanya diduga menghimpun investasi tanpa izin melalui perusahaan penjualan pakaian Yalsa Boutique.
Sidang dengan hakim tunggal Dahlan, dihadiri penasihat hukum kedua tersangka selaku pemohon, dan tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh selaku termohon.
Dalam sidang tersebut, hakim tunggal memeriksa materi praperadilan serta kewenangan para pihak, baik pemohon maupun termohon. Hakim tunggal tidak membacakan materi praperadilan, karena sudah dianggap dibaca para pihak.
"Kami tidak bacakan lagi. Jadi, kami berikan kesempatan kepada termohon untuk memberikan jawaban atas materi praperadilan. Sidang dilanjutkan hingga Senin (3/5) mendatang," kata hakim Dahlan.
Kuasa hukum pemohon, Muslim, tidak mau berkomentar banyak ketika ditanya usai persidangan. Ia beralasan harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari kedua kliennya.
Sedangkan termohon AKBP Erwan mengatakan pihaknya siap memberikan jawaban atas praperadilan tersebut pada persidangan berikutnya.
Humas Pengadilan Negeri Banda Aceh Sadri mengatakan, pemohon mengajukan praperadilan meminta pengadilan membatalkan penetapan keduanya sebagai tersangka oleh Polda Aceh.
"Kemudian, membebaskan keduanya dari tahanan Rutan Polda Aceh, memulihkan nama baik keduanya serta mengembalikan harta benda keduanya yang disita penyidik," kata Sadri.
Sebelumnya, penyidik Polda Aceh menetapkan dan menahan dua tersangka dugaan investasi bodong Rp164 miliar melalui perusahaan penjualan pakaian berinisial S (30) dan SHA (31).
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Kombes Pol Margiyanta, didampingi Kasubdit 2 Perbankan AKBP Erwan mengatakan kedua tersangka merupakan pemilik Yalsa Boutique, perusahaan penjualan pakaian.
"Penahanan dilakukan berdasarkan hasil penyidikan penyidik. Dari hasil penyidikan, ditemukan lebih dua alat bukti dan saksi terhadap dugaan tindak pidana perbankan yang dilakukan oleh kedua tersangka," kata Kombes Pol Margiyanta.
Dia mengatakan selain alat bukti, penyidik mendapatkan keterangan saksi ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta pihak perbankan, sehingga memenuhi unsur berdasarkan Pasal 184 KUHAP.
Kepala Subdirektorat Perbankan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh AKBP Erwan mengatakan penyidik menyita uang Rp46 juta, laptop, emas berbagai bentuk, 87 lembar surat pembelian emas, kartu ATM, buku rekening, dan barang bukti lainnya.
"Selain itu, penyidik juga sudah menyita sejumlah mobil. Semua barang bukti tersebut diduga merupakan hasil dari investasi bodong yang dilakukan tersangka. Polda Aceh masih terus melacak aset kedua tersangka untuk kasus tindak pencucian uangnya," kata AKBP Erwan.
AKBP Erwan mengatakan Yalsa Botique merupakan investasi yang diduga bodong, dan sudah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi hingga mencapai Rp164 miliar. Investasi tersebut dikumpulkan melalui 202 pihak yang disebut reseller dengan anggota sekitar 17.800 orang.
Penghimpunan uang dari masyarakat dilakukan Yalsa Boutique tanpa memiliki izin usaha dari Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Desember 2019 hingga Februari 2021.
AKBP Erwan mengatakan kedua tersangka dijerat Pasal 46 ayat (1) Undang- Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta Pasal 2 ayat (1) huruf g, Pasal 3, dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang atau TPPU.