Palangka Raya (ANTARA) - Oknum Aparatur Sipil Negara Pemerintah Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, berinisial KR yang terlibat kasus penipuan jual beli tanah, hingga mengakibatkan korbannya rugi ratusan juta rupian bakal bebas dari hukuman kurungan penjara.
Kasat Reskrim Polresta Palangka Raya Kompol Todoan Agung Gultom, Senin, mengatakan tersangka yang juga mantan Lurah Menteng itu, bisa bebas jika yang bersangkutan mengembalikan kerugian korban berinisial KS yang telah ditipu oleh KR.
"KS selaku korban akan mencabut laporan kasus perkara penipuan, apabila ada itikad baik dari KR dan anaknya berinisial ANT yang juga terlibat dalam penipuan jual beli tanah ini," kata Gultom.
Dia menjelaskan, jalan damai tersebut memang ada terterai sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 06 Tahun 2019, disaat korban tidak tidak keberatan maka penyidik bisa melakukan restorative justice.
"Restorative justice adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban dan pihak lain yang terkait, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan atau lebih tepatnya secara kekeluargaan," bebernya.
Perwira Polri berpangkat melati satu itu menuturkan, KR saat ini tidak dilakukan ditahan dan dilakukan proses penangguhan karena terkait unsur kesehatan KR.
Sedangkan anaknya berinisial ANT kini masih mendekam di rumah tahanan Mapolresta Palangka Raya, sembari menunggu proses itikad baik terkait perkara tersebut yakni dengan mengembalikan uang sebanyak Rp350 juta yang telah hasil penipuan yang diduga mereka lakukan.
"Waktunya selama tujuh hari apabila itikad baik dari keduanya tidak segera dilaksanakan sesuai permintaan korban, maka kasus tersebut akan berlanjut. Saat ini Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) belum diserahkan kejaksaan karena ada waktu selama tujuh hari itu," bebernya.
Ditambahkan Gultom, kasus tersebut terkuak ketika penyidik yang menerima aduan masyarakat (Dumas) beberapa waktu lalu. Dumas tersebut dinaikan jadi Laporan Polisi (LP), saat itu juga yang bersangkutan yang sudah diminta untuk kooperatif sama sekali tidak kooperatif.
Alhasil penyidik kepolisian setempat melakukan penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi. Dari keterangan sejumlah saksi dari pihak Badan Pertanahan Nasional Kota Palangka Raya, serta korban dans aksi lainnya yang bersangkutan bisa dilakukan penahanan.
"Terkuaknya ketika penyidik ke BPN menanyakan terkait pengurusan sertifikat tanah seluas enam hektare milik KS. Nah disitulah perkara ini terkuak dan unsur untuk menahannya menjadikan keduanya tersangka juga kuat ketika itu," ujar Gultom.
Kasat Reskrim Polresta Palangka Raya Kompol Todoan Agung Gultom, Senin, mengatakan tersangka yang juga mantan Lurah Menteng itu, bisa bebas jika yang bersangkutan mengembalikan kerugian korban berinisial KS yang telah ditipu oleh KR.
"KS selaku korban akan mencabut laporan kasus perkara penipuan, apabila ada itikad baik dari KR dan anaknya berinisial ANT yang juga terlibat dalam penipuan jual beli tanah ini," kata Gultom.
Dia menjelaskan, jalan damai tersebut memang ada terterai sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 06 Tahun 2019, disaat korban tidak tidak keberatan maka penyidik bisa melakukan restorative justice.
"Restorative justice adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban dan pihak lain yang terkait, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan atau lebih tepatnya secara kekeluargaan," bebernya.
Perwira Polri berpangkat melati satu itu menuturkan, KR saat ini tidak dilakukan ditahan dan dilakukan proses penangguhan karena terkait unsur kesehatan KR.
Sedangkan anaknya berinisial ANT kini masih mendekam di rumah tahanan Mapolresta Palangka Raya, sembari menunggu proses itikad baik terkait perkara tersebut yakni dengan mengembalikan uang sebanyak Rp350 juta yang telah hasil penipuan yang diduga mereka lakukan.
"Waktunya selama tujuh hari apabila itikad baik dari keduanya tidak segera dilaksanakan sesuai permintaan korban, maka kasus tersebut akan berlanjut. Saat ini Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) belum diserahkan kejaksaan karena ada waktu selama tujuh hari itu," bebernya.
Ditambahkan Gultom, kasus tersebut terkuak ketika penyidik yang menerima aduan masyarakat (Dumas) beberapa waktu lalu. Dumas tersebut dinaikan jadi Laporan Polisi (LP), saat itu juga yang bersangkutan yang sudah diminta untuk kooperatif sama sekali tidak kooperatif.
Alhasil penyidik kepolisian setempat melakukan penyelidikan dan memeriksa sejumlah saksi. Dari keterangan sejumlah saksi dari pihak Badan Pertanahan Nasional Kota Palangka Raya, serta korban dans aksi lainnya yang bersangkutan bisa dilakukan penahanan.
"Terkuaknya ketika penyidik ke BPN menanyakan terkait pengurusan sertifikat tanah seluas enam hektare milik KS. Nah disitulah perkara ini terkuak dan unsur untuk menahannya menjadikan keduanya tersangka juga kuat ketika itu," ujar Gultom.