Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pemuda yang mengatasnamakan Masyarakat Antimafia Peradilan (MAP) mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, kemudian menuntut hakim agar bersikap independen dalam menangani sebuah perkara.
"Seperti diketahui perkara-perkara yang diperiksa dan diadili oleh PTUN adalah sengketa melawan pemerintahan," kata Theo Philus selaku orator aksi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pemerintah selalu dipandang dalam posisi yang paling kuat dibandingkan masyarakat. Padahal, rakyat berada di posisi yang harus dibela.
Apalagi, kata Theo, PTUN semestinya menjadi tempat ideal bagi masyarakat yang mengalami kerugian akibat kesalahan yang dilakukan oleh Pemerintah.
Namun, kenyataannya hakim PTUN Jakarta dengan mudah memutus suatu perkara tanpa mempertimbangkan asas umum pemerintahan yang baik dan pelanggaran pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan.
"Hal ini sangat mencederai rasa keadilan dan kepastian hukum serta memperlihatkan keberpihakan PTUN terhadap pemerintah," katanya.
Sebagai contoh kasus hakim PTUN Jakarta menolak gugatan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat Kementerian Perhubungan berinisial HT.
Padahal, menurut dia, HT secara jelas melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hukum yang terjadi pada tender pembangunan pelabuhan penyeberangan muara di Tapanuli Utara.
"Contoh lain bisa-bisanya hakim dalam perkara nomor 5/P/FP/2021/PTUN-JKT menyatakan tidak menerima permohonan yang diajukan oleh masyarakat guna mendapatkan keputusan pejabat pemerintahan," ujarnya.
"Seperti diketahui perkara-perkara yang diperiksa dan diadili oleh PTUN adalah sengketa melawan pemerintahan," kata Theo Philus selaku orator aksi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pemerintah selalu dipandang dalam posisi yang paling kuat dibandingkan masyarakat. Padahal, rakyat berada di posisi yang harus dibela.
Apalagi, kata Theo, PTUN semestinya menjadi tempat ideal bagi masyarakat yang mengalami kerugian akibat kesalahan yang dilakukan oleh Pemerintah.
Namun, kenyataannya hakim PTUN Jakarta dengan mudah memutus suatu perkara tanpa mempertimbangkan asas umum pemerintahan yang baik dan pelanggaran pemerintah terhadap peraturan perundang-undangan.
"Hal ini sangat mencederai rasa keadilan dan kepastian hukum serta memperlihatkan keberpihakan PTUN terhadap pemerintah," katanya.
Sebagai contoh kasus hakim PTUN Jakarta menolak gugatan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat Kementerian Perhubungan berinisial HT.
Padahal, menurut dia, HT secara jelas melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hukum yang terjadi pada tender pembangunan pelabuhan penyeberangan muara di Tapanuli Utara.
"Contoh lain bisa-bisanya hakim dalam perkara nomor 5/P/FP/2021/PTUN-JKT menyatakan tidak menerima permohonan yang diajukan oleh masyarakat guna mendapatkan keputusan pejabat pemerintahan," ujarnya.