Tanjungpinang (ANTARA) - Pemeriksa Gratifikasi dan Pelayanan Publik Utama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Muhammad Indra Furqon menyampaikan bahwa gratifikasi merupakan akar dari korupsi.
Saat melaksanakan sosialisasi penerapan pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau,, Rabu, Furqon menjelaskan dasar pemikiran gratifikasi bagi pegawai negeri sipil (PNS).
Menurut dia, tidak sepantasnya bagi pegawai negeri atau pejabat publik menerima pemberian atas pelayanan yang sudah diberikan.
"Itu sudah tugas dan kewajiban kita untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Kita tidak berhak mendapat sesuatu melebihi hak kita, apalagi pegawai negeri sudah disumpah," kata Furqon.
Furqon menyebutkan ada perbedaan prinsipil antara penyuapan dan gratifikasi. Kalau penyuapan itu meeting of mind, transaksional, di mana si pemberi mengharapkan sesuatu dari apa yang dia berikan kepada si penerima untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu sehingga ada kesepakatan.
"Sedangkan gratifikasi, uang masuk sendiri tanpa kita minta, dibungkus dengan tanda terima kasih berupa uang cuma-cuma, uang minum, uang jasa, uang lelah," ujarnya pula.
Dia menyatakan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, diketahui bahwa menerima gratifikasi ilegal merupakan tindak pidana korupsi meskipun tidak terdapat kerugian keuangan negara.
Meskipun demikian, gratifikasi pada dasarnya adalah netral, berupa pemberian dalam arti luas.
“Kapan gratifikasi itu menjadi ilegal, yaitu gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara akan dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatan kita, dan ini berlawanan dengan kewajiban dan tugas, sesederhana itu,” ujar Furqon.
Ia menyebutkan terdapat 17 gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan ke KPK, di antaranya pemberian dalam keluarga, hadiah tidak dalam bentuk uang, perlengkapan yang diberikan kepada peserta, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan dan yang berlaku umum.
Wali Kota Tanjungpinang Rahma menekankan jajarannya agar selalu memberikan pelayanan terbaik, mudah, dan berkualitas untuk masyarakat maupun stakeholder, sehingga tidak ada relevansinya bagi pengguna layanan untuk memberikan gratifikasi atau suap.
“Dengan dapat mengendalikan gratifikasi, kita dapat mencegah terjadinya praktik korupsi,” ujarnya.
Rahma berharap dengan pemahaman ini dapat menambah semangat dan komitmen pimpinan dan seluruh jajaran Pemkot Tanjungpinang dalam melaksanakan tugas dan amanah untuk mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Dia juga meminta sosialisasi ini dapat diteruskan kepada para aparatur sipil negara (ASN).
“Pahami bagaimana pengendalian gratifikasi dan tata cara melaporkan gratifikasi. Semoga semangat pengendalian gratifikasi dan pencegahan korupsi dapat terus terjaga dengan baik di kota kita,” ujarnya lagi.
Rahma turut berpesan dengan sosialisasi ini dapat meningkatkan pemahaman tentang korupsi, meningkatkan kesadaran pelapor atas penerimaan gratifikasi, meminimalisir kendala psikologis atau implementasi tindakan antikorupsi, dan mendukung terciptanya lingkungan pengendalian yang transparan dan akuntabel.
Dalam rangkaian kegiatan juga dilakukan penandatanganan pernyataan komitmen dan sosialisasi penerapan pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkot Tanjungpinang, dan diikuti oleh seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD).
Saat melaksanakan sosialisasi penerapan pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau,, Rabu, Furqon menjelaskan dasar pemikiran gratifikasi bagi pegawai negeri sipil (PNS).
Menurut dia, tidak sepantasnya bagi pegawai negeri atau pejabat publik menerima pemberian atas pelayanan yang sudah diberikan.
"Itu sudah tugas dan kewajiban kita untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Kita tidak berhak mendapat sesuatu melebihi hak kita, apalagi pegawai negeri sudah disumpah," kata Furqon.
Furqon menyebutkan ada perbedaan prinsipil antara penyuapan dan gratifikasi. Kalau penyuapan itu meeting of mind, transaksional, di mana si pemberi mengharapkan sesuatu dari apa yang dia berikan kepada si penerima untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu sehingga ada kesepakatan.
"Sedangkan gratifikasi, uang masuk sendiri tanpa kita minta, dibungkus dengan tanda terima kasih berupa uang cuma-cuma, uang minum, uang jasa, uang lelah," ujarnya pula.
Dia menyatakan dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, diketahui bahwa menerima gratifikasi ilegal merupakan tindak pidana korupsi meskipun tidak terdapat kerugian keuangan negara.
Meskipun demikian, gratifikasi pada dasarnya adalah netral, berupa pemberian dalam arti luas.
“Kapan gratifikasi itu menjadi ilegal, yaitu gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara akan dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatan kita, dan ini berlawanan dengan kewajiban dan tugas, sesederhana itu,” ujar Furqon.
Ia menyebutkan terdapat 17 gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan ke KPK, di antaranya pemberian dalam keluarga, hadiah tidak dalam bentuk uang, perlengkapan yang diberikan kepada peserta, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan dan yang berlaku umum.
Wali Kota Tanjungpinang Rahma menekankan jajarannya agar selalu memberikan pelayanan terbaik, mudah, dan berkualitas untuk masyarakat maupun stakeholder, sehingga tidak ada relevansinya bagi pengguna layanan untuk memberikan gratifikasi atau suap.
“Dengan dapat mengendalikan gratifikasi, kita dapat mencegah terjadinya praktik korupsi,” ujarnya.
Rahma berharap dengan pemahaman ini dapat menambah semangat dan komitmen pimpinan dan seluruh jajaran Pemkot Tanjungpinang dalam melaksanakan tugas dan amanah untuk mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat.
Dia juga meminta sosialisasi ini dapat diteruskan kepada para aparatur sipil negara (ASN).
“Pahami bagaimana pengendalian gratifikasi dan tata cara melaporkan gratifikasi. Semoga semangat pengendalian gratifikasi dan pencegahan korupsi dapat terus terjaga dengan baik di kota kita,” ujarnya lagi.
Rahma turut berpesan dengan sosialisasi ini dapat meningkatkan pemahaman tentang korupsi, meningkatkan kesadaran pelapor atas penerimaan gratifikasi, meminimalisir kendala psikologis atau implementasi tindakan antikorupsi, dan mendukung terciptanya lingkungan pengendalian yang transparan dan akuntabel.
Dalam rangkaian kegiatan juga dilakukan penandatanganan pernyataan komitmen dan sosialisasi penerapan pengendalian gratifikasi di lingkungan Pemkot Tanjungpinang, dan diikuti oleh seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD).