Jakarta (ANTARA) - Mengajarkan bahasa kepada anak-anak dengan metode storytelling dinilai lebih efektif, demikian Yuanxin Sun, pendiri dan CEO StoryChopsticks.
"Anak-anak cenderung lebih menyukai cerita dan itu sebabnya kami mengajarkan dengan metode storytelling, bahkan kami meminta anak-anak untuk membuat ceritanya sendiri dan dari situ mereka belajar keywords bahasa," kata Yuanxin Sun dalam webinar pada Minggu.
Dalam mendorong anak belajar bahasa, Yuanxin menyarankan agar para orang tua bisa menjadi teman main anak alih-alih sebagai orang tua yang mengawasi dan pada akhirnya menghukum anak saat anak tak bisa menyelesaikan pelajaran. Karena dengan demikian, proses belajar akan lebih menyenangkan dan materi pelajaran akan lebih masuk pada anak.
Selaras dengan itu, StoryChopsticks, perusahaan asal Singapura, meluncurkan buku seri "Zongzi ()", sebuah seri cerita berbahasa Mandarin pertama di dunia yang seluruhnya ditulis dan digambar oleh anak-anak.
"Zongzi () #1 - Childhood Rhapsody" yang merupakan seri pertama Zongzi, memuat cerita dan ilustrasi dari murid-murid StoryChopsticks di Singapura dan Amerika Serikat.
Baca juga: Kuasai lima bahasa asing ini penting untuk Anda
Baca juga: Yuni Shara temani anak nonton porno, begini kata pakar
Karya merupakan puncak proses pembelajaran anak-anak, dengan didampingi para fasilitator guru bahasa Mandarin native asal Taiwan.
StoryChopsticks menawarkan metode pembelajaran Bahasa Mandarin yang menarik melalui storytelling, flash card, dan praktik membuat cerita setiap minggu.
“Anak-anak secara alami menjadi kreatif dan merasakan pengalaman belajar baik jika mereka terlibat secara aktif. Kami merancang proses pembelajaran agar anak-anak dapat segera melihat, menyentuh, dan bahkan mempromosikan hasil pembelajaran mereka,” kata Chuang Wan Ting, salah satu pendiri dan Kepala Sekolah StoryChopsticks.
Secara bertahap, anak-anak didampingi untuk membuat cerita sendiri, hingga akhirnya buku siap dicetak dan diterbitkan.
“Pelajar tingkat lanjut, seperti para pengarang muda kita hari ini, kemudian mengembangkan cerita mereka sendiri melalui Program KidsPublish kami,” kata Zixuan, editor seri buku bergambar Storychopsticks Zongzi.
Menurut I-Ling Wang, Asisten Profesor dari Yu Da University of Science and Technology, Taiwan, cara belajar dengan cara membuat cerita adalah bentuk penghargaan atas kreativitas anak-anak.
“Kita tidak hanya bisa melihat hasil belajar, menggambar, dan imajinasi anak-anak, tapi juga kemampuan luar biasa mereka dalam mengekspresikan diri secara puitis. Kemampuan itu bahkan melampaui penguasaan bahasa orang dewasa.” ujar I-Ling Wang.
Orang tua para siswa pun mengaku sangat merasakan manfaat metode ini. Salah satunya, Jenny Ho, ibu dari penulis muda Theo, yang menetap di Seattle, Amerika Serikat.
“Sebelumnya, anak saya tidak pernah menggunakan bahasa Mandarin secara proaktif. Sejak mulai membuat cerita sendiri dalam bahasa Mandarin, dia sekarang selalu ingin tahu objek dan emosi kehidupan sehari-hari dalam bahasa Mandarin,” katanya. Buku seri Zongzi bisa didapatkan di situs resmi StoryChopsticks.
"Anak-anak cenderung lebih menyukai cerita dan itu sebabnya kami mengajarkan dengan metode storytelling, bahkan kami meminta anak-anak untuk membuat ceritanya sendiri dan dari situ mereka belajar keywords bahasa," kata Yuanxin Sun dalam webinar pada Minggu.
Dalam mendorong anak belajar bahasa, Yuanxin menyarankan agar para orang tua bisa menjadi teman main anak alih-alih sebagai orang tua yang mengawasi dan pada akhirnya menghukum anak saat anak tak bisa menyelesaikan pelajaran. Karena dengan demikian, proses belajar akan lebih menyenangkan dan materi pelajaran akan lebih masuk pada anak.
Selaras dengan itu, StoryChopsticks, perusahaan asal Singapura, meluncurkan buku seri "Zongzi ()", sebuah seri cerita berbahasa Mandarin pertama di dunia yang seluruhnya ditulis dan digambar oleh anak-anak.
"Zongzi () #1 - Childhood Rhapsody" yang merupakan seri pertama Zongzi, memuat cerita dan ilustrasi dari murid-murid StoryChopsticks di Singapura dan Amerika Serikat.
Baca juga: Kuasai lima bahasa asing ini penting untuk Anda
Baca juga: Yuni Shara temani anak nonton porno, begini kata pakar
Karya merupakan puncak proses pembelajaran anak-anak, dengan didampingi para fasilitator guru bahasa Mandarin native asal Taiwan.
StoryChopsticks menawarkan metode pembelajaran Bahasa Mandarin yang menarik melalui storytelling, flash card, dan praktik membuat cerita setiap minggu.
“Anak-anak secara alami menjadi kreatif dan merasakan pengalaman belajar baik jika mereka terlibat secara aktif. Kami merancang proses pembelajaran agar anak-anak dapat segera melihat, menyentuh, dan bahkan mempromosikan hasil pembelajaran mereka,” kata Chuang Wan Ting, salah satu pendiri dan Kepala Sekolah StoryChopsticks.
Secara bertahap, anak-anak didampingi untuk membuat cerita sendiri, hingga akhirnya buku siap dicetak dan diterbitkan.
“Pelajar tingkat lanjut, seperti para pengarang muda kita hari ini, kemudian mengembangkan cerita mereka sendiri melalui Program KidsPublish kami,” kata Zixuan, editor seri buku bergambar Storychopsticks Zongzi.
Menurut I-Ling Wang, Asisten Profesor dari Yu Da University of Science and Technology, Taiwan, cara belajar dengan cara membuat cerita adalah bentuk penghargaan atas kreativitas anak-anak.
“Kita tidak hanya bisa melihat hasil belajar, menggambar, dan imajinasi anak-anak, tapi juga kemampuan luar biasa mereka dalam mengekspresikan diri secara puitis. Kemampuan itu bahkan melampaui penguasaan bahasa orang dewasa.” ujar I-Ling Wang.
Orang tua para siswa pun mengaku sangat merasakan manfaat metode ini. Salah satunya, Jenny Ho, ibu dari penulis muda Theo, yang menetap di Seattle, Amerika Serikat.
“Sebelumnya, anak saya tidak pernah menggunakan bahasa Mandarin secara proaktif. Sejak mulai membuat cerita sendiri dalam bahasa Mandarin, dia sekarang selalu ingin tahu objek dan emosi kehidupan sehari-hari dalam bahasa Mandarin,” katanya. Buku seri Zongzi bisa didapatkan di situs resmi StoryChopsticks.