Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk ditetapkan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
"57 pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat menjadi Aparatur Sipil Negara berdasarkan TWK Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyurati Presiden Joko Widodo. Surat ini meminta pengangkatan sebagai Aparatur Sipil Negara kepada Presiden," kata perwakilan 57 pegawai KPK, Hotman Tambunan di Jakarta, Senin.
Surat tertanggal 18 Agustus 2021 namun baru diantarkan ke Sekretariat Negara pada Senin (23/8) itu ditandatangani oleh 57 pegawai.
Menurut Hotman, para pegawai mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi karena didasari oleh hasil pemeriksaan dua lembaga negara yaitu Ombudsman RI dan Komnas HAM.
"Laporan Ombudsman menghasilkan temuan adanya maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, penyisipan pasal dan beberapa pelanggaran lain. Atas temuan tersebut, Ombudsman menghasilkan tindakan korektif untuk KPK dan BKN," ungkap Hotman.
Sementara Komnas HAM dalam laporannya menemukan 11 jenis pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan.
"Satu hal yang sama dalam laporan dua lembaga negara tersebut adalah sama-sama meminta pengangkatan 57 pegawai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat untuk menjadi Aparatur Sipil Negara sebab perencanaan, pelaksanaan, dan penetapan hasil TWK dianggap bermasalah, menyalahi peraturan perundangan sehingga tidak bisa dijadikan dasar pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN," tambah Hotman.
Artinya, sudah sepatutnya semua pegawai KPK saat ini diangkat menjadi ASN KPK. Apalagi, alih status pegawai KPK menjadi ASN adalah perintah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Kami adalah para pegawai KPK yang telah bekerja untuk KPK dengan variasi waktu yang berbeda, antara 4 sampai 15 tahun dari berbagai direktorat, biro serta kedeputian. Selama ini kami berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya untuk memberantas korupsi sehingga Indonesia Maju bisa diwujudkan," demikian disebut dalam pembukaan surat tersebut.
Namun sayangnya, 57 pegawai itu ditetapkan sebagai pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk diangkat menjadi ASN berdasarkan hasil TWK serta akan diberhentikan sebagai pegawai KPK pada 1 November 2021.
"Padahal 'original intend' UU No 19 tahun 2019 tentang KPK menyebutkan adalah mengenai perubahan status kepegawaian KPK menjadi ASN. Kami telah mengirimkan surat kepada pimpinan KPK atas keputusan ini dan telah juga mengirim surat permohonan kepada Bapak Presiden RI untuk kiranya mengangkat kami menjadi ASN," demikian tertulis dalam surat itu.
Di antara para pegawai KPK yang dinyatakan TMS untuk menjadi ASN antara lain adalah sejumlah penyidik KPK yaitu Novel Baswedan, Budi Agung Nugroho, March Falentino, Andre Dedy Nainggolan, Ambarita Damanik, Yudi Purnmo, Rizka Anungnata dan lainnya.
Masih ada juga Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK non-aktif Giri, Kepala Biro SDM non-aktif Chandra Reksodiprodjo Supradiono, Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK non-aktif Hotman Tambunan, Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK non-aktif Rasamala Aritonang dan lainnya.
"57 pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat menjadi Aparatur Sipil Negara berdasarkan TWK Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyurati Presiden Joko Widodo. Surat ini meminta pengangkatan sebagai Aparatur Sipil Negara kepada Presiden," kata perwakilan 57 pegawai KPK, Hotman Tambunan di Jakarta, Senin.
Surat tertanggal 18 Agustus 2021 namun baru diantarkan ke Sekretariat Negara pada Senin (23/8) itu ditandatangani oleh 57 pegawai.
Menurut Hotman, para pegawai mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi karena didasari oleh hasil pemeriksaan dua lembaga negara yaitu Ombudsman RI dan Komnas HAM.
"Laporan Ombudsman menghasilkan temuan adanya maladministrasi, penyalahgunaan wewenang, penyisipan pasal dan beberapa pelanggaran lain. Atas temuan tersebut, Ombudsman menghasilkan tindakan korektif untuk KPK dan BKN," ungkap Hotman.
Sementara Komnas HAM dalam laporannya menemukan 11 jenis pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan.
"Satu hal yang sama dalam laporan dua lembaga negara tersebut adalah sama-sama meminta pengangkatan 57 pegawai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat untuk menjadi Aparatur Sipil Negara sebab perencanaan, pelaksanaan, dan penetapan hasil TWK dianggap bermasalah, menyalahi peraturan perundangan sehingga tidak bisa dijadikan dasar pengangkatan pegawai KPK menjadi ASN," tambah Hotman.
Artinya, sudah sepatutnya semua pegawai KPK saat ini diangkat menjadi ASN KPK. Apalagi, alih status pegawai KPK menjadi ASN adalah perintah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
"Kami adalah para pegawai KPK yang telah bekerja untuk KPK dengan variasi waktu yang berbeda, antara 4 sampai 15 tahun dari berbagai direktorat, biro serta kedeputian. Selama ini kami berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya untuk memberantas korupsi sehingga Indonesia Maju bisa diwujudkan," demikian disebut dalam pembukaan surat tersebut.
Namun sayangnya, 57 pegawai itu ditetapkan sebagai pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) untuk diangkat menjadi ASN berdasarkan hasil TWK serta akan diberhentikan sebagai pegawai KPK pada 1 November 2021.
"Padahal 'original intend' UU No 19 tahun 2019 tentang KPK menyebutkan adalah mengenai perubahan status kepegawaian KPK menjadi ASN. Kami telah mengirimkan surat kepada pimpinan KPK atas keputusan ini dan telah juga mengirim surat permohonan kepada Bapak Presiden RI untuk kiranya mengangkat kami menjadi ASN," demikian tertulis dalam surat itu.
Di antara para pegawai KPK yang dinyatakan TMS untuk menjadi ASN antara lain adalah sejumlah penyidik KPK yaitu Novel Baswedan, Budi Agung Nugroho, March Falentino, Andre Dedy Nainggolan, Ambarita Damanik, Yudi Purnmo, Rizka Anungnata dan lainnya.
Masih ada juga Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK non-aktif Giri, Kepala Biro SDM non-aktif Chandra Reksodiprodjo Supradiono, Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK non-aktif Hotman Tambunan, Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum KPK non-aktif Rasamala Aritonang dan lainnya.