Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu memperkirakan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 berada di bawah target 5,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).
"Dengan perkembangan terkini, memang nampaknya realisasi defisit tahun ini bisa lebih rendah dari target," kata Febrio dalam taklimat media secara daring di Jakarta, Jumat.
Salah satu perkembangan yang akan mendorong defisit anggaran lebih kecil dari target, kata dia, adalah pendapatan negara yang tumbuh tinggi mencapai 13,9 persen pada Agustus 2021, sehingga akan bisa menyeimbangkan realisasi belanja negara nantinya.
Sejak Januari-Agustus 2021, pendapatan negara tercatat Rp1.177,6 triliun, sedangkan belanja negara Rp1.560,8 triliun, dengan begitu defisit anggaran mencapai Rp383,2 triliun atau 2,32 persen dari PDB.
"Realisasi defisit yang rendah ini akan terus kami pertahankan dalam tiga bulan ke depan," ucap Febrio.
Sementara itu, ia menjelaskan defisit APBN akan perlahan menurun ke level 4,85 persen pada 2022, sebagai persiapan konsolidasi fiskal untuk kembali ke kondisi defisit di level tiga persen pada 2023, atau tepatnya tiga tahun setelah defisit mulai dilebarkan sejak 2020.
Menurut Febrio, tidak ada satu pun negara emerging market yang menjanjikan disiplin fiskal setelah COVID-19 dalam tiga tahun.
"India, Malaysia, Thailand, tidak ada. Hanya Indonesia," ujarnya.
Maka dari itu, ia menekankan bahwa pemerintah akan berusaha untuk terus mendisiplinkan fiskal agar bisa kembali ke level defisit tiga persen PDB, sehingga investor domestik maupun dunia bisa melihat kredibilitas Indonesia.
Di sisi lain, konsolidasi fiskal juga akan membuat rasio utang domestik tidak akan meningkat lebih lanjut, serta membuat ekonomi lebih baik dan stabil.
"Dengan perkembangan terkini, memang nampaknya realisasi defisit tahun ini bisa lebih rendah dari target," kata Febrio dalam taklimat media secara daring di Jakarta, Jumat.
Salah satu perkembangan yang akan mendorong defisit anggaran lebih kecil dari target, kata dia, adalah pendapatan negara yang tumbuh tinggi mencapai 13,9 persen pada Agustus 2021, sehingga akan bisa menyeimbangkan realisasi belanja negara nantinya.
Sejak Januari-Agustus 2021, pendapatan negara tercatat Rp1.177,6 triliun, sedangkan belanja negara Rp1.560,8 triliun, dengan begitu defisit anggaran mencapai Rp383,2 triliun atau 2,32 persen dari PDB.
"Realisasi defisit yang rendah ini akan terus kami pertahankan dalam tiga bulan ke depan," ucap Febrio.
Sementara itu, ia menjelaskan defisit APBN akan perlahan menurun ke level 4,85 persen pada 2022, sebagai persiapan konsolidasi fiskal untuk kembali ke kondisi defisit di level tiga persen pada 2023, atau tepatnya tiga tahun setelah defisit mulai dilebarkan sejak 2020.
Menurut Febrio, tidak ada satu pun negara emerging market yang menjanjikan disiplin fiskal setelah COVID-19 dalam tiga tahun.
"India, Malaysia, Thailand, tidak ada. Hanya Indonesia," ujarnya.
Maka dari itu, ia menekankan bahwa pemerintah akan berusaha untuk terus mendisiplinkan fiskal agar bisa kembali ke level defisit tiga persen PDB, sehingga investor domestik maupun dunia bisa melihat kredibilitas Indonesia.
Di sisi lain, konsolidasi fiskal juga akan membuat rasio utang domestik tidak akan meningkat lebih lanjut, serta membuat ekonomi lebih baik dan stabil.