Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyepakati pencegahan korupsi melalui kajian.
Kajian tersebut mengenai sistem pengelolaan administrasi penerbitan sertifikat tanah dan kajian pelayanan publik terkait pengukuran tanah untuk kepastian hukum.
"Hal ini menjadi tugas monitoring terkait kajian sistem pengelolaan administrasi untuk lembaga negara dan lembaga pemerintahan," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Kesepakatan itu diwujudkan melalui "kick off meeting" kajian terkait pencegahan tindak pidana korupsi pada bidang pertanahan. Rapat dilakukan di Gedung Kementerian ATR/BPN, Rabu (13/10). Hadir dalam pertemuan tersebut Lili Pintauli Siregar dan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil.
Lili mengatakan kajian sistem pengelolaan pertanahan kali ini berfokus pada pendaftaran, pengukuran, penyelesaian sengketa, dan konflik. Menurutnya, sejak 2017 sampai 2021 terdapat 841 keluhan terkait pertanahan yang diterima KPK.
Tingginya kasus mafia tanah dan sengketa tanah tersebut menjadi latar belakang kajian yang akan dilakukan KPK ke depan.
"Isu ini juga menjadi substansi yang sangat tinggi jika kita lihat, termasuk di pengadilan tipikor dan PTUN, isu ini menjadi salah satu yang sering disengketakan," kata Lili.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menyambut baik upaya KPK menertibkan tata kelola pertanahan. Ia menyetujui problematika pengelolaan pertanahan harus segera dibenahi.
"Ada dilema besar dan pengawasan yang kurang dan tidak terlalu efektif sehingga jutaan hektare HGU (hak guna usaha) dan HGB (hak guna bangunan) yang diberikan kurang sesuai tetapi kami juga tidak punya kapasitas dan "mandatory" untuk mengawasi," ungkap Sofyan.
Sebelumnya, KPK telah bekerja sama dengan beberapa instansi di pemerintah pusat dan daerah serta BUMN/BUMD dalam penataan tata kelola bidang tanah sebagai salah satu upaya penyelamatan aset negara.
Dalam pertemuan itu, Lili mengharapkan agar sistem pengarsipan pertanahan didorong untuk terdigitalisasi sehingga menghindari penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang agar tidak semakin menyulitkan penegakan hukum saat proses pembuktiannya. Dengan demikian, kata dia, celah rawan korupsi pada sektor tersebut dapat ditutup.
Kajian tersebut mengenai sistem pengelolaan administrasi penerbitan sertifikat tanah dan kajian pelayanan publik terkait pengukuran tanah untuk kepastian hukum.
"Hal ini menjadi tugas monitoring terkait kajian sistem pengelolaan administrasi untuk lembaga negara dan lembaga pemerintahan," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.
Kesepakatan itu diwujudkan melalui "kick off meeting" kajian terkait pencegahan tindak pidana korupsi pada bidang pertanahan. Rapat dilakukan di Gedung Kementerian ATR/BPN, Rabu (13/10). Hadir dalam pertemuan tersebut Lili Pintauli Siregar dan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil.
Lili mengatakan kajian sistem pengelolaan pertanahan kali ini berfokus pada pendaftaran, pengukuran, penyelesaian sengketa, dan konflik. Menurutnya, sejak 2017 sampai 2021 terdapat 841 keluhan terkait pertanahan yang diterima KPK.
Tingginya kasus mafia tanah dan sengketa tanah tersebut menjadi latar belakang kajian yang akan dilakukan KPK ke depan.
"Isu ini juga menjadi substansi yang sangat tinggi jika kita lihat, termasuk di pengadilan tipikor dan PTUN, isu ini menjadi salah satu yang sering disengketakan," kata Lili.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menyambut baik upaya KPK menertibkan tata kelola pertanahan. Ia menyetujui problematika pengelolaan pertanahan harus segera dibenahi.
"Ada dilema besar dan pengawasan yang kurang dan tidak terlalu efektif sehingga jutaan hektare HGU (hak guna usaha) dan HGB (hak guna bangunan) yang diberikan kurang sesuai tetapi kami juga tidak punya kapasitas dan "mandatory" untuk mengawasi," ungkap Sofyan.
Sebelumnya, KPK telah bekerja sama dengan beberapa instansi di pemerintah pusat dan daerah serta BUMN/BUMD dalam penataan tata kelola bidang tanah sebagai salah satu upaya penyelamatan aset negara.
Dalam pertemuan itu, Lili mengharapkan agar sistem pengarsipan pertanahan didorong untuk terdigitalisasi sehingga menghindari penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang agar tidak semakin menyulitkan penegakan hukum saat proses pembuktiannya. Dengan demikian, kata dia, celah rawan korupsi pada sektor tersebut dapat ditutup.