Jakarta (ANTARA) - Teknologi digital mulai banyak merambah ke dunia kedokteran, termasuk untuk pemeriksaan hematologi atau darah lengkap yang dapat dilakukan dengan bantuan artificial intelligence (AI), papar spesialis patologi klinik dr. Thyrza Laudamy Darmadi, Sp.PK dari Universitas Indonesia.
Dengan alat canggih yang disebut digital morphology itu, proses validasi morfologi pada sampel darah tidak lagi dilakukan secara manual dengan menggunakan mikroskop analog, melainkan secara digital dengan bantuan AI dan kecanggihan kamera dengan lensa perbesaran tertentu yang ditampilkan di layar monitor.
Baca juga: Ini saran dari dokter bila ingin cek tekanan darah saat pagi
"Digital morphology itu dapat mengelompokkan sel-sel darah berdasarkan morfologinya sehingga sangat membantu dokter dalam efisiensi dan produktivitas di laboratorium apalagi pada era pandemi saat ini," kata Thyrza saat konferensi pers virtual, Jumat.
"Tim laboratorium juga dapat mempertahankan kualitas hasil pemeriksaan hematologi meskipun ada tuntutan lain yang membagi fokus tenaga kerja laboratorium, misalnya pada pemeriksaan PCR," lanjutnya.
Sedangkan dari sisi pasien, kata dia, digital morphology dapat membantu melakukan deteksi dini terhadap kelainan darah karena memiliki sensitivitas yang tinggi. Hal tersebut, kata Thyrza, dapat membuat penanganan dan pencegahan penyakit menjadi lebih mudah terkendali. Hasil pemeriksaan juga bisa didapatkan dalam waktu kurang dari 30 menit.
"Hasil pemeriksaan yang berbentuk digital juga mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan data dan memudahkan apabila suatu saat diperlukan peninjauan ulang," sambungnya.
Baca juga: Kurangi risiko kematian akibat leukemia dengan deteksi dini pada anak
Meski telah dibantu oleh teknologi canggih, Thyrza mengatakan digital morphology tetap memerlukan validasi oleh petugas yang berwenang karena metode tersebut tidak dapat menyimpulkan penyakit.
"Secara garis besar, kelainan morfologi darah dapat tertangkap oleh digital morphology. Namun, sama halnya seperti mikroskop tradisional, digital morphology tidak dapat menyimpulkan suatu penyakit sehingga tetap perlu expertist dari dokter spesialis patologi klinik," ujarnya.
Adapun kelainan yang dapat ditangkap oleh digital morphology di antaranya kelainan morfologi dari sel darah putih, darah merah, dan penggumpalan trombosit.
"Dengan demikian, sebenarnya sudah cukup lengkap untuk indikasi pemeriksaan atau intervensi klinis lebih lanjut," kata Thyrza.
Hingga saat ini, di Indonesia, digital morphology baru tersedia di RS Pondok Indah yang dapat menangkap 17 tipe sel darah putih, baik normal maupun tidak normal, serta enam karakter sel darah merah yang tidak normal.
Baca juga: Vaksin COVID-19 ubah warna darah hoaks
Baca juga: Awas hoaks terkait Pfizer bisa serang sel darah putih
Baca juga: Ini alasan orang dengan hipertensi rentan kena COVID-19
Dengan alat canggih yang disebut digital morphology itu, proses validasi morfologi pada sampel darah tidak lagi dilakukan secara manual dengan menggunakan mikroskop analog, melainkan secara digital dengan bantuan AI dan kecanggihan kamera dengan lensa perbesaran tertentu yang ditampilkan di layar monitor.
Baca juga: Ini saran dari dokter bila ingin cek tekanan darah saat pagi
"Digital morphology itu dapat mengelompokkan sel-sel darah berdasarkan morfologinya sehingga sangat membantu dokter dalam efisiensi dan produktivitas di laboratorium apalagi pada era pandemi saat ini," kata Thyrza saat konferensi pers virtual, Jumat.
"Tim laboratorium juga dapat mempertahankan kualitas hasil pemeriksaan hematologi meskipun ada tuntutan lain yang membagi fokus tenaga kerja laboratorium, misalnya pada pemeriksaan PCR," lanjutnya.
Sedangkan dari sisi pasien, kata dia, digital morphology dapat membantu melakukan deteksi dini terhadap kelainan darah karena memiliki sensitivitas yang tinggi. Hal tersebut, kata Thyrza, dapat membuat penanganan dan pencegahan penyakit menjadi lebih mudah terkendali. Hasil pemeriksaan juga bisa didapatkan dalam waktu kurang dari 30 menit.
"Hasil pemeriksaan yang berbentuk digital juga mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan data dan memudahkan apabila suatu saat diperlukan peninjauan ulang," sambungnya.
Baca juga: Kurangi risiko kematian akibat leukemia dengan deteksi dini pada anak
Meski telah dibantu oleh teknologi canggih, Thyrza mengatakan digital morphology tetap memerlukan validasi oleh petugas yang berwenang karena metode tersebut tidak dapat menyimpulkan penyakit.
"Secara garis besar, kelainan morfologi darah dapat tertangkap oleh digital morphology. Namun, sama halnya seperti mikroskop tradisional, digital morphology tidak dapat menyimpulkan suatu penyakit sehingga tetap perlu expertist dari dokter spesialis patologi klinik," ujarnya.
Adapun kelainan yang dapat ditangkap oleh digital morphology di antaranya kelainan morfologi dari sel darah putih, darah merah, dan penggumpalan trombosit.
"Dengan demikian, sebenarnya sudah cukup lengkap untuk indikasi pemeriksaan atau intervensi klinis lebih lanjut," kata Thyrza.
Hingga saat ini, di Indonesia, digital morphology baru tersedia di RS Pondok Indah yang dapat menangkap 17 tipe sel darah putih, baik normal maupun tidak normal, serta enam karakter sel darah merah yang tidak normal.
Baca juga: Vaksin COVID-19 ubah warna darah hoaks
Baca juga: Awas hoaks terkait Pfizer bisa serang sel darah putih
Baca juga: Ini alasan orang dengan hipertensi rentan kena COVID-19