Palangka Raya (ANTARA) - Pengembangan lokasi produksi pangan skala besar di Kalimantan Tengah atau yang disebut food estate dibangun dengan memerhatikan aspek wilayah kegiatan, lahan dan budi daya pertanian, infrastruktur pertanian dan pendukungnya, serta kelembagaan usaha tani.
Hal ini dilakukan, dalam upaya penguatan ketersediaan cadangan pangan nasional masa depan di tengah laju alih fungsi lahan pertanian, sehingga pemerintah dituntut dapat menyediakan lahan pertanian skala luas untuk pengembangan pertanian, kata Gubernur Kalteng Sugianto Sabran dalam keterangan pers yang diterima di Palangka Raya, Rabu.
"Situasi pandemi COVID-19 tahun 2020 di Indonesia ikut andil dalam penguatan pemikiran untuk memulai upaya terobosan tersebut," jelasnya.
Dalam kondisi ini, setiap negara eksportir bahan pangan pada masa pandemi COVID-19 disinyalir menahan ekspor bahan pangan ke negara lain.
"Penempatan peran petani sebagai subjek pengembangan food estate kami harapkan mendongkrak sektor perekonomian di wilayah setempat," tegasnya.
Lebih lanjut ia menjabarkan, dalam aspek perencanaan pengembangan, pemerintah merancang pengembangan food estate melalui koordinasi intensif antar Kementerian/Lembaga (K/L) yang dikordinasikan oleh Kementerian Bidang Perekonomian, melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, Kementerian LHK, Kementerian Desa dan PDTT, Kementerian BUMN, Kementerian ATR/BPN, dan Bappenas, serta SKPD di tingkat provinsi maupun kabupaten.
Tujuannya untuk meyakinkan penentuan lokasi pengembangan sudah memenuhi kriteria teknis dari masing kementerian maupun lembaga, seperti aspek kesesuaian lahan pertanian, aspek gambut, kawasan hutan, HGU, infrastruktur irigasi dan lainnya.
Lokasi pengembangan food estate ditetapkan pada wilayah eks-PLG di Kalimantan Tengah yang pada fase perencanaan awalnya melalui proses penapisan (overlay) peta-peta teknis dari K/L dengan tujuan untuk lebih memastikan kesesuaian lahan yang akan dikembangkan, yang kita sebut sebagai Wilayah Arahan Pengembangan atau Area of interest (AOI). Melalui proses tersebut, maka AOI tersebut telah dinyatakan layak untuk pengembangan pertanian skala luas.
Lahan yang digunakan untuk budi daya pertanian pada kawasan food estate terdiri dari lahan-lahan petani yang telah secara periodik/terus menerus diusahakan atau dibudidayakan tanaman padi serta telah menghasilkan produksi gabah/beras, maupun lahan petani berupa pertanian yang tidak secara periodik atau cukup lama tidak diusahakan namun masih dapat ditata kembali lahan dan pengairannya untuk menjadi lahan pertanian dan menghasilkan produk pertanian, gabah hingga beras.
Terhadap lahan kategori pertama, pemerintah memberikan bantuan pengolahan lahan dan sarana produksi pertanian yang diperlukan agar dihasilkan kualitas lahan dan produksi yang lebih baik, serta untuk merangsang dilakukannya penambahan budi daya atau tanam.
"Saat ini rata-rata produktivitas padi di lokasi food estate mencapai 3,75-4,22 ton per hektare. Produktivitas ini meningkat sebesar 11-17 persen dari produksi sebelumnya," terang Sugianto.
Varietas yang digunakan diarahkan pada varietas yang memiliki adaptasi yang cukup baik di lahan rawa, yaitu varietas unggul Inpari termasuk petani menggunakan varietas unggul lokal yang memang ditanam di salah satu musim tanam (MT).
Untuk lahan kategori kedua, pemerintah melakukan penataan lahan, pengairan tingkat usaha tani, jalan usaha tani, dan akses ke lokasi (kegiatan konstruksi) serta pengolahan lahan dan sarana produksi, yang diharapkan dapat menjadi lahan yang kembali produktif serta menghasilkan produk pangan.
"Pada lahan ini telah diselesaikan kegiatan konstruksi dan sedang dilakukan pengolahan lahan untuk persiapan budi daya padi," ungkapnya.
Pendampingan oleh penyuluh dan para peneliti budi daya padi, serta penyediaan sarana produksi akan dilakukan dan dioptimalkan untuk memberikan penguatan teknis pada aspek budi daya, penanganan tata air, maupun pengendalian OPT.
Produksi gabah yang dihasilkan dirancang untuk dapat ditingkatkan kualitas dan kehilangan hasilnya (loses) dengan praktik pasca panen dan pengolahan yang sesuai dengan prinsip Good Harvesting Practices (GHP) dengan peningkatan jumlah dan kualitas alsintan pasca panen. Secara bertahap bantuan diberikan pada lokasi yang menjadi pusat kegiatan atau klaster pengembangan dalam luasan 1.000 hektare dan 10.000 hektare.
Pengembangan kawasan pertanian termasuk food estate memerlukan infrastruktur yang diperuntukan bagi kegiatan produksi atau budi daya, kegiatan distribusi sarana produksi dan hasil produksi, serta untuk kegiatan dan akses mekanisasi pertanian.
Pembangunan atau peningkatan infrastruktur untuk kegiatan produksi dan budi daya meliputi pembangunan maupun peningkatan dan pemeliharaan irigasi di tingkat primer, sekunder dan tersier hingga ke tingkat usaha tani termasuk sistem drainasenya saat ini masih terus dilakukan rehabilitasi oleh Kementerian PUPR.
Demikian halnya untuk infrastruktur yang digunakan mendukung distribusi atau pengangkutan sarana produksi dan hasil produksi juga menjadi focus pemerintah untuk dibangun dan dan ditingkatkan.
"Infrastruktur ini berupa jalan usaha tani, jembatan usaha tani, jalan kolektor dan jalan akses antar wilayah termasuk di dalamnya jembatan untuk menghubungkan antar lahan dan antar wilayah," paparnya.
Pembangunan/peningkatan ini dilakukan secara bertahap oleh Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa PDTT, dan Pemerintah Daerah untuk memberikan kelancaran akses masuk dan akses keluar dari barang yang didistribusikan di dalam maupun antar wilayah di kawasan food estate.
Kemudian dari aspek kelembagaan petani, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN saat ini sedang terus mengembangkan pola korporasi petani. Di lapangan saat ini sudah terbentuk Gapoktan Bersama per masing masing klaster 2.000-5.000 ha pada luasan area 30.000 ha.
"Melalui Gapoktan bersama ini kami harapkan pengembangan food estate dari hulu sampai ke hilir melibatkan penuh peran serta petani ataupun masyarakat setempat," ungkapnya.
Pengembangan food estate direncanakan dilaksanakan selama 4-5 tahun, sehingga tahapan tahapan perbaikan/pengembangan infrastruktur, budi daya pertanian, penguatan kelembagaan petani terus dilaksanakan secara berjenjang, yang diharapkan pada akhir tahun pelaksanaan, seluruh aspek teknis kegiatan dapat terselesaikan dengan baik.
"Dukungan serta doa dari seluruh masyarakat Indonesia sangat diperlukan agar di masa depan negara Indonesia bisa berdaulat pangan," harapnya.
Hal ini dilakukan, dalam upaya penguatan ketersediaan cadangan pangan nasional masa depan di tengah laju alih fungsi lahan pertanian, sehingga pemerintah dituntut dapat menyediakan lahan pertanian skala luas untuk pengembangan pertanian, kata Gubernur Kalteng Sugianto Sabran dalam keterangan pers yang diterima di Palangka Raya, Rabu.
"Situasi pandemi COVID-19 tahun 2020 di Indonesia ikut andil dalam penguatan pemikiran untuk memulai upaya terobosan tersebut," jelasnya.
Dalam kondisi ini, setiap negara eksportir bahan pangan pada masa pandemi COVID-19 disinyalir menahan ekspor bahan pangan ke negara lain.
"Penempatan peran petani sebagai subjek pengembangan food estate kami harapkan mendongkrak sektor perekonomian di wilayah setempat," tegasnya.
Lebih lanjut ia menjabarkan, dalam aspek perencanaan pengembangan, pemerintah merancang pengembangan food estate melalui koordinasi intensif antar Kementerian/Lembaga (K/L) yang dikordinasikan oleh Kementerian Bidang Perekonomian, melibatkan Kementerian Pertanian, Kementerian PUPR, Kementerian LHK, Kementerian Desa dan PDTT, Kementerian BUMN, Kementerian ATR/BPN, dan Bappenas, serta SKPD di tingkat provinsi maupun kabupaten.
Tujuannya untuk meyakinkan penentuan lokasi pengembangan sudah memenuhi kriteria teknis dari masing kementerian maupun lembaga, seperti aspek kesesuaian lahan pertanian, aspek gambut, kawasan hutan, HGU, infrastruktur irigasi dan lainnya.
Lokasi pengembangan food estate ditetapkan pada wilayah eks-PLG di Kalimantan Tengah yang pada fase perencanaan awalnya melalui proses penapisan (overlay) peta-peta teknis dari K/L dengan tujuan untuk lebih memastikan kesesuaian lahan yang akan dikembangkan, yang kita sebut sebagai Wilayah Arahan Pengembangan atau Area of interest (AOI). Melalui proses tersebut, maka AOI tersebut telah dinyatakan layak untuk pengembangan pertanian skala luas.
Lahan yang digunakan untuk budi daya pertanian pada kawasan food estate terdiri dari lahan-lahan petani yang telah secara periodik/terus menerus diusahakan atau dibudidayakan tanaman padi serta telah menghasilkan produksi gabah/beras, maupun lahan petani berupa pertanian yang tidak secara periodik atau cukup lama tidak diusahakan namun masih dapat ditata kembali lahan dan pengairannya untuk menjadi lahan pertanian dan menghasilkan produk pertanian, gabah hingga beras.
Terhadap lahan kategori pertama, pemerintah memberikan bantuan pengolahan lahan dan sarana produksi pertanian yang diperlukan agar dihasilkan kualitas lahan dan produksi yang lebih baik, serta untuk merangsang dilakukannya penambahan budi daya atau tanam.
"Saat ini rata-rata produktivitas padi di lokasi food estate mencapai 3,75-4,22 ton per hektare. Produktivitas ini meningkat sebesar 11-17 persen dari produksi sebelumnya," terang Sugianto.
Varietas yang digunakan diarahkan pada varietas yang memiliki adaptasi yang cukup baik di lahan rawa, yaitu varietas unggul Inpari termasuk petani menggunakan varietas unggul lokal yang memang ditanam di salah satu musim tanam (MT).
Untuk lahan kategori kedua, pemerintah melakukan penataan lahan, pengairan tingkat usaha tani, jalan usaha tani, dan akses ke lokasi (kegiatan konstruksi) serta pengolahan lahan dan sarana produksi, yang diharapkan dapat menjadi lahan yang kembali produktif serta menghasilkan produk pangan.
"Pada lahan ini telah diselesaikan kegiatan konstruksi dan sedang dilakukan pengolahan lahan untuk persiapan budi daya padi," ungkapnya.
Pendampingan oleh penyuluh dan para peneliti budi daya padi, serta penyediaan sarana produksi akan dilakukan dan dioptimalkan untuk memberikan penguatan teknis pada aspek budi daya, penanganan tata air, maupun pengendalian OPT.
Produksi gabah yang dihasilkan dirancang untuk dapat ditingkatkan kualitas dan kehilangan hasilnya (loses) dengan praktik pasca panen dan pengolahan yang sesuai dengan prinsip Good Harvesting Practices (GHP) dengan peningkatan jumlah dan kualitas alsintan pasca panen. Secara bertahap bantuan diberikan pada lokasi yang menjadi pusat kegiatan atau klaster pengembangan dalam luasan 1.000 hektare dan 10.000 hektare.
Pengembangan kawasan pertanian termasuk food estate memerlukan infrastruktur yang diperuntukan bagi kegiatan produksi atau budi daya, kegiatan distribusi sarana produksi dan hasil produksi, serta untuk kegiatan dan akses mekanisasi pertanian.
Pembangunan atau peningkatan infrastruktur untuk kegiatan produksi dan budi daya meliputi pembangunan maupun peningkatan dan pemeliharaan irigasi di tingkat primer, sekunder dan tersier hingga ke tingkat usaha tani termasuk sistem drainasenya saat ini masih terus dilakukan rehabilitasi oleh Kementerian PUPR.
Demikian halnya untuk infrastruktur yang digunakan mendukung distribusi atau pengangkutan sarana produksi dan hasil produksi juga menjadi focus pemerintah untuk dibangun dan dan ditingkatkan.
"Infrastruktur ini berupa jalan usaha tani, jembatan usaha tani, jalan kolektor dan jalan akses antar wilayah termasuk di dalamnya jembatan untuk menghubungkan antar lahan dan antar wilayah," paparnya.
Pembangunan/peningkatan ini dilakukan secara bertahap oleh Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa PDTT, dan Pemerintah Daerah untuk memberikan kelancaran akses masuk dan akses keluar dari barang yang didistribusikan di dalam maupun antar wilayah di kawasan food estate.
Kemudian dari aspek kelembagaan petani, pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian BUMN saat ini sedang terus mengembangkan pola korporasi petani. Di lapangan saat ini sudah terbentuk Gapoktan Bersama per masing masing klaster 2.000-5.000 ha pada luasan area 30.000 ha.
"Melalui Gapoktan bersama ini kami harapkan pengembangan food estate dari hulu sampai ke hilir melibatkan penuh peran serta petani ataupun masyarakat setempat," ungkapnya.
Pengembangan food estate direncanakan dilaksanakan selama 4-5 tahun, sehingga tahapan tahapan perbaikan/pengembangan infrastruktur, budi daya pertanian, penguatan kelembagaan petani terus dilaksanakan secara berjenjang, yang diharapkan pada akhir tahun pelaksanaan, seluruh aspek teknis kegiatan dapat terselesaikan dengan baik.
"Dukungan serta doa dari seluruh masyarakat Indonesia sangat diperlukan agar di masa depan negara Indonesia bisa berdaulat pangan," harapnya.