Palembang (ANTARA) - Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya Iche Andriany Liberty mengatakan pemberian vaksin COVID-19 penguat (booster) harus digencarkan ke masyarakat sebagai salah satu upaya menangkal varian baru Omicron.
“Kita tidak tahu, bagi yang awal-awal sudah divaksin seberapa lagi tingkat imun di tubuhnya. Jadi booster ini perlu digencarkan,” kata Iche di Palembang, Sabtu, saat dimintai pendapat terkait upaya menghadapi Omicron.
Rentan kekebalan tubuh setelah divaksin dosis pertama dan dosis kedua akan menurun seiring dengan waktu. Penelitian mencatat akan terjadi penurunan dalam masa enam bulan setelah penyuntikan.
Oleh karena itu, pemberian vaksin booster juga harus digencarkan selain vaksin primernya yakni dosis 1 dan dosis 2.
Baca juga: Kemenkes laporkan dua pasien Omicron meninggal dunia
Apalagi, saat ini sudah berkembang varian baru virus SAR-CoV-2 yakni Omicron yang hingga kini terus diteliti para ahli. WHO pun selalu memperbarui informasi terkait Omicron.
Memang banyak yang ringan penyakitnya, tapi kita tidak pernah tahu jika terjadi pada individu yang memiliki penyakit penyerta (komorbid). Dan data ini belum sepenuhnya diungkap WHO ke publik, kata dia.
Oleh karena itu masyarakat harus menyikapi Omicron ini dengan serius atau tidak menyepelekan meski penurunan kasus COVID-19 sudah sempat terjadi.
Buktinya kini terjadi penambahan kasus COVID-19 setelah muncul varian baru Omicron.
Baca juga: Omicron tembus 1.027 kasus di Jakarta
“Memang masyarakat sudah kelelahan menghadapi pandemi ini apalagi sudah dua tahun. Lantas, tiba-tiba muncul varian baru, tapi tidak boleh disepelekan Omicron, tetap disiplin Prokes,” kata dia.
Protokol Kesehatan ini merupakan salah satu cara ampuh untuk mengendalikan COVID-19 di tengah kebutuhan masyarakat untuk beraktivitas sosial.
Penerapan protokol kesehatan, salah satunya dengan menggunakan masker itu bukan saja melindungi seseorang dari virus corona tapi juga melindungi saluran pernapasannya dari beragam jenis virus.
Para ahli telah memperkirakan bahwa varian baru dari virus corona akan bermunculan karena belum meratanya pemberian vaksin. Apalagi, sejumlah negara di Afrika malahan cakupan vaksinnya masih di bawah 40 persen.
Baca juga: Sebanyak 87 jamaah umroh Indonesia positif COVID-19
Ketidaksamarataan pemberian vaksin di seluruh dunia ini membuat virus SAR-CoV-2 bermutasi sehingga memunculkan jenis baru yakni Omicron, yang tingkat keganasannya masih diteliti.
Untuk itu, negara diingatkan untuk memprioritaskan pemberian vaksin ke kalangan rentan yakni para lansia karena umumnya sudah memiliki penyakit penyerta.
Selain itu, jika ditemui kasus Omicron maka secepatnya melakukan tes (testing) dan menelusuri kontak erat (tracing) bagi yang terpapar sehingga virus dapat dilokalisasi melalui sistem karantina.
Baca juga: Enam warga Bandung terkena Omicron
Hingga kini per 22 Januari 2022, kasus Omicron belum ditemukan di Sumsel.
Sejauh ini per 21 Januari 2022, untuk cakupan vaksin lansia sudah mencapai 66,79 persen untuk dosis 1, dan 36,22 persen dosis 2 dari total sasaran 597.071 jiwa. Sedangkan, untuk vaksin anak 6-11 tahun sudah mencapai 48,01 persen untuk dosis 1 dari total sasaran 899.622 jiwa.
Sementara untuk vaksin secara keseluruhan (tenaga kesehatan, pelayanan publik, lansia, masyarakat rentan dan umum, remaja, anak-anak dan gotong royong) mencapai 85,90 persen untuk dosis 1 dan 49,23 persen untuk dosis 2 dari total sasaran 6,3 juta jiwa.
Baca juga: Lima hari dianggap masih kurang untuk isolasi akibat Omicron
Baca juga: Varian Omicron dan Delta bisa menyerang secara bersamaan
Baca juga: Sebanyak 276 pasien Omicron di Indonesia sudah sembuh
“Kita tidak tahu, bagi yang awal-awal sudah divaksin seberapa lagi tingkat imun di tubuhnya. Jadi booster ini perlu digencarkan,” kata Iche di Palembang, Sabtu, saat dimintai pendapat terkait upaya menghadapi Omicron.
Rentan kekebalan tubuh setelah divaksin dosis pertama dan dosis kedua akan menurun seiring dengan waktu. Penelitian mencatat akan terjadi penurunan dalam masa enam bulan setelah penyuntikan.
Oleh karena itu, pemberian vaksin booster juga harus digencarkan selain vaksin primernya yakni dosis 1 dan dosis 2.
Baca juga: Kemenkes laporkan dua pasien Omicron meninggal dunia
Apalagi, saat ini sudah berkembang varian baru virus SAR-CoV-2 yakni Omicron yang hingga kini terus diteliti para ahli. WHO pun selalu memperbarui informasi terkait Omicron.
Memang banyak yang ringan penyakitnya, tapi kita tidak pernah tahu jika terjadi pada individu yang memiliki penyakit penyerta (komorbid). Dan data ini belum sepenuhnya diungkap WHO ke publik, kata dia.
Oleh karena itu masyarakat harus menyikapi Omicron ini dengan serius atau tidak menyepelekan meski penurunan kasus COVID-19 sudah sempat terjadi.
Buktinya kini terjadi penambahan kasus COVID-19 setelah muncul varian baru Omicron.
Baca juga: Omicron tembus 1.027 kasus di Jakarta
“Memang masyarakat sudah kelelahan menghadapi pandemi ini apalagi sudah dua tahun. Lantas, tiba-tiba muncul varian baru, tapi tidak boleh disepelekan Omicron, tetap disiplin Prokes,” kata dia.
Protokol Kesehatan ini merupakan salah satu cara ampuh untuk mengendalikan COVID-19 di tengah kebutuhan masyarakat untuk beraktivitas sosial.
Penerapan protokol kesehatan, salah satunya dengan menggunakan masker itu bukan saja melindungi seseorang dari virus corona tapi juga melindungi saluran pernapasannya dari beragam jenis virus.
Para ahli telah memperkirakan bahwa varian baru dari virus corona akan bermunculan karena belum meratanya pemberian vaksin. Apalagi, sejumlah negara di Afrika malahan cakupan vaksinnya masih di bawah 40 persen.
Baca juga: Sebanyak 87 jamaah umroh Indonesia positif COVID-19
Ketidaksamarataan pemberian vaksin di seluruh dunia ini membuat virus SAR-CoV-2 bermutasi sehingga memunculkan jenis baru yakni Omicron, yang tingkat keganasannya masih diteliti.
Untuk itu, negara diingatkan untuk memprioritaskan pemberian vaksin ke kalangan rentan yakni para lansia karena umumnya sudah memiliki penyakit penyerta.
Selain itu, jika ditemui kasus Omicron maka secepatnya melakukan tes (testing) dan menelusuri kontak erat (tracing) bagi yang terpapar sehingga virus dapat dilokalisasi melalui sistem karantina.
Baca juga: Enam warga Bandung terkena Omicron
Hingga kini per 22 Januari 2022, kasus Omicron belum ditemukan di Sumsel.
Sejauh ini per 21 Januari 2022, untuk cakupan vaksin lansia sudah mencapai 66,79 persen untuk dosis 1, dan 36,22 persen dosis 2 dari total sasaran 597.071 jiwa. Sedangkan, untuk vaksin anak 6-11 tahun sudah mencapai 48,01 persen untuk dosis 1 dari total sasaran 899.622 jiwa.
Sementara untuk vaksin secara keseluruhan (tenaga kesehatan, pelayanan publik, lansia, masyarakat rentan dan umum, remaja, anak-anak dan gotong royong) mencapai 85,90 persen untuk dosis 1 dan 49,23 persen untuk dosis 2 dari total sasaran 6,3 juta jiwa.
Baca juga: Lima hari dianggap masih kurang untuk isolasi akibat Omicron
Baca juga: Varian Omicron dan Delta bisa menyerang secara bersamaan
Baca juga: Sebanyak 276 pasien Omicron di Indonesia sudah sembuh