Jakarta (ANTARA) - YouTuber Edy Mulyadi menyatakan dirinya tetap menolak Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur, dengan alasan karena biaya pembangunan akan bermasalah dan berpotensi mangkrak.
"Kemarin baru baca (berita, red) Bank Dunia menegur Bank Indonesia tidak boleh lagi beli surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah. Itu artinya nanti pembiayaan IKN nanti akan kembali bermasalah, dan potensi mangkrak nya luar biasa," kata Edy saat tiba Bareskrim Polri di Jakarta memenuhi panggilan penyidik, Senin.
Edy juga berpendapat IKN akan memperparah ekologi di Kalimantan yang sekarang sudah rusak akan bertambah rusak.
Demikian juga dengan konsesi-konsesi yang ia sebut dimiliki para oligarki akan mendapatkan kompensasi dari lahan-lahan yang mereka miliki dan dibebaskan dari kewajiban untuk merehabilitasi lahan-lahan yang dipakai untuk tambang.
"Selama puluhan tahun Kalimantan itu dieksploitasi habis-habisan, sudah berapa miliar ton batu bara diangkut, sudah berapa juta hektare hutan ditebas, diangkut, sudah berapa ribu atau juta lahan-lahan milik adat dirampas, gas nya belum macam-macam nya," tutur Edy.
Baca juga: Edy Mulyadi bawa peralatan mandi saat penuhi panggilan penyidik
Menurut dia, seharusnya dengan sumber daya alam yang luar biasa dimiliki oleh Kalimantan lalu dieksploitasi besar-besaran harusnya lebih mensejahterakan masyarakat Kalimantan.
Namun faktanya, menurut Edy, kehidupan masyarakat Kalimantan masih jauh dari kehidupan yang seharusnya didapatkan dari sumber daya alam yang dimilikinya.
"Seharusnya saudara-saudara saya warga masyarakat penduduk Kalimantan jauh lebih sejahtera dari pada kami di Jakarta di Pulau Jawa ini," ucapnya.
Edy juga menyatakan, dalam perkara ini musuhnya penduduk Kalimantan, bukan suku-suku yang ada di Kalimantan.
Dirinya sudah menyampaikan permintaan maaf kepada para sultan yang ada di Kalimantan, termasuk suku-suku nya.
"Musuh saya adalah ketidakadilan, dan siapa pun pelakunya yang hari-hari ini dilakonkan oleh para oligarki melalui tangan-tangan pejabat publik," ujarnya.
Baca juga: Lemkapi sebut kalimat 'jin buang anak' merupakan ujaran kebencian
Edy juga mengklaim bahwa dirinya 'dibidik' bukan karena ucapan "jin buang anak", tapi karena sikap kritisnya.
Dirinya banyak mengkritisi kebijakan pemerintah, seperti RUU Omnibuslaw, RUU Minerba, revisi KPK.
"Itu saya kritisi semua dan itu jadi bahan 'inceran' karena 'podcast-podcast' saya sebagai orang FNN itu dianggap mengganggu kepentingan para oligarki," klaim Edy.
Edy memenuhi panggilan yang kedua dari penyidik Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai saksi.
Kedatangan Edy didampingi tim kuasa hukumnya. Ia juga membawa serta pakaian ganti dan alat mandi.
Sebelum masuk ke ruang periksa, Edy menyampaikan permintaan maafnya melalui awak media yang ada di Bareskrim Polri.
"Saya kembali minta maaf, saya tidak mau bilang itu ungkapan atau bukan, saya kembali minta maaf sedalam-dalamnya sebesar-besarnya," kata Edy.
Baca juga: Panggilan kedua, Bareskrim Polri perintahkan bawa Edy Mulyadi
Baca juga: Komisi III siap kawal kasus Edy Mulyadi hingga tuntas
Baca juga: Audiensi bersama warga Kalimantan, anggota DPR minta Polri tindak tegas Edy Mulyadi
"Kemarin baru baca (berita, red) Bank Dunia menegur Bank Indonesia tidak boleh lagi beli surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah. Itu artinya nanti pembiayaan IKN nanti akan kembali bermasalah, dan potensi mangkrak nya luar biasa," kata Edy saat tiba Bareskrim Polri di Jakarta memenuhi panggilan penyidik, Senin.
Edy juga berpendapat IKN akan memperparah ekologi di Kalimantan yang sekarang sudah rusak akan bertambah rusak.
Demikian juga dengan konsesi-konsesi yang ia sebut dimiliki para oligarki akan mendapatkan kompensasi dari lahan-lahan yang mereka miliki dan dibebaskan dari kewajiban untuk merehabilitasi lahan-lahan yang dipakai untuk tambang.
"Selama puluhan tahun Kalimantan itu dieksploitasi habis-habisan, sudah berapa miliar ton batu bara diangkut, sudah berapa juta hektare hutan ditebas, diangkut, sudah berapa ribu atau juta lahan-lahan milik adat dirampas, gas nya belum macam-macam nya," tutur Edy.
Baca juga: Edy Mulyadi bawa peralatan mandi saat penuhi panggilan penyidik
Menurut dia, seharusnya dengan sumber daya alam yang luar biasa dimiliki oleh Kalimantan lalu dieksploitasi besar-besaran harusnya lebih mensejahterakan masyarakat Kalimantan.
Namun faktanya, menurut Edy, kehidupan masyarakat Kalimantan masih jauh dari kehidupan yang seharusnya didapatkan dari sumber daya alam yang dimilikinya.
"Seharusnya saudara-saudara saya warga masyarakat penduduk Kalimantan jauh lebih sejahtera dari pada kami di Jakarta di Pulau Jawa ini," ucapnya.
Edy juga menyatakan, dalam perkara ini musuhnya penduduk Kalimantan, bukan suku-suku yang ada di Kalimantan.
Dirinya sudah menyampaikan permintaan maaf kepada para sultan yang ada di Kalimantan, termasuk suku-suku nya.
"Musuh saya adalah ketidakadilan, dan siapa pun pelakunya yang hari-hari ini dilakonkan oleh para oligarki melalui tangan-tangan pejabat publik," ujarnya.
Baca juga: Lemkapi sebut kalimat 'jin buang anak' merupakan ujaran kebencian
Edy juga mengklaim bahwa dirinya 'dibidik' bukan karena ucapan "jin buang anak", tapi karena sikap kritisnya.
Dirinya banyak mengkritisi kebijakan pemerintah, seperti RUU Omnibuslaw, RUU Minerba, revisi KPK.
"Itu saya kritisi semua dan itu jadi bahan 'inceran' karena 'podcast-podcast' saya sebagai orang FNN itu dianggap mengganggu kepentingan para oligarki," klaim Edy.
Edy memenuhi panggilan yang kedua dari penyidik Bareskrim Polri untuk diperiksa sebagai saksi.
Kedatangan Edy didampingi tim kuasa hukumnya. Ia juga membawa serta pakaian ganti dan alat mandi.
Sebelum masuk ke ruang periksa, Edy menyampaikan permintaan maafnya melalui awak media yang ada di Bareskrim Polri.
"Saya kembali minta maaf, saya tidak mau bilang itu ungkapan atau bukan, saya kembali minta maaf sedalam-dalamnya sebesar-besarnya," kata Edy.
Baca juga: Panggilan kedua, Bareskrim Polri perintahkan bawa Edy Mulyadi
Baca juga: Komisi III siap kawal kasus Edy Mulyadi hingga tuntas
Baca juga: Audiensi bersama warga Kalimantan, anggota DPR minta Polri tindak tegas Edy Mulyadi