Jakarta (ANTARA) - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyoroti calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berasal dari kalangan industri yang dinilai memiliki sisi positif dan negatif.
"Positifnya adalah memiliki expertise pengalaman di bidang technical, atau praktisi di bidang keuangan. Ini bisa memberikan kemampuan bagi OJK untuk beradaptasi, terutama dari sisi kemampuan digital," ujar Bhima dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Sementara dari sisi negatifnya, lanjut Bhima, tentu akan memberikan risiko adanya konflik kepentingan, karena dikhawatirkan pengawasannya menjadi tidak profesional dan seimbang.
Menurut Bhima, masuknya perwakilan industri ke dalam struktur dewan pengawas keuangan suatu negara, sebetulnya bisa dilakukan. Hal tersebut terjadi di Amerika Serikat (AS), namun syaratnya ketat.
"Salah satunya selama dua tahun pejabat tersebut tidak melakukan pengawasan terhadap sektor industri tempat mereka bekerja dulu, atau dikatakan melakukan pengawasan di bidang lainnya," kata Bhima.
Selain itu, anggota dewan pengawas keuangan yang terpilih tersebut juga diwajibkan untuk melepaskan seluruh kepemilikan saham yang ia miliki terkait industri keuangan.
"Cara lainnya adalah dengan cara melepaskan seluruh kepemilikan saham di industri jasa keuangan yang dimiliki, sehingga dia betul-betul fair dan berpihak pada regulasi, sehingga menjadi wasit yang sesungguhnya," ujar Bhima.
Senada dengan Bhima, praktisi keuangan dan CEO Fath Capital Muliandy Nasution turut melihat adanya potensi “perlakuan khusus” dari komisioner OJK terpilih terhadap kepentingan perusahaan tertentu jika komisioner tersebut sebelumnya bekerja pada suatu perusahaan swasta, khususnya perusahaan swasta yang terafiliasi dengan konglomerasi.
"Dari antara 29 calon anggota komisioner OJK yang terpilih ke tahap selanjutnya, masih ada calon yang masih aktif terafiliasi dengan konglomerasi tertentu, dalam artian bekerja dengan posisi strategis pada perusahaan swasta yang terafiliasi perusahaan konglomerasi," ujar Muliandy.
Menurut Muliandy, hal tersebut tentu perlu menjadi catatan dan jangan sampai ada anggota dewan komisioner OJK nanti yang dipersepsikan sebagai titipan atau perpanjangan tangan dari konglomerasi tertentu, sehingga berpotensi melahirkan hegemoni kepentingan kelompok tersebut.
Ia menilai, sudah menjadi tugas pansel untuk mencegah hal tersebut terjadi, sehingga siapapun anggota dewan komisioner OJK nanti benar-benar bersikap profesional, objektif, independen, dan bebas intervensi dari kepentingan konglomerasi.
"Patut dihindari jangan sampai fungsi pengawasan, penindakan, pengaturan dan perumusan kebijakan OJK nanti menjadi terkompromi akibat keberpihakan pada kepentingan institusi swasta atau konglomerasi tertentu. Tentunya diharapkan tim pansel memiliki profesionalisme dan ketegasan untuk mencegah hal ini terjadi," kata Muliandy.
Seleksi Anggota DK OJK Pperiode 2022–2027 terus berlangsung. Hingga tahap III, sebanyak 29 kandidat lolos untuk mengikuti seleksi tahap berikutnya. Sejumlah nama yang lolos tersebut berasal dari latar belakang yang beragam, mulai dari pejabat negara, pejabat BUMN, hingga pejabat swasta.
"Positifnya adalah memiliki expertise pengalaman di bidang technical, atau praktisi di bidang keuangan. Ini bisa memberikan kemampuan bagi OJK untuk beradaptasi, terutama dari sisi kemampuan digital," ujar Bhima dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Sementara dari sisi negatifnya, lanjut Bhima, tentu akan memberikan risiko adanya konflik kepentingan, karena dikhawatirkan pengawasannya menjadi tidak profesional dan seimbang.
Menurut Bhima, masuknya perwakilan industri ke dalam struktur dewan pengawas keuangan suatu negara, sebetulnya bisa dilakukan. Hal tersebut terjadi di Amerika Serikat (AS), namun syaratnya ketat.
"Salah satunya selama dua tahun pejabat tersebut tidak melakukan pengawasan terhadap sektor industri tempat mereka bekerja dulu, atau dikatakan melakukan pengawasan di bidang lainnya," kata Bhima.
Selain itu, anggota dewan pengawas keuangan yang terpilih tersebut juga diwajibkan untuk melepaskan seluruh kepemilikan saham yang ia miliki terkait industri keuangan.
"Cara lainnya adalah dengan cara melepaskan seluruh kepemilikan saham di industri jasa keuangan yang dimiliki, sehingga dia betul-betul fair dan berpihak pada regulasi, sehingga menjadi wasit yang sesungguhnya," ujar Bhima.
Senada dengan Bhima, praktisi keuangan dan CEO Fath Capital Muliandy Nasution turut melihat adanya potensi “perlakuan khusus” dari komisioner OJK terpilih terhadap kepentingan perusahaan tertentu jika komisioner tersebut sebelumnya bekerja pada suatu perusahaan swasta, khususnya perusahaan swasta yang terafiliasi dengan konglomerasi.
"Dari antara 29 calon anggota komisioner OJK yang terpilih ke tahap selanjutnya, masih ada calon yang masih aktif terafiliasi dengan konglomerasi tertentu, dalam artian bekerja dengan posisi strategis pada perusahaan swasta yang terafiliasi perusahaan konglomerasi," ujar Muliandy.
Menurut Muliandy, hal tersebut tentu perlu menjadi catatan dan jangan sampai ada anggota dewan komisioner OJK nanti yang dipersepsikan sebagai titipan atau perpanjangan tangan dari konglomerasi tertentu, sehingga berpotensi melahirkan hegemoni kepentingan kelompok tersebut.
Ia menilai, sudah menjadi tugas pansel untuk mencegah hal tersebut terjadi, sehingga siapapun anggota dewan komisioner OJK nanti benar-benar bersikap profesional, objektif, independen, dan bebas intervensi dari kepentingan konglomerasi.
"Patut dihindari jangan sampai fungsi pengawasan, penindakan, pengaturan dan perumusan kebijakan OJK nanti menjadi terkompromi akibat keberpihakan pada kepentingan institusi swasta atau konglomerasi tertentu. Tentunya diharapkan tim pansel memiliki profesionalisme dan ketegasan untuk mencegah hal ini terjadi," kata Muliandy.
Seleksi Anggota DK OJK Pperiode 2022–2027 terus berlangsung. Hingga tahap III, sebanyak 29 kandidat lolos untuk mengikuti seleksi tahap berikutnya. Sejumlah nama yang lolos tersebut berasal dari latar belakang yang beragam, mulai dari pejabat negara, pejabat BUMN, hingga pejabat swasta.