Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) akan memperkuat peranannya dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional melalui keuangan digital dengan menyasar masyarakat dan usaha produktif masyarakat yang belum terlayani dan tersentuh layanan keuangan konvensional.

Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan, pihaknya akan memperkokoh dan memperkuat program kerja AFPI pada 2022 sehingga selalu relevan dengan perkembangan kondisi industri kala pemulihan ekonomi meskipun pandemi COVID-19 hingga 2022 masih berlangsung.

"Di tengah tantangan pandemi COVID-19 yang masing berlangsung hingga saat ini, fintech lending turut mengambil peran dalam proses pemulihan ekonomi," ujar Adrian dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

Hal itu, lanjut Adrian, dapat dilihat dari total akumulasi pembiayaan sebesar Rp295,85 triliun dan nilai pendanaan yang masih berjalan atau outstanding pinjaman sebesar Rp29,88 triliun hingga Desember 2021. Selain itu, pembiayaan kepada UMKM menyumbang rata-rata 52,44 persen dari total pembiayaan pada 2021.

AFPI yang memiliki 103 anggota yang sudah berizin OJK baru-baru ini menggelar rapat kerja nasional 2022 yang bertemakan “Recovery Together Through Collaboration” yang berfokus pada penguatan hubungan antara pelaku industri dan regulator guna menghadapi tantangan secara bersama kedepannya bagi industri fintech P2P lending, salah satunya bahaya pinjaman online (pinjol) ilegal sebagai bentuk ancaman nyata dalam perkembangan industri ini.

Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menambahkan, sejumlah komitmen penting yang akan dilakukan asosiasi dan anggota dalam program kerja 2022 mulai dari penguatan struktur organisasi, turut aktif dalam advokasi kebijakan, peningkatan disiplin anggota, edukasi dan literasi sampai dengan program yang fokus terhadap pelayanan dan perlindungan konsumen, termasuk perihal pentingnya kolaborasi ekosistem pendukung yang akan memperkokoh bangunan industri fintech pendanaan ke depan.

"Rakernas menghasilkan sejumlah komitmen untuk menentukan fokus AFPI 2022-2023 yakni menyiapkan program visit untuk meningkatkan engagement dengan seluruh anggota, penguatan tim taskforce untuk penagihan tidak beretika dengan menyiapkan daftar blacklist yang dapat diakses semua anggota, penerapan biaya 0,4 persen yang akan direview secara berkala hingga pemberlakuan lending robo yang akan diupayakan," ujar Kuseryansyah.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi menyampaikan, pandemi telah mengajarkan bahwa digitalisasi di sektor keuangan menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, OJK terus berkomitmen mendukung seluruh aspek digitalisasi termasuk mendorong pertumbuhan fintech pendanaan ini untuk terus tumbuh positif.

"Hal ini memperlihatkan fintech pendanaan masih dibutuhkan masyarakat khususnya sektor informal yang belum terlayani dan memiliki peran dalam berbagai kegiatan ekonomi yang belum tersentuh keuangan lain. Kami berharap AFPI perlu terus mendorong peningkatan kualitas industri, perbaikan layanan, dan perlindungan konsumen agar bisa tetap menjaga kelangsungan dan kepercayaan masyarakat semakin tinggi terhadap fintech pendanaan," ujar Riswinandi.

Kepala Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Kadin Bambang P.S. Brojonegoro mengatakan, pertumbuhan ekonomi digital terus mengalami pertumbuhan selama pandemi baik di Indonesia maupun regional.

Kolaborasi dalam berbagai sektor tentunya dapat meningkatkan kapabilitas fintech pendanaan dalam membantu percepatan ekonomi. Regulator, komunitas, dan pendidikan menjadi mitra kolaborasi penting bagi fintech pendanaan untuk terus diperkuat kolaborasinya.

"Bersama regulator untuk membuat regulasi sehingga ruang bagi inovasi dapat terus berkembang dan bertanggung jawab. Sementara itu untuk komunitas dan pendidikan, fintech pendanaan perlu memperluas penetrasinya untuk menjangkau lebih banyak masyarakat yang underserved dan underbanked dan perlu menyusun program yang tepat dalam peningkatan literasi keuangan digital nasional," ujar Bambang.

Pewarta : Citro Atmoko
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024