Sampit (ANTARA) - Anggota DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Darmawati mengingatkan perusahaan perkebunan kelapa sawit di sempadan sungai karena dikhawatirkan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.
"Aturan juga melarang hal itu. Makanya pemerintah daerah perlu mengingatkan dan mengawasi agar jangan sampai itu terjadi. Kalau ada yang melanggar aturan ini maka pemerintah wajib bertindak tegas menjalankan aturan," kata Darmawati di Sampit, Selasa.
Larangan menanam kelapa sawit di sempadan sungai diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Aturan ini masih berlaku sehingga wajib dipatuhi.
Aturan tersebut mengatur beberapa hal seperti definisi ruang sungai, pengelolaan sungai termasuk konservasi sungai, pengembangan sungai dan pengendalian daya rusak sungai, perizinan, sistem informasi sungai, serta pemberdayaan masyarakat menjelaskan bahwa sungai harus ada buffer zone atau kawasan penyangga. Untuk itu di sempadan sungai tidak boleh ditanami sawit, baik oleh masyarakat maupun perusahaan.
Baca juga: DPRD Kotim berharap program sertifikasi tanah gratis berkelanjutan
Peraturan menegaskan bahwa dilarang menanam sawit atau tumbuh-tumbuhan yang menyerap air di daerah buffer zone sesuai dengan sempadan sungai. Kawasan penyangga ini selebar 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter untuk sungai kecil.
Menurut Darmawati, pengawasan masalah ini sangat mudah karena bisa dilihat dengan kasat mata. Tinggal keseriusan pemerintah dalam mengawasi dan menjalankan peraturan tersebut.
"Selain ada sanksi sesuai aturan, kalau ada yang menanam sawit di pinggir sungai dan masuk sempadan sungai, maka tidak boleh ada yang memanfaatkan atau menguasai, baik dari perusahaan maupun masyarakat," tegas Darmawati.
Jika ada sempadan sungai yang sudah ditanami kelapa sawit oleh masyarakat atau perusahaan maka harus dikembalikan ke fungsi asal yakni dihutankan. Perusahaan perkebunan yang menanam tidak boleh menebangnya dan pohon sawit itu akan dibiarkan tetap tumbuh tanpa boleh dipanen hingga kawasan itu menjadi seperti hutan.
Baca juga: Legislator Kotim: Meningkatnya banjir jadi gambaran kerusakan lingkungan
Baca juga: Fasilitas pemadam kebakaran Kotim harus dilengkapi antisipasi karhutla
Baca juga: Petani Kotim perlu kemudahan mendapatkan pupuk bersubsidi
"Aturan juga melarang hal itu. Makanya pemerintah daerah perlu mengingatkan dan mengawasi agar jangan sampai itu terjadi. Kalau ada yang melanggar aturan ini maka pemerintah wajib bertindak tegas menjalankan aturan," kata Darmawati di Sampit, Selasa.
Larangan menanam kelapa sawit di sempadan sungai diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Aturan ini masih berlaku sehingga wajib dipatuhi.
Aturan tersebut mengatur beberapa hal seperti definisi ruang sungai, pengelolaan sungai termasuk konservasi sungai, pengembangan sungai dan pengendalian daya rusak sungai, perizinan, sistem informasi sungai, serta pemberdayaan masyarakat menjelaskan bahwa sungai harus ada buffer zone atau kawasan penyangga. Untuk itu di sempadan sungai tidak boleh ditanami sawit, baik oleh masyarakat maupun perusahaan.
Baca juga: DPRD Kotim berharap program sertifikasi tanah gratis berkelanjutan
Peraturan menegaskan bahwa dilarang menanam sawit atau tumbuh-tumbuhan yang menyerap air di daerah buffer zone sesuai dengan sempadan sungai. Kawasan penyangga ini selebar 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter untuk sungai kecil.
Menurut Darmawati, pengawasan masalah ini sangat mudah karena bisa dilihat dengan kasat mata. Tinggal keseriusan pemerintah dalam mengawasi dan menjalankan peraturan tersebut.
"Selain ada sanksi sesuai aturan, kalau ada yang menanam sawit di pinggir sungai dan masuk sempadan sungai, maka tidak boleh ada yang memanfaatkan atau menguasai, baik dari perusahaan maupun masyarakat," tegas Darmawati.
Jika ada sempadan sungai yang sudah ditanami kelapa sawit oleh masyarakat atau perusahaan maka harus dikembalikan ke fungsi asal yakni dihutankan. Perusahaan perkebunan yang menanam tidak boleh menebangnya dan pohon sawit itu akan dibiarkan tetap tumbuh tanpa boleh dipanen hingga kawasan itu menjadi seperti hutan.
Baca juga: Legislator Kotim: Meningkatnya banjir jadi gambaran kerusakan lingkungan
Baca juga: Fasilitas pemadam kebakaran Kotim harus dilengkapi antisipasi karhutla
Baca juga: Petani Kotim perlu kemudahan mendapatkan pupuk bersubsidi