Jakarta (ANTARA) - Pakar kesehatan yang juga Direktur Pasca-Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan peningkatan tren kasus COVID-19 di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir perlu disikapi dengan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui pangkal masalahnya.
"COVID-19 jelas memang masih pandemi, sebagaimana disampaikan pimpinan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada pertemuan kesehatan sedunia 22 Mei 2022. Tegasnya, kebijakan memang harus diputuskan dengan amat hati-hati dengan melihat kenyataan yang ada," kata Tjandra Yoga Aditama melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia membenarkan bahwa kenaikan kasus saat ini masih berada di bawah indikator WHO, sehingga situasi masih belum membahayakan.
Tapi dalam kesehatan masyarakat, kata Tjandra, yang perlu dilihat bukan hanya angka mutlak sesaat, tetapi juga mempertimbangkan tren laju kasus.
"Sudah jelas sekarang kita berhadapan dengan tren yang meningkat. Sudah sampai dua kali lipat," ujarnya.
Karena itu, Tjandra mendorong seluruh otoritas terkait untuk mewaspadai situasi serta melakukan tindakan yang jelas.
"Segera melakukan analisa, kenapa ada kenaikan sampai dua kali lipat ini, apakah karena BA.4 dan BA.5 atau varian maupun sub-varian lain. Atau masih merupakan dampak libur Lebaran yang sudah hampir dua bulan berlalu, atau ada sebab lain," katanya.
Selain itu, Tjandra juga mendorong dilakukan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mengetahui tentang ada tidaknya varian atau subvarian baru.
"Pemeriksaan WGS harus ditambah jumlahnya, bukan hanya untuk tamu acara internasional di Bali dan lainnya," katanya.
Tjandra mengatakan prinsip dasar survailens berupa penyelidikan epidemiologi (PE) dan penelusuran kasus harus tetap diterapkan dengan ketat.
"Misalnya, jumlah kasus baru kemarin sekitar 600 orang, dan sebaiknya semuanya di lakukan PE, toh jumlahnya belum terlalu banyak," katanya.
Jika sudah ditemukan penjelasan penyebab kasus naik berdasarkan data ilmiahnya yang rinci, kata Tjandra, maka segera diinformasikan ke publik agar masyarakat dapat mengambil sikap secara proporsional.
Kepada masyarakat, Tjandra mengimbau agar tetap menjaga protokol kesehatan sesuai aturan yang berlaku dan jangan abai. "Kalau ada keluhan, atau ada kemungkinan kontak, maka segera memeriksakan diri dan melakukan tes," katanya.
Jika dinyatakan tertular, maka segera mengakses penanganan medis yang tepat, diisolasi agar tidak menulari keluarga dan kerabat, lansia dan mereka dengan komorbid.
Untuk yang belum divaksin dan booster, Tjandra meminta agar hal itu disegerakan, khususnya mereka dengan risiko tinggi.
"Tren kenaikan kasus ini jelas tidak bisa dipandang sebagai biasa-biasa saja, tetapi juga jangan disikapi dengan kepanikan tanpa dasar yang jelas. Ini adalah alarm kewaspadaan. Mudah-mudahan dengan penanganan yang tepat di hari-hari ini maka situasi akan dapat lebih terkendali," katanya.
"COVID-19 jelas memang masih pandemi, sebagaimana disampaikan pimpinan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada pertemuan kesehatan sedunia 22 Mei 2022. Tegasnya, kebijakan memang harus diputuskan dengan amat hati-hati dengan melihat kenyataan yang ada," kata Tjandra Yoga Aditama melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia membenarkan bahwa kenaikan kasus saat ini masih berada di bawah indikator WHO, sehingga situasi masih belum membahayakan.
Tapi dalam kesehatan masyarakat, kata Tjandra, yang perlu dilihat bukan hanya angka mutlak sesaat, tetapi juga mempertimbangkan tren laju kasus.
"Sudah jelas sekarang kita berhadapan dengan tren yang meningkat. Sudah sampai dua kali lipat," ujarnya.
Karena itu, Tjandra mendorong seluruh otoritas terkait untuk mewaspadai situasi serta melakukan tindakan yang jelas.
"Segera melakukan analisa, kenapa ada kenaikan sampai dua kali lipat ini, apakah karena BA.4 dan BA.5 atau varian maupun sub-varian lain. Atau masih merupakan dampak libur Lebaran yang sudah hampir dua bulan berlalu, atau ada sebab lain," katanya.
Selain itu, Tjandra juga mendorong dilakukan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) untuk mengetahui tentang ada tidaknya varian atau subvarian baru.
"Pemeriksaan WGS harus ditambah jumlahnya, bukan hanya untuk tamu acara internasional di Bali dan lainnya," katanya.
Tjandra mengatakan prinsip dasar survailens berupa penyelidikan epidemiologi (PE) dan penelusuran kasus harus tetap diterapkan dengan ketat.
"Misalnya, jumlah kasus baru kemarin sekitar 600 orang, dan sebaiknya semuanya di lakukan PE, toh jumlahnya belum terlalu banyak," katanya.
Jika sudah ditemukan penjelasan penyebab kasus naik berdasarkan data ilmiahnya yang rinci, kata Tjandra, maka segera diinformasikan ke publik agar masyarakat dapat mengambil sikap secara proporsional.
Kepada masyarakat, Tjandra mengimbau agar tetap menjaga protokol kesehatan sesuai aturan yang berlaku dan jangan abai. "Kalau ada keluhan, atau ada kemungkinan kontak, maka segera memeriksakan diri dan melakukan tes," katanya.
Jika dinyatakan tertular, maka segera mengakses penanganan medis yang tepat, diisolasi agar tidak menulari keluarga dan kerabat, lansia dan mereka dengan komorbid.
Untuk yang belum divaksin dan booster, Tjandra meminta agar hal itu disegerakan, khususnya mereka dengan risiko tinggi.
"Tren kenaikan kasus ini jelas tidak bisa dipandang sebagai biasa-biasa saja, tetapi juga jangan disikapi dengan kepanikan tanpa dasar yang jelas. Ini adalah alarm kewaspadaan. Mudah-mudahan dengan penanganan yang tepat di hari-hari ini maka situasi akan dapat lebih terkendali," katanya.