Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperoleh informasi ada dugaan pihak-pihak tertentu yang sengaja memengaruhi saksi untuk tidak menerangkan dengan jujur dalam kasus dugaan pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun 2021.

"Dalam perkara ini, KPK memperoleh informasi dugaan terkait adanya pihak-pihak tertentu yang sengaja memengaruhi saksi untuk tidak menerangkan dengan jujur di hadapan penyidik KPK," ucap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Ali menegaskan bahwa siapa pun dilarang menghalangi proses penyidikan yang sedang KPK lakukan.

"KPK mengingatkan adanya ancaman pidana sebagaimana ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata dia.

Dalam penyidikan kasus itu, KPK memeriksa empat saksi untuk tersangka Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara Sukarman Loke (SL) dan kawan-kawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/6).

Empat saksi, yakni Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Muna Dahlan dan tiga PNS Kabupaten Muna masing-masing La Mahi, Hidayat, dan Lumban Gaol.

"Para saksi hadir dan dikonfirmasi, antara lain, terkait dengan pengusulan dana PEN untuk Kabupaten Muna yang diduga diurus tersangka SL," kata Ali.

Selain Sukarman, KPK menetapkan empat tersangka lain, yakni Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN), mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN), Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar (LMSA), dan LM Rusdianto Emba (LM RE) selaku wiraswasta yang juga adik Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba.

Dalam konstruksi perkara yang menjerat SL sebagai tersangka, KPK menjelaskan AMN selaku Bupati Kabupaten Kolaka Timur berkeinginan untuk bisa mendapatkan tambahan dana terkait kebutuhan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur.

Adapun agar prosesnya bisa segera dilakukan, maka AMN segera menghubungi LM RE yang dikenal memiliki banyak jaringan untuk memperlancar proses pengusulan dana tersebut.

KPK menyebut LM RE menjalin komunikasi dengan SL yang menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna di mana memiliki banyak kenalan di pemerintah pusat.

Berikutnya dilakukan pertemuan di salah satu restoran di Kota Kendari, Sultra, untuk membahas persiapan pengusulan dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur yang dihadiri AMN, SL, dan LM RE.

Sebab, salah satu syarat agar proses persetujuan pinjaman dana PEN dapat disetujui, yaitu adanya pertimbangan dari Kementerian Dalam Negeri khususnya dari Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah yang saat itu dijabat MAN.

Sementara itu, berdasarkan informasi SL, yang memiliki kedekatan dengan MAN adalah LMSA karena pernah menjadi teman seangkatan di STPDN.

Untuk langkah selanjutnya, AMN mempercayakan LM RE dan SK untuk menyiapkan seluruh kelengkapan administrasi pengusulan pinjaman dana PEN dengan nilai usulan dana pinjaman PEN yang diajukan ke Kementerian Keuangan senilai Rp350 miliar.

KPK menduga SL, LMSA, dan LM RE aktif memfasilitasi agenda pertemuan AMN dengan MAN di Jakarta dan dari pertemuan tersebut. MAN diduga bersedia menyetujui usulan pinjaman dana PEN Kabupaten Kolaka Timur dengan adanya pemberian sejumlah uang sebesar Rp2 miliar.

Proses pemberian uang dari AMN kepada MAN dilakukan melalui perantaraan LM RE, SL, dan LMSA di antaranya melalui transfer rekening bank dan penyerahan tunai.

Atas pembantuannya tersebut, KPK menduga SL dan LMSA menerima sejumlah uang dari AMN melalui LM RE sekitar Rp750 juta.

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024