Sampit (ANTARA) - Komisi IV DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menggelar rapat dengar pendapat untuk memfasilitasi penyelesaian tuntutan ganti rugi lahan oleh masyarakat di Kecamatan Telawang terhadap PT Mulia Agro Permai (MAP).
"Kami menghadirkan semua pihak terkait dengan harapan ada titik temu. Kita dengarkan penjelasan semua pihak. Tapi tentu bukan kami yang memutuskan. Kami hanya memfasilitasi," kata Ketua Komisi I Rimbun didampingi Sekretaris Komisi Ardiansyah di Sampit, Selasa.
Rapat dihadiri perwakilan warga yang dikoordinir Yono, kuasa hukum PT MAP, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur Diana Setiawan, perwakilan Badan Pertanahan Nasional, pemerintah Kecamatan, kepala desa dan lainnya.
Yono yang menerima kuasa dari pemilik tanah yaitu Edward Johan dan kawan-kawan, menjelaskan bahwa tuntutan ganti rugi lahan seluas 600 hektare itu sudah disampaikan sejak 2009. Sudah beberapa kali pertemuan digelar dan dijanjikan akan dibayar, namun hingga kini belum terealisasi.
Menurutnya, masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani selaku pemilik lahan berharap ada ketegasan dari pihak perusahaan. Masyarakat tidak ingin sengketa ini berlarut-larut.
"Sempat difasilitasi akan diganti tanah yang dibikin jalan, tetapi ternyata belum ada realisasi juga. Intinya masyarakat meminta ketegasan. Kalau tidak mau mengganti rugi, kembalikan tanah itu agar dikelola kembali oleh masyarakat," tegas Yono.
Sementara itu kuasa hukum PT MAP, Yasmin menjelaskan, dari hasil pendataan di lapangan, hanya sekitar 100 hektare yang dikuasai masyarakat yaitu Kelompok Tani Pembudidaya Rotan, sedangkan 500 hektare sisanya masih hutan belantara.
Baca juga: Legislator Kotim minta penindakan tegas truk ngebut dalam kota
Atas dasar itulah PT MAP memberikan ganti rugi kepada pada warga pemilik lahan pada 20 Desember 2006 dinilai secara borongan dengan total Rp40 juta. Ganti rugi itu juga diterima oleh Edward Johan yang saat itu menguasakan kepada seorang warga bernama Kakal.
"Kita sudah melakukan pembayaran. Kita ada data, termasuk atas nama Edward Johan ada sembilan hektare. Sisanya yang 500 hektare sisanya itu hutan belantara, ujar Yasmin.
Pernyataan itu kemudian ditanggapi oleh putra Edward Johan yang hadir dalam rapat tersebut. Dia tampak ragu dengan penjelasan itu dengan alasan tidak pernah mendengar terkait ganti rugi yang dikuasakan kepada Kakal.
Menanggapi itu, Ketua Komisi I Rimbun menengahi dengan meminta masalah ini ditelusuri. Tujuannya untuk memudahkan penyelesaian masalah karena pihak perusahaan menyatakan sudah ada ganti rugi.
"Kami juga kaget dan baru mendengar ini ternyata Pak Edward Johan ada memberikan kuasa kepada Kakal. Kami minta ini diklarifikasi dulu supaya permasalahannya jelas sehingga penyelesaiannya lebih mudah," demikian Rimbun.
Sementara itu, pembahasan tuntutan ganti rugi ini rencananya akan dibahas kembali. DPRD berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan baik atas kesediaan semua pihak.
Baca juga: Pemkab Kotim diminta bantu penerangan desa
Baca juga: Legislator Kotim prihatin atap asrama mahasiswi bocor
Baca juga: Penanganan angkutan berat di Kotim perlu keseriusan bersama
"Kami menghadirkan semua pihak terkait dengan harapan ada titik temu. Kita dengarkan penjelasan semua pihak. Tapi tentu bukan kami yang memutuskan. Kami hanya memfasilitasi," kata Ketua Komisi I Rimbun didampingi Sekretaris Komisi Ardiansyah di Sampit, Selasa.
Rapat dihadiri perwakilan warga yang dikoordinir Yono, kuasa hukum PT MAP, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur Diana Setiawan, perwakilan Badan Pertanahan Nasional, pemerintah Kecamatan, kepala desa dan lainnya.
Yono yang menerima kuasa dari pemilik tanah yaitu Edward Johan dan kawan-kawan, menjelaskan bahwa tuntutan ganti rugi lahan seluas 600 hektare itu sudah disampaikan sejak 2009. Sudah beberapa kali pertemuan digelar dan dijanjikan akan dibayar, namun hingga kini belum terealisasi.
Menurutnya, masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani selaku pemilik lahan berharap ada ketegasan dari pihak perusahaan. Masyarakat tidak ingin sengketa ini berlarut-larut.
"Sempat difasilitasi akan diganti tanah yang dibikin jalan, tetapi ternyata belum ada realisasi juga. Intinya masyarakat meminta ketegasan. Kalau tidak mau mengganti rugi, kembalikan tanah itu agar dikelola kembali oleh masyarakat," tegas Yono.
Sementara itu kuasa hukum PT MAP, Yasmin menjelaskan, dari hasil pendataan di lapangan, hanya sekitar 100 hektare yang dikuasai masyarakat yaitu Kelompok Tani Pembudidaya Rotan, sedangkan 500 hektare sisanya masih hutan belantara.
Baca juga: Legislator Kotim minta penindakan tegas truk ngebut dalam kota
Atas dasar itulah PT MAP memberikan ganti rugi kepada pada warga pemilik lahan pada 20 Desember 2006 dinilai secara borongan dengan total Rp40 juta. Ganti rugi itu juga diterima oleh Edward Johan yang saat itu menguasakan kepada seorang warga bernama Kakal.
"Kita sudah melakukan pembayaran. Kita ada data, termasuk atas nama Edward Johan ada sembilan hektare. Sisanya yang 500 hektare sisanya itu hutan belantara, ujar Yasmin.
Pernyataan itu kemudian ditanggapi oleh putra Edward Johan yang hadir dalam rapat tersebut. Dia tampak ragu dengan penjelasan itu dengan alasan tidak pernah mendengar terkait ganti rugi yang dikuasakan kepada Kakal.
Menanggapi itu, Ketua Komisi I Rimbun menengahi dengan meminta masalah ini ditelusuri. Tujuannya untuk memudahkan penyelesaian masalah karena pihak perusahaan menyatakan sudah ada ganti rugi.
"Kami juga kaget dan baru mendengar ini ternyata Pak Edward Johan ada memberikan kuasa kepada Kakal. Kami minta ini diklarifikasi dulu supaya permasalahannya jelas sehingga penyelesaiannya lebih mudah," demikian Rimbun.
Sementara itu, pembahasan tuntutan ganti rugi ini rencananya akan dibahas kembali. DPRD berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan baik atas kesediaan semua pihak.
Baca juga: Pemkab Kotim diminta bantu penerangan desa
Baca juga: Legislator Kotim prihatin atap asrama mahasiswi bocor
Baca juga: Penanganan angkutan berat di Kotim perlu keseriusan bersama