London/Dubai (ANTARA) - Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pembicaraan dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei di Teheran, Selasa (19/7), dalam lawatan pertamanya ke luar negeri sejak Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari.
Lawatan Putin yang hanya berselang beberapa hari setelah Presiden AS Joe Biden mengunjungi Israel dan Arab Saudi, mengirimkan pesan kuat ke Barat tentang rencana Moskow untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Iran, China, dan India untuk menghadapi sanksi Barat.
Menyerukan kerja sama jangka panjang Iran-Rusia, Khamenei mengatakan kepada Putin bahwa kedua negara perlu tetap waspada terhadap "muslihat Barat", menurut laporan televisi pemerintah Iran.
Dia mengatakan Putin telah memastikan Rusia "mempertahankan kemandiriannya" dari AS dan bahwa negara-negara harus mulai menggunakan mata uang nasional mereka sendiri dalam perdagangan.
"Dolar AS harus secara bertahap ditarik dari perdagangan global, dan ini dapat dilakukan secara bertahap," kata Khamenei selama pertemuan yang berlangsung di ruang putih sederhana yang dilengkapi bendera Iran dan potret mendiang pemimpin revolusioner Ayatullah Khomeini.
Terlepas dari penderitaan yang dialami orang-orang biasa dalam perang, Khamenei mengatakan Moskow memiliki sedikit pilihan di Ukraina.
"Jika Anda tidak mengambil inisiatif, pihak lain (Barat) akan menyebabkan perang atas inisiatifnya sendiri," kata dia kepada Putin.
Bagi Iran, yang juga kesal dengan sanksi ekonomi Barat dan berselisih dengan AS atas program nuklir Teheran dan berbagai masalah lainnya, kunjungan Putin dilakukan pada waktu yang tepat.
Para pemimpin Republik Islam itu ingin memperkuat hubungan strategis dengan Rusia melawan blok Arab-Israel yang didukung AS. Pasalnya, blok negara Teluk itu dapat menggeser bandul kekuatan Timur Tengah menjauh dari Iran.
Didorong oleh harga minyak yang tinggi sejak perang Ukraina, Iran meyakini bahwa dengan dukungan Rusia, Teheran bisa menekan Washington untuk menawarkan konsesi sebagai imbalan atas negosiasi ulang kesepakatan nuklir 2015.
Namun, peningkatan hubungan Moskow-Beijing dalam beberapa bulan terakhir telah secara signifikan mengurangi ekspor minyak mentah Iran ke China, sumber pendapatan utama bagi Teheran sejak mantan presiden AS Donald Trump memberlakukan kembali sanksi pada 2018.
Menjelang kedatangan Putin, Perusahaan Minyak Nasional Iran (NIOC) dan produsen gas Rusia Gazprom menandatangani nota kesepahaman senilai sekitar 40 miliar dolar AS (sekitar Rp599,38 triliun).
Putin hanya melakukan beberapa perjalanan ke luar negeri dalam beberapa tahun terakhir karena pandemi COVID-19 dan krisis Ukraina.
Perjalanan terakhirnya ke luar negara bekas Uni Soviet itu adalah ke China pada Februari lalu.
Sementara itu, Washington mengatakan perjalanan Putin ke Teheran menunjukkan betapa terisolasinya Rusia setelah serangannya ke Ukraina.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Lawatan Putin yang hanya berselang beberapa hari setelah Presiden AS Joe Biden mengunjungi Israel dan Arab Saudi, mengirimkan pesan kuat ke Barat tentang rencana Moskow untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan Iran, China, dan India untuk menghadapi sanksi Barat.
Menyerukan kerja sama jangka panjang Iran-Rusia, Khamenei mengatakan kepada Putin bahwa kedua negara perlu tetap waspada terhadap "muslihat Barat", menurut laporan televisi pemerintah Iran.
Dia mengatakan Putin telah memastikan Rusia "mempertahankan kemandiriannya" dari AS dan bahwa negara-negara harus mulai menggunakan mata uang nasional mereka sendiri dalam perdagangan.
"Dolar AS harus secara bertahap ditarik dari perdagangan global, dan ini dapat dilakukan secara bertahap," kata Khamenei selama pertemuan yang berlangsung di ruang putih sederhana yang dilengkapi bendera Iran dan potret mendiang pemimpin revolusioner Ayatullah Khomeini.
Terlepas dari penderitaan yang dialami orang-orang biasa dalam perang, Khamenei mengatakan Moskow memiliki sedikit pilihan di Ukraina.
"Jika Anda tidak mengambil inisiatif, pihak lain (Barat) akan menyebabkan perang atas inisiatifnya sendiri," kata dia kepada Putin.
Bagi Iran, yang juga kesal dengan sanksi ekonomi Barat dan berselisih dengan AS atas program nuklir Teheran dan berbagai masalah lainnya, kunjungan Putin dilakukan pada waktu yang tepat.
Para pemimpin Republik Islam itu ingin memperkuat hubungan strategis dengan Rusia melawan blok Arab-Israel yang didukung AS. Pasalnya, blok negara Teluk itu dapat menggeser bandul kekuatan Timur Tengah menjauh dari Iran.
Didorong oleh harga minyak yang tinggi sejak perang Ukraina, Iran meyakini bahwa dengan dukungan Rusia, Teheran bisa menekan Washington untuk menawarkan konsesi sebagai imbalan atas negosiasi ulang kesepakatan nuklir 2015.
Namun, peningkatan hubungan Moskow-Beijing dalam beberapa bulan terakhir telah secara signifikan mengurangi ekspor minyak mentah Iran ke China, sumber pendapatan utama bagi Teheran sejak mantan presiden AS Donald Trump memberlakukan kembali sanksi pada 2018.
Menjelang kedatangan Putin, Perusahaan Minyak Nasional Iran (NIOC) dan produsen gas Rusia Gazprom menandatangani nota kesepahaman senilai sekitar 40 miliar dolar AS (sekitar Rp599,38 triliun).
Putin hanya melakukan beberapa perjalanan ke luar negeri dalam beberapa tahun terakhir karena pandemi COVID-19 dan krisis Ukraina.
Perjalanan terakhirnya ke luar negara bekas Uni Soviet itu adalah ke China pada Februari lalu.
Sementara itu, Washington mengatakan perjalanan Putin ke Teheran menunjukkan betapa terisolasinya Rusia setelah serangannya ke Ukraina.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani