Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menyebutkan peserta pemilu boleh berkampanye di kampus namun dengan beberapa catatan yang harus dipenuhi.
"Nah pertanyaannya apakah boleh dilakukan di mana saja?. Untuk kampanye boleh di mana saja, termasuk dalam kamus dan pesantren, tapi ingat ada catatannya," kata Hasyim Asy'ari di Jakarta Sabtu.
Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 Ayat 1 huruf H, kata Hasyim, larangan soal kampanye, yakni pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, ibadah, dan tempat pendidikan.
Baca juga: Ketua KPU RI optimistis partisipasi pemilih Pemilu 2024 meningkat dibanding 2019
Kemudian, lanjut Hasyim, penjelasan pasalnya menyebutkan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
"Jadi kampanye di kampus itu boleh dengan catatan yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaganya, boleh (kampanye)," kata dia.
Tidak hanya sampai di situ, catatan lainnya, menurut Hasyim, setiap peserta pemilu harus diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama jika berkampanye di kampus.
Baca juga: Ketua KPU: Kampanye politik boleh dilakukan di lingkungan kampus
"Termasuk harus memperlakukan sama, kalau capres ada dua ya dua-duanya diberikan kesempatan. Kalau capresnya ada tiga ya diberi kesempatan semuanya. Kalau partainya ada 16, ya ke-16 partai diberikan kesempatan sama semua," kata Hasyim.
Kesempatan kampanye yang diberikan, papar dia, harus sama, baik soal jadwal, durasi, hingga frekuensi kampanye yang dilakukan peserta pemilu.
"Demikian pula durasi dan frekuensinya. Frekuensinya, misalnya sekali datang, durasinya dua jam, maka ya semuanya sama dua jam. Mau dipakai satu jam oleh peserta boleh, tapi kalau lebih dari dua jam itu yang tidak boleh," kata dia.
Baca juga: KPU Kalteng ajak masyarakat gunakan aplikasi cek daftar pemilih
Artinya, menurut Hasyim, sesuai aturan perundang-undangan kampanye di kampus diperbolehkan jika terpenuhi unsur-unsur seperti diundang oleh rektor, tidak menggunakan atribut peserta pemilu, dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk setiap calon.
"Kalau saya menyatakan kampanye di kampus boleh apa nggak ? Boleh. Wong mahasiswanya pemilih, dosen-dosennya juga pemilih, ingin tahu dong siapa capresnya, siapa calon DPR-nya, visi-misinya seperti apa, apa janji-janjinya, visi-misinya untuk pengembangan dunia akademik kan perlu diketahui dan perlu di-'challenge, dan perlu dipertanyakan pula," ujarnya.
Baca juga: Mantan Komisioner dan Sekretaris KPU Kapuas ditetapkan jadi tersangka dugaan korupsi
Baca juga: KPU Kalteng tetapkan daftar pemilih berkelanjutan sebanyak 1,7 juta orang
Baca juga: Ketua KPU Kapuas berganti dan dijabat pelaksana tugas, berikut penjelasannya
"Nah pertanyaannya apakah boleh dilakukan di mana saja?. Untuk kampanye boleh di mana saja, termasuk dalam kamus dan pesantren, tapi ingat ada catatannya," kata Hasyim Asy'ari di Jakarta Sabtu.
Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 Ayat 1 huruf H, kata Hasyim, larangan soal kampanye, yakni pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, ibadah, dan tempat pendidikan.
Baca juga: Ketua KPU RI optimistis partisipasi pemilih Pemilu 2024 meningkat dibanding 2019
Kemudian, lanjut Hasyim, penjelasan pasalnya menyebutkan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
"Jadi kampanye di kampus itu boleh dengan catatan yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaganya, boleh (kampanye)," kata dia.
Tidak hanya sampai di situ, catatan lainnya, menurut Hasyim, setiap peserta pemilu harus diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama jika berkampanye di kampus.
Baca juga: Ketua KPU: Kampanye politik boleh dilakukan di lingkungan kampus
"Termasuk harus memperlakukan sama, kalau capres ada dua ya dua-duanya diberikan kesempatan. Kalau capresnya ada tiga ya diberi kesempatan semuanya. Kalau partainya ada 16, ya ke-16 partai diberikan kesempatan sama semua," kata Hasyim.
Kesempatan kampanye yang diberikan, papar dia, harus sama, baik soal jadwal, durasi, hingga frekuensi kampanye yang dilakukan peserta pemilu.
"Demikian pula durasi dan frekuensinya. Frekuensinya, misalnya sekali datang, durasinya dua jam, maka ya semuanya sama dua jam. Mau dipakai satu jam oleh peserta boleh, tapi kalau lebih dari dua jam itu yang tidak boleh," kata dia.
Baca juga: KPU Kalteng ajak masyarakat gunakan aplikasi cek daftar pemilih
Artinya, menurut Hasyim, sesuai aturan perundang-undangan kampanye di kampus diperbolehkan jika terpenuhi unsur-unsur seperti diundang oleh rektor, tidak menggunakan atribut peserta pemilu, dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk setiap calon.
"Kalau saya menyatakan kampanye di kampus boleh apa nggak ? Boleh. Wong mahasiswanya pemilih, dosen-dosennya juga pemilih, ingin tahu dong siapa capresnya, siapa calon DPR-nya, visi-misinya seperti apa, apa janji-janjinya, visi-misinya untuk pengembangan dunia akademik kan perlu diketahui dan perlu di-'challenge, dan perlu dipertanyakan pula," ujarnya.
Baca juga: Mantan Komisioner dan Sekretaris KPU Kapuas ditetapkan jadi tersangka dugaan korupsi
Baca juga: KPU Kalteng tetapkan daftar pemilih berkelanjutan sebanyak 1,7 juta orang
Baca juga: Ketua KPU Kapuas berganti dan dijabat pelaksana tugas, berikut penjelasannya