Jakarta (ANTARA) - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) ditujukan untuk jangka panjang dan bukan hanya untuk beberapa tahun ke depan saja.
"(Penyesuaian harga BBM) ini tidak bisa dilihat dari satu periode presiden, namun jangka panjang yang berkelanjutan," ujar Sudirman dalam diskusi bertajuk "Politik Bantalan Sosial dan Rem Darurat Subsidi BBM" yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan subsidi BBM lebih baik direalokasikan untuk kebutuhan yang lebih produktif, seperti pembangunan sumber energi baru terbarukan (EBT), sehingga bisa mengurangi ketergantungan akan energi fosil, sekaligus memaksimalkan potensi sumber daya alam di Indonesia.
"Sudah separuh kebutuhan BBM kita impor, sementara ada potensi EBT yang belum tereksplor, itu yang mungkin bisa dimaksimalkan untuk masa depan," ujar Sudirman.
Sedangkan, untuk jangka pendek, menurut Menteri Kabinet Kerja periode 2014-2019 itu, penyesuaian harga BBM yang terpenting untuk menyelamatkan postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terlebih dahulu.
"Dengan uang yang ada kita bisa sustain, yang diutamakan ketersediaan terlebih dahulu," ujar Sudirman.
Dengan kondisi harga minyak di tingkat global dan anggaran subsidi yang diperkirakan dapat terus membengkak, menurut dia, tidak ada pilihan lagi selain melakukan penyesuaian harga BBM.
Ia menyebutkan semakin cepat penyesuaian harga diumumkan, akan semakin baik, karena tidak akan menyebabkan kenaikan harga pangan maupun barang yang ditimbulkan oleh spekulasi.
"Harus memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa energi itu ada harganya," ujarnya.
Ke depan, Sudirman mengatakan subsidi lebih baik diberikan kepada orang, karena apabila diberikan kepada barang akan selalu menimbulkan pergeseran atau distorsi.
Ia pun mengapresiasi upaya pemerintah yang mulai melakukan realokasi anggaran subsidi BBM ke bantalan sosial (bansos).
Presiden Joko Widodo telah menggelontorkan tambahan anggaran bantalan sosial sebesar Rp24,17 triliun sebagai pengalihan beban biaya subsidi BBM, yang terbagi untuk BLT sebesar Rp12,4 triliun, bantuan subsidi upah (BSU) Rp9,6 triliun, dan subsidi transportasi daerah sebesar Rp2,17 triliun.
"(Penyesuaian harga BBM) ini tidak bisa dilihat dari satu periode presiden, namun jangka panjang yang berkelanjutan," ujar Sudirman dalam diskusi bertajuk "Politik Bantalan Sosial dan Rem Darurat Subsidi BBM" yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan subsidi BBM lebih baik direalokasikan untuk kebutuhan yang lebih produktif, seperti pembangunan sumber energi baru terbarukan (EBT), sehingga bisa mengurangi ketergantungan akan energi fosil, sekaligus memaksimalkan potensi sumber daya alam di Indonesia.
"Sudah separuh kebutuhan BBM kita impor, sementara ada potensi EBT yang belum tereksplor, itu yang mungkin bisa dimaksimalkan untuk masa depan," ujar Sudirman.
Sedangkan, untuk jangka pendek, menurut Menteri Kabinet Kerja periode 2014-2019 itu, penyesuaian harga BBM yang terpenting untuk menyelamatkan postur anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) terlebih dahulu.
"Dengan uang yang ada kita bisa sustain, yang diutamakan ketersediaan terlebih dahulu," ujar Sudirman.
Dengan kondisi harga minyak di tingkat global dan anggaran subsidi yang diperkirakan dapat terus membengkak, menurut dia, tidak ada pilihan lagi selain melakukan penyesuaian harga BBM.
Ia menyebutkan semakin cepat penyesuaian harga diumumkan, akan semakin baik, karena tidak akan menyebabkan kenaikan harga pangan maupun barang yang ditimbulkan oleh spekulasi.
"Harus memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa energi itu ada harganya," ujarnya.
Ke depan, Sudirman mengatakan subsidi lebih baik diberikan kepada orang, karena apabila diberikan kepada barang akan selalu menimbulkan pergeseran atau distorsi.
Ia pun mengapresiasi upaya pemerintah yang mulai melakukan realokasi anggaran subsidi BBM ke bantalan sosial (bansos).
Presiden Joko Widodo telah menggelontorkan tambahan anggaran bantalan sosial sebesar Rp24,17 triliun sebagai pengalihan beban biaya subsidi BBM, yang terbagi untuk BLT sebesar Rp12,4 triliun, bantuan subsidi upah (BSU) Rp9,6 triliun, dan subsidi transportasi daerah sebesar Rp2,17 triliun.