Pangkalan Bun (ANTARA) - Sejumlah nelayan di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, mengeluh dengan kondisi langka dan tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang mencapai Rp15.000 per liter di pengecer.
Mardani, salah satu nelayan di desa Kumai Hilir, Kecamatan Kumai mengatakan, selain harganya yang tinggi di tingkat pengecer, solar bersubsidi juga sulit di dapatkan, sehingga ia sudah hampir sepekan tidak melaut.
"Kami kalau sekali berangkat ke tengah laut mencari ikan, memerlukan sedikitnya lima drum dengan masing-masing drum isi 200 liter solar, dan itu untuk kebutuhan satu minggu di laut" ujarnya saat di temui di Pelabuhan Kumai, Selasa sore.
Dikatakan Mardani, sulit solar di daerahnya tersebut sehingga terpaksa harus membeli di pengecer dengan harga yang tinggi, dan itu sudah terjadi dua bukan terakhir.
"Sebelum harga solar naik beberapa hari lalu, kami disini sudah baik lebih dulu berkali lipat dari harga normal solar bersubsidi, " ujarnya.
Baca juga: Pemkab Kobar terus kembangkan pariwisata sebagai leading sektor ekonomi
Bahkan dikatakannya, biaya bahan bakar tersebut tak sebanding dengan perolehan hasil tangkap ikan yang tak menentu belakangan ini. Namun terpaksa tetap melaut hanya demi mencukupi kebutuhan makan keluarga.
"Walau ada koperasi yang harga lebih murah yakni Rp7 ribu, tapi itu pun di batasi, setiap kapal hanya boleh membeli maksimal 10 liter solar, " Ujarnya.
Mardani pun berharap, adanya perhatian pemerintah dalam memudahkan dia dan nelayan lainnya dalam mendapatkan solar bersubsidi dan dengan harga yang layak.
Baca juga: Kotawaringin Barat mulai lakukan pengolahan limbah sawit jadi gula merah
Baca juga: PMK berdampak ke penurunan populasi hewan ternak di Kobar
Mardani, salah satu nelayan di desa Kumai Hilir, Kecamatan Kumai mengatakan, selain harganya yang tinggi di tingkat pengecer, solar bersubsidi juga sulit di dapatkan, sehingga ia sudah hampir sepekan tidak melaut.
"Kami kalau sekali berangkat ke tengah laut mencari ikan, memerlukan sedikitnya lima drum dengan masing-masing drum isi 200 liter solar, dan itu untuk kebutuhan satu minggu di laut" ujarnya saat di temui di Pelabuhan Kumai, Selasa sore.
Dikatakan Mardani, sulit solar di daerahnya tersebut sehingga terpaksa harus membeli di pengecer dengan harga yang tinggi, dan itu sudah terjadi dua bukan terakhir.
"Sebelum harga solar naik beberapa hari lalu, kami disini sudah baik lebih dulu berkali lipat dari harga normal solar bersubsidi, " ujarnya.
Baca juga: Pemkab Kobar terus kembangkan pariwisata sebagai leading sektor ekonomi
Bahkan dikatakannya, biaya bahan bakar tersebut tak sebanding dengan perolehan hasil tangkap ikan yang tak menentu belakangan ini. Namun terpaksa tetap melaut hanya demi mencukupi kebutuhan makan keluarga.
"Walau ada koperasi yang harga lebih murah yakni Rp7 ribu, tapi itu pun di batasi, setiap kapal hanya boleh membeli maksimal 10 liter solar, " Ujarnya.
Mardani pun berharap, adanya perhatian pemerintah dalam memudahkan dia dan nelayan lainnya dalam mendapatkan solar bersubsidi dan dengan harga yang layak.
Baca juga: Kotawaringin Barat mulai lakukan pengolahan limbah sawit jadi gula merah
Baca juga: PMK berdampak ke penurunan populasi hewan ternak di Kobar