Palangka Raya (ANTARA) - Kepala Bank Indonesia Kalimantan Tengah Yura Adalin Djalins membenarkan bahwa pihaknya memperkirakan inflasi tahunan di provinsi setempat, akan kembali meningkat pada September 2022 seiring dengan kenaikan BBM Non Subsidi.

"Namun demikian, inflasi di Kalteng akan kembali menurun di Oktober 2022 seiring dampak kenaikan tarif air minum PAM di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, yang akan ternormalisasi," kata Yura di Palangka Raya, Kamis.

Meski begitu, lanjut dia, pemerintah provinsi bersama kabupaten/kota dan Bank Indonesia melalui Tim pengendali inflasi daerah (TPID), telah bersinergi serta mempersiapkan respon cepat dalam menjaga inflasi dapat tetap terkendali. Di mana, TPID di masing-masing daerah akan menyelenggarakan operasi pasar terhadap sejumlah komoditas pangan bergejolak yang menjadi penyumbang inflasi.

Yura mengatakan, operasi pasar yang telah dimulai sejak Agustus 2022 dan rencananya digelar secara berkala hingga akhir tahun ini, akan mengutamakan komoditas beras, minyak goreng, bawang merah, cabai rawit, telur ayam ras dan ikan nila. Dengan begitu, daya beli masyarakat tetap terjaga dan menahan kenaikan inflasi lebih jauh.

"Kami di TPID juga memperkuat program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Gubernur Kalteng Sugianto Sabran bahkan telah meluncurkannya di Barito Selatan, berupa program GNPIP Sekuyan Lombok," beber dia. 

Selain beberapa hal itu, BI juga telah mendorong pemerintah daerah untuk menjalin Kerjasama Antar Daerah (KAD) dalam rangka pemenuhan komoditas pangan yang mengalami defisit, sehingga pasokan dan stabilitas harga dapat terjaga.

"Berbagai kegiatan pengendalian inflasi yang telah dipersiapkan dan dilakukan tersebut, dapat terlaksana dengan mengoptimalkan anggaran yang dimiliki oleh masing-masing pemda," kata Yura.

Berdasarkan catatan BI Kalteng, inflasi tahunan di provinsi setempat pada Agustus 2022 terpengaruh oleh beberapa hal, yakni kenaikan harga energi global akibat perang Rusia-Ukraina, gangguan mata rantai pasokan akibat COVID-19, serta keterbatasan pasokan akibat kondisi cuaca yang berdampak pada gangguan panen. 

Adapun Komoditas penyumbang inflasi tahunan terbesar Kalteng ialah tarif air minum PAM, tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga, beras dan kue kering berminyak (gorengan). Dari segi pangan bergejolak (volatile food), selain beras, minyak goreng, bawang merah, cabai rawit, telur ayam ras dan ikan nila juga menjadi komoditas penyumbang inflasi. 

Baca juga: BI perkirakan kelompok makanan mampu menahan inflasi di Kalteng pasca kenaikan BBM

Namun demikian, berdasarkan pemantauan harga angkutan udara sudah mulai mengalami normalisasi. Demikian halnya cabai rawit dan bawang merah seiring mulai masuknya musim panen pada sentra produksi di pulau Jawa. Beras juga diharapkan mulai memasuki musim panen pada September-Oktober termasuk pada sentra produksi di Kalteng.
 
Inflasi perlu dijaga dengan besaran sesuai target sasaran nasional. 

"Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jika inflasi terlalu tinggi akan berdampak pada penurunan daya beli, khususnya bagi pekerja dengan penghasilan tetap," demikian Yura.

Baca juga: Permudah dipahami publik, BI terus cari formula sampaikan kebijakan bank sentral

Baca juga: BI Kalteng: KKP Domestik bakal menaikkan kelas UMKM di Indonesia

Baca juga: Jaga daya beli masyarakat Kalteng, BI usulkan sejumlah rekomendasi

Baca juga: Lebih dari 22 juta UMKM kini telah gunakan QRIS

Pewarta : Jaya Wirawana Manurung
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024