Jakarta (ANTARA) - Jika memikirkan persiapan menikah, yang terpikir untuk sebagian orang adalah soal pesta, gaun pernikahan, katering, make up dan suvenir untuk tamu.
Padahal, persiapan menikah bukan cuma soal resepsi, tetapi juga kesiapan mental pasangan calon suami istri agar bisa membina rumah tangga harmonis dan bebas dari kekerasan.
Psikolog klinis Annisa Prasetyo Ningrum dari Universitas Indonesia mengatakan kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya tidak terjadi secara tiba-tiba. KDRT terjadi karena dipicu oleh sesuatu.
Maka, penting bagi calon pasangan suami istri untuk mengidentifikasi situasi atau hal yang berpotensi menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, mulai dari kondisi keluarga, karakter, perbedaan sudut pandang hingga masalah finansial.
"Identifikasi situasi yang berpotensi jadi sumber konflik agar bisa menentukan langkah preventif dan hal-hal yang berpotensi konflik tersebut tidak sampai berujung kekerasan," kata anggota Ikatan Psikologi Klinis Jawa Barat itu kepada ANTARA, Selasa.
Baca juga: Tiga bulan sebelum menikah, calon pengantin wajib cek kesehatan
Konseling pranikah dapat dilakukan oleh calon mempelai agar bisa mendapat arahan profesional dalam menentukan langkah preventif.
Selain itu, penting juga untuk membekali diri dengan literasi mengenai UU yang mengatur tentang KDRT agar masing-masing pihak lebih sadar dengan konsekuensi kekerasan di mata hukum.
"Hal ini diharapkan dapat memotivasi calon pasutri untuk berupaya agar tidak sampai menjadi pelaku atau korban KDRT," kata Annisa.
Senada dengan Annisa, psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami mengatakan mengenali karakter pasangan sebelum menikah penting untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di masa depan.
"Penting bagi calon pengantin mengetahui secara umum bagaimana hubungan pasangan dengan keluarganya dan bagaimana mereka berinteraksi dalam keluarga," kata Anggiastri.
Mengetahui cara interaksi pasangan dengan keluarga berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar mengenai cara mereka menyelesaikan masalah, apakah dengan cara yang baik atau melibatkan agresivitas baik verbal maupun fisik.
Psikolog di LPDK Kemuning Kembar dan Omah Perden itu menambahkan calon pasangan suami istri perlu untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berpotensi memunculkan masalah dalam rumah tangga dan bagaimana mereka akan mengatasinya di kemudian hari.
"Seperti masalah finansial, keromantisan dalam rumah tangga, pengasuhan, dan lain-lain," kata Anggiastri.
Kemudian, sejak awal calon pengantin harus secara tegas menentukan batasan toleransi ketika mereka menghadapi konflik. Sejak awal, misalnya, katakan secara tegas bahwa perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga adalah hal fatal yang tak dapat diterima dalam pernikahan.
Baca juga: Pentingnya periksa kesehatan jiwa bagi calon pengantin
Baca juga: Persiapan kesehatan yang harus dilakukan sebelum menikah
Baca juga: Saat yang tepat untuk menikah bebas ruwet
Padahal, persiapan menikah bukan cuma soal resepsi, tetapi juga kesiapan mental pasangan calon suami istri agar bisa membina rumah tangga harmonis dan bebas dari kekerasan.
Psikolog klinis Annisa Prasetyo Ningrum dari Universitas Indonesia mengatakan kekerasan dalam rumah tangga pada umumnya tidak terjadi secara tiba-tiba. KDRT terjadi karena dipicu oleh sesuatu.
Maka, penting bagi calon pasangan suami istri untuk mengidentifikasi situasi atau hal yang berpotensi menjadi sumber konflik dalam rumah tangga, mulai dari kondisi keluarga, karakter, perbedaan sudut pandang hingga masalah finansial.
"Identifikasi situasi yang berpotensi jadi sumber konflik agar bisa menentukan langkah preventif dan hal-hal yang berpotensi konflik tersebut tidak sampai berujung kekerasan," kata anggota Ikatan Psikologi Klinis Jawa Barat itu kepada ANTARA, Selasa.
Baca juga: Tiga bulan sebelum menikah, calon pengantin wajib cek kesehatan
Konseling pranikah dapat dilakukan oleh calon mempelai agar bisa mendapat arahan profesional dalam menentukan langkah preventif.
Selain itu, penting juga untuk membekali diri dengan literasi mengenai UU yang mengatur tentang KDRT agar masing-masing pihak lebih sadar dengan konsekuensi kekerasan di mata hukum.
"Hal ini diharapkan dapat memotivasi calon pasutri untuk berupaya agar tidak sampai menjadi pelaku atau korban KDRT," kata Annisa.
Senada dengan Annisa, psikolog klinis Anggiastri Hanantyasari Utami mengatakan mengenali karakter pasangan sebelum menikah penting untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di masa depan.
"Penting bagi calon pengantin mengetahui secara umum bagaimana hubungan pasangan dengan keluarganya dan bagaimana mereka berinteraksi dalam keluarga," kata Anggiastri.
Mengetahui cara interaksi pasangan dengan keluarga berhubungan dengan bagaimana seseorang belajar mengenai cara mereka menyelesaikan masalah, apakah dengan cara yang baik atau melibatkan agresivitas baik verbal maupun fisik.
Psikolog di LPDK Kemuning Kembar dan Omah Perden itu menambahkan calon pasangan suami istri perlu untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang berpotensi memunculkan masalah dalam rumah tangga dan bagaimana mereka akan mengatasinya di kemudian hari.
"Seperti masalah finansial, keromantisan dalam rumah tangga, pengasuhan, dan lain-lain," kata Anggiastri.
Kemudian, sejak awal calon pengantin harus secara tegas menentukan batasan toleransi ketika mereka menghadapi konflik. Sejak awal, misalnya, katakan secara tegas bahwa perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah tangga adalah hal fatal yang tak dapat diterima dalam pernikahan.
Baca juga: Pentingnya periksa kesehatan jiwa bagi calon pengantin
Baca juga: Persiapan kesehatan yang harus dilakukan sebelum menikah
Baca juga: Saat yang tepat untuk menikah bebas ruwet