Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 4.000 restoran Indonesia ditargetkan hadir di luar negeri pada tahun 2024, demikian menurut Direktur Tata Kelola Ekonomi Digital Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf) Yuana Rochma Astuti,
"Kita akan mengenalkan program pemerintah bernama 'Indonesia Spice Up the World' dengan target hingga tahun 2024 hadirnya 4.000 restoran Indonesia di luar negeri dan memperkenalkan kuliner Nusantara seperti rendang, nasi goreng, sate, soto, dan gado-gado,” kata Yuana dalam siaran pers Bisa Ekspor X Eksporasi Musik pada Rabu.
Yuana, pada paparannya dalam konferensi akbar eksportir Indonesia bertajuk “The X Lite” yang dihelat Bisa Ekspor X Eksporasi Musik pada Kamis (3/11) di Palembang, Sumatera Selatan, menyebutkan bahwa tahun ini terjadi perubahan paradigma dalam strategi pengembangan pariwisata yang diharapkan dapat menjadi kunci dalam mengantisipasi gelombang resesi global yang bisa menerpa ekonomi Indonesia tahun depan.
Strategi pertama adalah “From City to Countryside” yang fokus pada destinasi yang mempromosikan aktivitas outdoor dan berkelanjutan (sustainable) sehingga dapat menyelesaikan isu over tourism capacity.
Baca juga: Ini rahasia kelezatan nasi padang
Kedua, “Tweak Tourism Policies” yang mengedepankan destinasi yang beragam guna mengurangi kepadatan di suatu destinasi.
Ketiga, “Switching to Digital Economy”, yaitu pelayanan pariwisata dengan beralih ke digital ekonomi.
Keempat, “Inclusive Growth” yang menargetkan investasi untuk mengatur pertumbuhan pariwisata yang inklusif dan berkesinambungan.
Terakhir, “Sustainable Tourism”, yaitu pengembangan pariwisata yang mengarah pada eco tourism dan mengurangi dampak negatif dari aktivitas pariwisata seperti sampah, limbah, dan jejak karbon.
Berdasarkan UU No.24 Tahun 2019, ekonomi kreatif (ekraf) merupakan sektor perekonomian yang memiliki nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Ekraf mencakup 17 subsektor di antaranya kuliner, kriya, dan fesyen yang menempati posisi paling atas. Sedangkan yang potensial dioptimalkan adalah game, animasi, dan aplikasi.
“Kalau bicara tentang kontribusi ekraf kita terhadap PDB nasional, kita cukup berbangga hati karena kontribusinya sudah mencapai 7,5 persen. Ekraf Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan," kata Yuana.
Untuk ekspor ekraf yang paling tinggi dari produk fesyen yang pada triwulan I 2022 menyumbang sebesar 56,53 persen dari total ekspor ekraf, diikuti produk kriya dan kuliner.
Negara tujuan ekspor ekraf terbesar adalah Amerika Serikat dengan 3,13 miliar dolar AS, Swiss dengan 1,09 miliar dolar AS, dan Singapura dengan 0,38 miliar dolar AS.
"Kita juga mempunyai komoditas unggulan untuk rempah seperti lada, pala, cengkeh, dan lainnya dengan potensi ekspor yang sangat besar. Ditargetkan nilai ekspor bumbu dan rempah dapat ditingkatkan sebesar 2 miliar dolar AS dengan negara tujuan seperti Afrika, Australia, Belanda, dan Amerika Serikat," kata dia.
“The X Lite” merupakan bagian dari The X Event yang diselenggarakan komunitas Bisa Ekspor. “The X Lite” inisiasi baru dari Bisa Ekspor, sebuah jejaring antar-eksportir, yang bervisi meningkatkan ekspor Indonesia dan mencetak 1.000.000 eksportir.
Baca juga: Tiga alumni MCI bagikan pengalaman masak kuliner masyarakat adat
Baca juga: Ini tantangan memperkenalkan kuliner Indonesia di luar negeri
Baca juga: Ini rekomendasi hidangan Betawi di restoran legendaris
"Kita akan mengenalkan program pemerintah bernama 'Indonesia Spice Up the World' dengan target hingga tahun 2024 hadirnya 4.000 restoran Indonesia di luar negeri dan memperkenalkan kuliner Nusantara seperti rendang, nasi goreng, sate, soto, dan gado-gado,” kata Yuana dalam siaran pers Bisa Ekspor X Eksporasi Musik pada Rabu.
Yuana, pada paparannya dalam konferensi akbar eksportir Indonesia bertajuk “The X Lite” yang dihelat Bisa Ekspor X Eksporasi Musik pada Kamis (3/11) di Palembang, Sumatera Selatan, menyebutkan bahwa tahun ini terjadi perubahan paradigma dalam strategi pengembangan pariwisata yang diharapkan dapat menjadi kunci dalam mengantisipasi gelombang resesi global yang bisa menerpa ekonomi Indonesia tahun depan.
Strategi pertama adalah “From City to Countryside” yang fokus pada destinasi yang mempromosikan aktivitas outdoor dan berkelanjutan (sustainable) sehingga dapat menyelesaikan isu over tourism capacity.
Baca juga: Ini rahasia kelezatan nasi padang
Kedua, “Tweak Tourism Policies” yang mengedepankan destinasi yang beragam guna mengurangi kepadatan di suatu destinasi.
Ketiga, “Switching to Digital Economy”, yaitu pelayanan pariwisata dengan beralih ke digital ekonomi.
Keempat, “Inclusive Growth” yang menargetkan investasi untuk mengatur pertumbuhan pariwisata yang inklusif dan berkesinambungan.
Terakhir, “Sustainable Tourism”, yaitu pengembangan pariwisata yang mengarah pada eco tourism dan mengurangi dampak negatif dari aktivitas pariwisata seperti sampah, limbah, dan jejak karbon.
Berdasarkan UU No.24 Tahun 2019, ekonomi kreatif (ekraf) merupakan sektor perekonomian yang memiliki nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Ekraf mencakup 17 subsektor di antaranya kuliner, kriya, dan fesyen yang menempati posisi paling atas. Sedangkan yang potensial dioptimalkan adalah game, animasi, dan aplikasi.
“Kalau bicara tentang kontribusi ekraf kita terhadap PDB nasional, kita cukup berbangga hati karena kontribusinya sudah mencapai 7,5 persen. Ekraf Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan," kata Yuana.
Untuk ekspor ekraf yang paling tinggi dari produk fesyen yang pada triwulan I 2022 menyumbang sebesar 56,53 persen dari total ekspor ekraf, diikuti produk kriya dan kuliner.
Negara tujuan ekspor ekraf terbesar adalah Amerika Serikat dengan 3,13 miliar dolar AS, Swiss dengan 1,09 miliar dolar AS, dan Singapura dengan 0,38 miliar dolar AS.
"Kita juga mempunyai komoditas unggulan untuk rempah seperti lada, pala, cengkeh, dan lainnya dengan potensi ekspor yang sangat besar. Ditargetkan nilai ekspor bumbu dan rempah dapat ditingkatkan sebesar 2 miliar dolar AS dengan negara tujuan seperti Afrika, Australia, Belanda, dan Amerika Serikat," kata dia.
“The X Lite” merupakan bagian dari The X Event yang diselenggarakan komunitas Bisa Ekspor. “The X Lite” inisiasi baru dari Bisa Ekspor, sebuah jejaring antar-eksportir, yang bervisi meningkatkan ekspor Indonesia dan mencetak 1.000.000 eksportir.
Baca juga: Tiga alumni MCI bagikan pengalaman masak kuliner masyarakat adat
Baca juga: Ini tantangan memperkenalkan kuliner Indonesia di luar negeri
Baca juga: Ini rekomendasi hidangan Betawi di restoran legendaris