Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sembilan saksi untuk mendalami dugaan adanya permintaan untuk meluluskan calon mahasiswa baru (maba) melalui orang kepercayaan tersangka Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani (KRM).
KPK memeriksa mereka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dalam penyidikan kasus dugaan suap penerimaan Calon Mahasiswa Baru (Maba) Tahun 2022 di Unila.
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya permintaan untuk diluluskan menjadi mahasiswa baru melalui perantaraan orang kepercayaan tersangka KRM," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.
Sembilan saksi itu terdiri atas tiga saksi yang diperiksa pada Jumat, yakni anggota DPR RI Utut Adianto, karyawan swasta Mustopa Endi Saputra Hasibuan, dan Uum Marlia selaku pedagang.
Sementara enam saksi lainnya diperiksa pada Kamis (24/11), yaitu anggota DPR RI Tamanuri, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Fatah Sulaiman serta empat PNS masing-masing Helmy Fitriawan, M. Komaruddin, Sulpakar, dan Nizamuddin.
Ali mengatakan tim penyidik juga mendalami pengetahuan sembilan saksi itu soal dugaan penyerahan uang untuk tersangka Karomani.
KPK total menetapkan empat tersangka terdiri atas tiga orang penerima suap, yakni Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri. Sementara pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi yang saat ini sudah berstatus terdakwa.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang terkait dengan mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga Karomani aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo, dan Basri untuk menyeleksi secara personal terkait dengan kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, maka calon mahasiswa dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan kepada universitas.
Selain itu, Karomani diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi Heryandi, Basri, dan Budi untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Karomani diduga memerintahkan Mualimin selaku dosen untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.
Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin dari orang tua calon mahasiswa berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp575 juta.
Sementara itu, dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebutkan Andi memberikan suap Rp250 juta kepada Karomani guna memuluskan dua orang calon mahasiswa masuk ke Fakultas Kedokteran Unila Tahun 2022.
KPK memeriksa mereka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dalam penyidikan kasus dugaan suap penerimaan Calon Mahasiswa Baru (Maba) Tahun 2022 di Unila.
"Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya permintaan untuk diluluskan menjadi mahasiswa baru melalui perantaraan orang kepercayaan tersangka KRM," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.
Sembilan saksi itu terdiri atas tiga saksi yang diperiksa pada Jumat, yakni anggota DPR RI Utut Adianto, karyawan swasta Mustopa Endi Saputra Hasibuan, dan Uum Marlia selaku pedagang.
Sementara enam saksi lainnya diperiksa pada Kamis (24/11), yaitu anggota DPR RI Tamanuri, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Fatah Sulaiman serta empat PNS masing-masing Helmy Fitriawan, M. Komaruddin, Sulpakar, dan Nizamuddin.
Ali mengatakan tim penyidik juga mendalami pengetahuan sembilan saksi itu soal dugaan penyerahan uang untuk tersangka Karomani.
KPK total menetapkan empat tersangka terdiri atas tiga orang penerima suap, yakni Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, dan Ketua Senat Unila Muhammad Basri. Sementara pemberi suap adalah pihak swasta Andi Desfiandi yang saat ini sudah berstatus terdakwa.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024 memiliki wewenang terkait dengan mekanisme Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) Tahun Akademik 2022.
Selama proses Simanila berjalan, KPK menduga Karomani aktif terlibat langsung dalam menentukan kelulusan dengan memerintahkan Heryandi, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Sutomo, dan Basri untuk menyeleksi secara personal terkait dengan kesanggupan orang tua mahasiswa.
Apabila ingin dinyatakan lulus, maka calon mahasiswa dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang, selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan kepada universitas.
Selain itu, Karomani diduga memberikan peran dan tugas khusus bagi Heryandi, Basri, dan Budi untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua calon mahasiswa baru. Besaran uang itu jumlahnya bervariasi mulai dari Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
Karomani diduga memerintahkan Mualimin selaku dosen untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.
Seluruh uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin dari orang tua calon mahasiswa berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp575 juta.
Sementara itu, dalam dakwaannya Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebutkan Andi memberikan suap Rp250 juta kepada Karomani guna memuluskan dua orang calon mahasiswa masuk ke Fakultas Kedokteran Unila Tahun 2022.