Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer Anton Aliabbas berpendapat pengiriman surat presiden (surpres) tentang calon Panglima TNI bisa dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu terlebih dahulu Ketua DPR RI Puan Maharani.
"Sebenarnya pengajuan surpres bisa kapan saja, ada atau tidak ada Ketua DPR RI tidak menjadi masalah. Bisa jadi pengunduran pengiriman surat tersebut adalah hasil komunikasi antara pimpinan DPR RI dan Mensesneg Pratikno," kata Anton di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, jika surpres calon Panglima TNI ditunda tak menutup kemungkinan nama calon pengganti Jenderal TNI Andika Perkasa akan berubah. Apalagi, selama ini masyarakat hanya menilai rumor yang beredar
"Apakah isi surat berubah atau tidak? Bisa iya atau tidak. Problemnya adalah dari awal publik tidak tahu siapa nama yang sedianya diajukan pada Rabu (23/11). Artinya, kalau ada perubahan, kita tidak tahu pasti. Selama ini yang beredar sifatnya masih rumor," kata Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) itu.
Dia menjelaskan selama ini presiden belum pernah mengajukan lebih dari satu nama calon Panglima TNI dalam surpres.
Merujuk Pasal 13 ayat 5 UU 34/2004 tentang TNI jelas mensyaratkan hanya boleh satu nama yang dimintai persetujuan. Pasal 13 ayat 5 UU TNI berbunyi "Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat".
Jika nama tersebut tidak disetujui, kata dia, maka sesuai Pasal 13 ayat 7 UU Presiden kemudian mengajukan nama baru sebagai calon Panglima TNI.
Mengajukan langsung dua nama, katanya, selain melanggar UU, maka pengajuan tersebut dapat berpotensi menciptakan kondisi persaingan politik internal di tubuh TNI.
"Politisasi institusi militer menjadi tidak terhindari karena masing-masing calon akan mencoba mengumpulkan dukungan politik sebanyak-banyaknya. Dan ekses pemilihan akan mungkin berlanjut setelah adanya Panglima TNI definitif mengingat institusi TNI adalah organisasi hirarki komando yang tidak disiapkan untuk adanya perbedaan pendapat," papar Anton.
Sejauh ini, tambah dia, pengajuan nama calon Panglima TNI tidak pernah ditolak DPR RI. Sekali pun ada yang harus menjalani "fit and proper test" selama berjam-jam, DPR RI tetap memberikan persetujuan.
Bahkan, selama era Jokowi, proses "fit and proper test" berjalan lebih cepat ketimbang periode pemerintahan sebelumnya.
"Dengan demikian, siapa pun yang kelak akan diajukan Presiden Jokowi kelihatannya tetap akan mendapatkan persetujuan DPR RI," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengatakan bahwa pengumuman resmi terkait surpres calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa yang akan diterima DPR RI akan diumumkan pada hari Senin (28/11).
"Kesepakatan antara Ibu Ketua DPR RI dengan Pak Mensesneg itu akan disampaikan secara resmi pada tanggal 28 (November), hari Senin besok," kata Indra.
Indra mengatakan hal tersebut lantaran masih menunggu kegiatan Ketua DPR RI Puan Maharani yang sedang menghadiri 43th General Assembly of ASEAN Interparliamentary (AIPA) di Pnom Penh, Kamboja.
"Sebenarnya pengajuan surpres bisa kapan saja, ada atau tidak ada Ketua DPR RI tidak menjadi masalah. Bisa jadi pengunduran pengiriman surat tersebut adalah hasil komunikasi antara pimpinan DPR RI dan Mensesneg Pratikno," kata Anton di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, jika surpres calon Panglima TNI ditunda tak menutup kemungkinan nama calon pengganti Jenderal TNI Andika Perkasa akan berubah. Apalagi, selama ini masyarakat hanya menilai rumor yang beredar
"Apakah isi surat berubah atau tidak? Bisa iya atau tidak. Problemnya adalah dari awal publik tidak tahu siapa nama yang sedianya diajukan pada Rabu (23/11). Artinya, kalau ada perubahan, kita tidak tahu pasti. Selama ini yang beredar sifatnya masih rumor," kata Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) itu.
Dia menjelaskan selama ini presiden belum pernah mengajukan lebih dari satu nama calon Panglima TNI dalam surpres.
Merujuk Pasal 13 ayat 5 UU 34/2004 tentang TNI jelas mensyaratkan hanya boleh satu nama yang dimintai persetujuan. Pasal 13 ayat 5 UU TNI berbunyi "Untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat".
Jika nama tersebut tidak disetujui, kata dia, maka sesuai Pasal 13 ayat 7 UU Presiden kemudian mengajukan nama baru sebagai calon Panglima TNI.
Mengajukan langsung dua nama, katanya, selain melanggar UU, maka pengajuan tersebut dapat berpotensi menciptakan kondisi persaingan politik internal di tubuh TNI.
"Politisasi institusi militer menjadi tidak terhindari karena masing-masing calon akan mencoba mengumpulkan dukungan politik sebanyak-banyaknya. Dan ekses pemilihan akan mungkin berlanjut setelah adanya Panglima TNI definitif mengingat institusi TNI adalah organisasi hirarki komando yang tidak disiapkan untuk adanya perbedaan pendapat," papar Anton.
Sejauh ini, tambah dia, pengajuan nama calon Panglima TNI tidak pernah ditolak DPR RI. Sekali pun ada yang harus menjalani "fit and proper test" selama berjam-jam, DPR RI tetap memberikan persetujuan.
Bahkan, selama era Jokowi, proses "fit and proper test" berjalan lebih cepat ketimbang periode pemerintahan sebelumnya.
"Dengan demikian, siapa pun yang kelak akan diajukan Presiden Jokowi kelihatannya tetap akan mendapatkan persetujuan DPR RI," tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengatakan bahwa pengumuman resmi terkait surpres calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa yang akan diterima DPR RI akan diumumkan pada hari Senin (28/11).
"Kesepakatan antara Ibu Ketua DPR RI dengan Pak Mensesneg itu akan disampaikan secara resmi pada tanggal 28 (November), hari Senin besok," kata Indra.
Indra mengatakan hal tersebut lantaran masih menunggu kegiatan Ketua DPR RI Puan Maharani yang sedang menghadiri 43th General Assembly of ASEAN Interparliamentary (AIPA) di Pnom Penh, Kamboja.