Jakarta (ANTARA) - Yohan Suryanto (YS), selaku tenaga ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyedia menara BTS 4G Kementerian Kominfo membantah telah melakukan kajian fiktif.
Bantahan ini disampaikan oleh kuasa hukumnya, Beny Daga, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
"Hasil kajian yang dibuat oleh klien kami YS yang diduga kajian fiktif, manipulatif atau pesanan pihak tertentu dengan memanfaatkan lembaga Hudev UI sesuai pemberitaan yang telah beredar sangatlah keliru," kata Benny.
Menurut Benny, kliennya melakukan kajian teknis untuk proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020 sampai dengan 2022.
Dalam melakukan kajian, kliennya bekerja secara profesional sesuai bidang keilmuan dan keahlian yang diminta oleh Hudev UI berdasarkan kontrak antara Hudev UI dan Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI).
"Klien kami ditunjuk oleh Hudev UI sebagai konsultan kajian," ucapnya.
Benny juga mengatakan kliennya menerima honor dalam melakukan kajian dan pembayaran sebagai konsultan kajian dari Hudev UI, sesuai SK pengangkatan tenaga ahli dan kontrak, bukan dari pihak lain
Ia menegaskan, hasil kajian proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 yang dibuat kliennya diserahkan kepada BAKTI oleh Hudev UI selaku lembaga yang bekerja sama dengan BAKTI Kominfo.
Hasil kajian itu teregistrasi berdasarkan berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan nomor 1401/BAST-R/INFRA/BAKTI/Kominfo/12/202 pada Senin (14/12/2020).
"Berita acara ditandatangani oleh pihak Hudev UI dan BAKTI," ujarnya.
Meski demikian, kliennya tetap patuh dan tunduk terhadap proses hukum yang tengah disidik oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI.
"Klien kami tetap patuh dengan tetap menghormati proses yang ada," kata Benny.
Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, merupakan satu dari lima tersangka korupsi BTS 4G Kominfo. Keempat tersangka lainnya, yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment dan Irwan Hermawan (IH), selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Kelima tersangka diduga melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dan diancam dalam (primer) Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik juga mentersangkakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Bantahan ini disampaikan oleh kuasa hukumnya, Beny Daga, dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
"Hasil kajian yang dibuat oleh klien kami YS yang diduga kajian fiktif, manipulatif atau pesanan pihak tertentu dengan memanfaatkan lembaga Hudev UI sesuai pemberitaan yang telah beredar sangatlah keliru," kata Benny.
Menurut Benny, kliennya melakukan kajian teknis untuk proyek penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020 sampai dengan 2022.
Dalam melakukan kajian, kliennya bekerja secara profesional sesuai bidang keilmuan dan keahlian yang diminta oleh Hudev UI berdasarkan kontrak antara Hudev UI dan Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI).
"Klien kami ditunjuk oleh Hudev UI sebagai konsultan kajian," ucapnya.
Benny juga mengatakan kliennya menerima honor dalam melakukan kajian dan pembayaran sebagai konsultan kajian dari Hudev UI, sesuai SK pengangkatan tenaga ahli dan kontrak, bukan dari pihak lain
Ia menegaskan, hasil kajian proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 yang dibuat kliennya diserahkan kepada BAKTI oleh Hudev UI selaku lembaga yang bekerja sama dengan BAKTI Kominfo.
Hasil kajian itu teregistrasi berdasarkan berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan nomor 1401/BAST-R/INFRA/BAKTI/Kominfo/12/202 pada Senin (14/12/2020).
"Berita acara ditandatangani oleh pihak Hudev UI dan BAKTI," ujarnya.
Meski demikian, kliennya tetap patuh dan tunduk terhadap proses hukum yang tengah disidik oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI.
"Klien kami tetap patuh dengan tetap menghormati proses yang ada," kata Benny.
Yohan Suryanto (YS) selaku tenaga ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, merupakan satu dari lima tersangka korupsi BTS 4G Kominfo. Keempat tersangka lainnya, yakni Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, Galubang Menak (GMS) selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Mukti Ali (MA) tersangka dari pihak PT Huwaei Technology Investment dan Irwan Hermawan (IH), selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Kelima tersangka diduga melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dan diancam dalam (primer) Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik juga mentersangkakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).