Jakarta (ANTARA) - Polri menyatakan pihaknya menunggu keputusan sidang pidana Irjen Pol. Teddy Minahasa berkekuatan hukum tetap (inkrah) sebelum melaksanakan sidang komisi kode etik.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Jumat pagi, mengatakan bahwa langkah itu agar proses hukumnya mendapatkan kepastian terlebih dahulu. Dengan demikian, sidang etik bisa diputuskan dengan segala pertimbangan yang ada, termasuk sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).
"Tetap dilakukan sidang etik. Namun, pelaksanaannya menunggu proses persidangan pidana umumnya terlebih dahulu agar lebih pasti," kata Dedi.
Jenderal bintang dua itu juga meminta semua pihak tidak membandingkan kasus Ferdy Sambo yang menjalani sidang etik terlebih dahulu sebelum sidang pidananya.
Menurut dia, kasus Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa berbeda, tidak bisa disamakan satu dan lainnya.
"Beda case-nya (kasusnya), jadi antara case TM (Teddy Minahasa) dan Sambo tidak bisa dibandingkan apple to apple, enggak bisa," kata Dedi menegaskan.
Dedi enggan menjelaskan secara perinci terkait dengan alasan perbedaan proses etik Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa karena itu menjadi kewenangan dari Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Baca juga: Irjen Teddy Minahasa batal diperiksa etik karena alasan sakit
Baca juga: Kapolri pastikan sidang etik anggota Polri dituntaskan
Menurut dia, dalam melaksanakan sidang etik, hakim komisi melaksanakan rapat persiapan terlebih dahulu.
"Jadi, tidak bisa apple to apple, setiap case tu memiliki karakteristik sendiri-sendiri, memiliki penafsiran sendiri-sendiri oleh hakim komisi yang dia punya alasan yuridis sendiri yang bisa dipertanggunjawabkan oleh mereka," kata Dedi.
Sidang etik terhadap Teddy Minahasa akan dilaksanakan seperti halnya sidang etik terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang disidang etik setelah putusan pidananya inkrah.
"Nanti menunggu proses hukumnya selesai dahulu saja, jangan berandai-andai. Proses pidana selesai dahulu, seperti halnya Eliezer begitu selesai langsung diumumkan," kata Dedi.
Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyebut Teddy Minahasa layak dijatuhkan sanksi PTDH atas pelanggaran etik yang dilakukannya terkait dengan tindak pidana narkoba.
"Kasus dugaan kejahatan narkoba saja sudah cukup untuk PTDH, apalagi ditambah dengan dugaan perselingkuhan," kata Poengky.
Poengky juga menyebutkan salah satu pertimbangan sidang KKEP terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana setelah putusan pidana inkrah karena sidang pidana membutuhkan proses cepat mengingat ada batas waktu penahanan.
"Maka, sidang KKEP akan diselenggarakan sesudah sidang pidana usai, kemungkinan setelah kasus pidananya berkekuatan hukum tetap. Kita tunggu saja, ya," kata Poengky.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Jumat pagi, mengatakan bahwa langkah itu agar proses hukumnya mendapatkan kepastian terlebih dahulu. Dengan demikian, sidang etik bisa diputuskan dengan segala pertimbangan yang ada, termasuk sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).
"Tetap dilakukan sidang etik. Namun, pelaksanaannya menunggu proses persidangan pidana umumnya terlebih dahulu agar lebih pasti," kata Dedi.
Jenderal bintang dua itu juga meminta semua pihak tidak membandingkan kasus Ferdy Sambo yang menjalani sidang etik terlebih dahulu sebelum sidang pidananya.
Menurut dia, kasus Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa berbeda, tidak bisa disamakan satu dan lainnya.
"Beda case-nya (kasusnya), jadi antara case TM (Teddy Minahasa) dan Sambo tidak bisa dibandingkan apple to apple, enggak bisa," kata Dedi menegaskan.
Dedi enggan menjelaskan secara perinci terkait dengan alasan perbedaan proses etik Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa karena itu menjadi kewenangan dari Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
Baca juga: Irjen Teddy Minahasa batal diperiksa etik karena alasan sakit
Baca juga: Kapolri pastikan sidang etik anggota Polri dituntaskan
Menurut dia, dalam melaksanakan sidang etik, hakim komisi melaksanakan rapat persiapan terlebih dahulu.
"Jadi, tidak bisa apple to apple, setiap case tu memiliki karakteristik sendiri-sendiri, memiliki penafsiran sendiri-sendiri oleh hakim komisi yang dia punya alasan yuridis sendiri yang bisa dipertanggunjawabkan oleh mereka," kata Dedi.
Sidang etik terhadap Teddy Minahasa akan dilaksanakan seperti halnya sidang etik terhadap Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang disidang etik setelah putusan pidananya inkrah.
"Nanti menunggu proses hukumnya selesai dahulu saja, jangan berandai-andai. Proses pidana selesai dahulu, seperti halnya Eliezer begitu selesai langsung diumumkan," kata Dedi.
Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menyebut Teddy Minahasa layak dijatuhkan sanksi PTDH atas pelanggaran etik yang dilakukannya terkait dengan tindak pidana narkoba.
"Kasus dugaan kejahatan narkoba saja sudah cukup untuk PTDH, apalagi ditambah dengan dugaan perselingkuhan," kata Poengky.
Poengky juga menyebutkan salah satu pertimbangan sidang KKEP terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana setelah putusan pidana inkrah karena sidang pidana membutuhkan proses cepat mengingat ada batas waktu penahanan.
"Maka, sidang KKEP akan diselenggarakan sesudah sidang pidana usai, kemungkinan setelah kasus pidananya berkekuatan hukum tetap. Kita tunggu saja, ya," kata Poengky.