Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis mata dr Mirella Afifudin, Sp.M mengatakan tingginya angka refraksi pada mata anak disebabkan karena anak malas pakai kacamata akibat rasa tidak nyaman.
“Kami sebenarnya sudah melakukan penelitian survei di seluruh sekolah di Makassar tingkat SD dan SMP yang memang angka refraksinya tinggi, masalahnya adalah alasan utama anak-anak tidak pakai kacamata adalah tidak nyaman,” kata dokter lulusan Universitas Hassanudin dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Minggu.
Dokter yang tergabung dalam Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) itu mengatakan seseorang yang tidak menggunakan kacamata atau lensa kontak untuk mendukung penglihatannya, berarti dia memaksa matanya untuk lebih fokus melihat hal yang tidak terlihat.
Hal itu justru akan menyebabkan daya fokus yang dipaksakan sehingga membuat anak bisa sakit kepala hingga mual.
“Itu justru sebenarnya akan menyebabkan akomodasi atau daya fokusnya dipaksakan akhirnya sakit kepala, mual bahkan kalau terjadi pada anak-anak yang silinder atau minusnya tinggi akan sangat berbahaya,” kata dr Mirella.
Dia mengatakan kebanyakan orangtua juga enggan memberikan kacamata pada anaknya karena takut minusnya akan bertambah. Padahal keadaannya justru bisa terjadi sebaliknya, akan terjadi yang dinamakan mata malas atau kondisi saraf mata yang tidak maksimal dalam melihat.
“Itu bahaya sekali karena kalau yang dari semua tahu mata minus dan mata malas itu susah dikoreksi, penglihatannya tidak sampai 100 persen sedangkan orang melihat harus 100 persen,” kata dia.
Ia menjelaskan menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Australia, China, Malaysia dan Singapura, banyak anak maupun dewasa memiliki mata minus karena terlalu sering membaca terlalu dekat dan di ruangan yang kurang pencahayaan. Maka itu jika seorang anak atau orang dewasa sudah terkena mata minus, disarankan untuk berolahraga terutama di luar ruangan dan jika dibutuhkan bisa dilakukan operasi refraksi.
“Mata minus atau mata silinder memang akan mengalami perubahan sepanjang seseorang masih dalam masa pertumbuhan, makanya salah satu syarat dalam operasi refraksi harus minimal 18 tahun karena diperkirakan pada saat 18 tahun seseorang sudah berhenti bertumbuh, otomatis matanya sudah tidak akan ada perubahan minus ataupun silindernya,” kata dr Mirella.
“Kami sebenarnya sudah melakukan penelitian survei di seluruh sekolah di Makassar tingkat SD dan SMP yang memang angka refraksinya tinggi, masalahnya adalah alasan utama anak-anak tidak pakai kacamata adalah tidak nyaman,” kata dokter lulusan Universitas Hassanudin dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Minggu.
Dokter yang tergabung dalam Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) itu mengatakan seseorang yang tidak menggunakan kacamata atau lensa kontak untuk mendukung penglihatannya, berarti dia memaksa matanya untuk lebih fokus melihat hal yang tidak terlihat.
Hal itu justru akan menyebabkan daya fokus yang dipaksakan sehingga membuat anak bisa sakit kepala hingga mual.
“Itu justru sebenarnya akan menyebabkan akomodasi atau daya fokusnya dipaksakan akhirnya sakit kepala, mual bahkan kalau terjadi pada anak-anak yang silinder atau minusnya tinggi akan sangat berbahaya,” kata dr Mirella.
Dia mengatakan kebanyakan orangtua juga enggan memberikan kacamata pada anaknya karena takut minusnya akan bertambah. Padahal keadaannya justru bisa terjadi sebaliknya, akan terjadi yang dinamakan mata malas atau kondisi saraf mata yang tidak maksimal dalam melihat.
“Itu bahaya sekali karena kalau yang dari semua tahu mata minus dan mata malas itu susah dikoreksi, penglihatannya tidak sampai 100 persen sedangkan orang melihat harus 100 persen,” kata dia.
Ia menjelaskan menurut penelitian yang dilakukan di Universitas Australia, China, Malaysia dan Singapura, banyak anak maupun dewasa memiliki mata minus karena terlalu sering membaca terlalu dekat dan di ruangan yang kurang pencahayaan. Maka itu jika seorang anak atau orang dewasa sudah terkena mata minus, disarankan untuk berolahraga terutama di luar ruangan dan jika dibutuhkan bisa dilakukan operasi refraksi.
“Mata minus atau mata silinder memang akan mengalami perubahan sepanjang seseorang masih dalam masa pertumbuhan, makanya salah satu syarat dalam operasi refraksi harus minimal 18 tahun karena diperkirakan pada saat 18 tahun seseorang sudah berhenti bertumbuh, otomatis matanya sudah tidak akan ada perubahan minus ataupun silindernya,” kata dr Mirella.