Jakarta (ANTARA) - Kepala Asosiasi Black Soldier Fly Indonesia Agus Pakpahan mengatakan lalat tentara hitam atau black soldier fly bisa memerdekakan manusia dari permasalahan sampah sisa makanan.
"(Lalat tentara hitam) bukan hanya mengurangi, tetapi bisa menyelesaikan dari waste ke no waste. Kita harus membangun konsep dan itu adanya di alam," ujarnya dalam tayangan Pojok Iklim Kementerian LHK yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Lalat tentara hitam adalah lalat yang bersih karena tidak memakan apapun dan hanya minum selama fase hidupnya yang berlangsung sekitar tujuh hari. Seekor lalat tentara hitam betina dapat menghasilkan 500 sampai 900 ekor telur.
Telur itu kemudian menetas menjadi larva atau sering dikenal magot. Larva lalat tentara hitam, lanjutnya, sangat rakus selama masa pertumbuhan lantaran bisa menghabiskan makanan sebanyak dua kali dari massa tubuhnya.
Magot lalat tentara hitam inilah yang dimanfaatkan untuk mengurai sampah organik menjadi pupuk kompos.
Agus mencontohkan kotoran manusia atau kotoran ayam yang memiliki banyak pantogen bisa diurai oleh magot menjadi kompos yang bersih. Sedangkan bila memakai bahan kimia tidak mungkin karena bisa merusak, tidak bersih, dan tidak menjadi sumber daya.
"Masukan magot, maka setelah dilakukan dekomposisi oleh magot, kita bawa ke laboratorium hasilnya no pantogen. Kita cek emisi rumah kacanya nol karena semua ditransfer menjadi tubuhnya magot," katanya.
Selain itu magot lalat tentara hitam juga bisa menjadi sumber protein tinggi untuk pakan ternak.
Lebih lanjut Agus menyampaikan jika ada sampah organik satu ton per hari, maka sampah organik itu bisa diselesaikan dengan 20 meter persegi rumah magot yang dibangun lima tingkat ke atas. Setiap meter persegi diisi oleh 200 sampai 300 ribu ekor magot, maka 10 sampai 20 kilogram sampah bisa diselesaikan.
Sehari kemudian, sampah organik yang dimakan oleh magot sudah menjadi pupuk cair dan pupuk padat.
Agus menyarankan agar penyelesaian masalah sampah organik di DKI Jakarta menggunakan magot lalat tentara hitam. Sekitar 3.500 ton sampah organik per hari di DKI Jakarta bisa menghasilkan pupuk organik untuk ribuan hektare tanaman dan ribuan kilogram magot untuk pakan hewan ternak.
"Inilah pemerdekaan, makanya saya mengembangkan pemikiran bahwa pembangunan sebagai pemerdekaan. Lalat ini memerdekakan kita dari sampah makanan," pungkasnya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), komposisi sampah di Indonesia berdasarkan jenis, didominasi sampah sisa (41,9 persen), sampah tumbuhan seperti kayu, ranting, dan daun (12 persen), sampah kertas atau karton (10,7 persen), dan sampah plastik (18,7) persen.
Sementara komposisi sampah berdasarkan sumbernya masih didominasi sampah rumah tangga (37,6 persen), pasar tradisional (16,6 persen), dan pusat perniagaan (22,1 persen).