Pulang Pisau  (ANTARA) - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah (Kalteng) Sadtata Noor Adirahmanta melalui Fungsional Pengendali Hutan BKSDA Nandang Hermawan mengatakan pihaknya masih terus memantau perkembangan orang utan yang dilaporkan terlihat oleh warga di Desa Kanamit Kecamatan Maliku.

“Kami sudah turun ke lapangan bersama BPBD setempat, tetapi keberadaan orang utan sudah bergeser dari posisi sebelumnya di lokasi yang di lihat warga sehingga keberadaannya belum diketahui lagi,” terang Nandang, Senin.

Dikatakan Nandang, dengan tidak diketahui keberadaan orang utan tersebut maka proses evakuasi juga tidak bisa dilakukan. Namun BKSDA meminta kepada masyarakat untuk bisa memberikan informasi apabila nanti orang utan itu muncul kembali.

Menurutnya, sifat orang utan selalu aktif berpindah-pindah. Dalam satu hari, untuk orang utan jantan memiliki daerah teritorial dan berpindah tempat hingga jarak tempuh sejauh lima kilometer sedangkan orang utan betina hanya berjarak radius satu kilometer persegi.

Orang utan senang menjelajah setiap hari dan karakternya tidak bisa tinggal hanya di satu tempat saja. Bisa saja hari orang utan yang ditemukan masyarakat di tepi sungai seperti yang dilaporkan, esok harinya belum tentu bisa ditemukan kembali di lokasi yang sama.

Terkait dengan jumlah orang utan yang dilaporkan dengan kelompok besar lebih dari enam orang utan, Nandang tidak bisa memastikan karena bisa saja satu orang utan di lihat oleh warga dari tempat berbeda karena sifatnya yang berpindah-pindah. Namun, dirinya telah meminta kepada masyarakat di desa setempat untuk terus saling berkomunikasi dan berkoordinasi jika keberadaan orang utan kembali ditemukan.

“Pada prinsipnya kita siap membantu proses evakuasi apabila memang diperlukan dan terus koordinasi bersama yayasan yang melindungi satwa seperti BOS, WWF dan lainnya,”  papar Nandang.     

Baca juga: Dinas Kesehatan Pulang Pisau sebut masih kekurangan enam tenaga dokter

Nandang mengakui masuknya orang utan hingga ke perkebunan milik warga di desa setempat tidak terlepas dengan semakin sempitnya habitat orang utan.

“Bahkan untuk di evakuasi saja kita kesulitan mau menempatkan orang utan ke mana, karena memang habitat atau tempat tinggal orang yang semakin menyempit,” ucapnya.

Menyempitnya habitat orang utan ini, terang Nandang, tentunya menimbulkan konflik dengan masyarakat. Pertemuan dengan orang utan pasti tidak bisa dihindari, dan mau tidak mau manusia harus bisa menerima keberadaan orang utan dan satwa lain untuk bisa tinggal berdampingan tanpa harus menyakiti.

Pada dasarnya, papar Nandang, orang utan juga menghindari pertemuan dengan manusia. Orang utan tidak mau menyerang manusia bahkan cenderung menghindar karena sifatnya bukan predator, apabila menyerang hanya untuk menjaga dan melindungi dirinya karena merasa terancam.

Dirinya mengungkapkan, manusia yang mempunyai akal dan pikiran. Masyarakat bisa belajar untuk menghindari terjadinya konflik. Pertemuan dengan orang utan seharusnya bisa menjadi inspirasi yang menguntungkan untuk kita semua. 

Masyarakat desa setempat, kata dia, juga bisa menjadikan habitat orang utan dijadikan kawasan promosi wisata edukasi sehingga tidak perlu pergi jauh jika ingin melihat aktivitas orang utan secara langsung.

Dia mewanti-wanti jangan sampai orang utan yang pada aslinya tinggal alami di daerah tersebut terusik dan tersingkir karena ulah manusia sendiri yang telah merusak dan mempersempit habitat orang utan itu dan salah satu cara alternatif menjaga orang utan dari kepunahan.

Baca juga: Bawaslu Pulang Pisau ingatkan ASN agar tak terlibat politik praktis

Baca juga: Legislator Kalteng minta pemprov bantu optimalkan perbaikan jalan di Pulpis

Baca juga: Orang utan mulai masuk ke perkebunan milik warga di Pulang Pisau

Pewarta : Adi Waskito
Uploader : Admin 2
Copyright © ANTARA 2024