Sampit (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir menyerukan seluruh elemen untuk menjaga kerukunan dan saling menghargai agar perbedaan pilihan politik tidak sampai memicu perpecahan bangsa.
"Pemilu itu setiap lima tahun selalu terjadi. Semestinya kita semakin dewasa. Pilihan politik boleh berbeda, tetapi jangan sampai perbedaan politik itu membuat kita pecah sebagai bangsa. Nikmati saja proses demokrasi itu dengan dewasa, tapi jangan lari pada hal-hal yang bersifat ideologis dan permusuhan politik," kata Haedar usai meresmikan Universitas Muhammadiyah Sampit (Umsa), Selasa.
Haedar menanggapi meningkatnya suhu politik nasional menjelang pemilu 2024. Dia mengajak semua pihak mengawal secara moral dan sosial agar kontestasi pemilu berjalan normal jujur, adil dan bermartabat.
Menurutnya, salah satu kunci sukses pemilu ada pada para penyelenggara pemilu, termasuk pemerintah dan TNI/Polri. Penyelenggara diharapkan bisa memposisikan diri secara adil, objektif dan sebagai wasit yang baik. Jika ada keberpihakan maka akan menjadi masalah.
Kelompok masyarakat juga harus menjadikan pemilu sebagai kontestasi yang lumrah, seperti layaknya menyaksikan sepak bola atau pertandingan olahraga lainnya yang pada akhirnya akan ada yang menang dan kalah.
Memandang lumrah dan wajar ini sangat penting agar masyarakat tidak terlalu berat beban dalam memaknai pemilu. Jika terlalu berlebihan, dikhawatirkan menjadi bersikap fanatik buta.
Baca juga: Resmikan Umsa, Ketua Umum Muhammadiyah berharap SDM di Kotim semakin meningkat
"Pilihan politik itu memang komitmen setiap orang, tetapi jangan fanatik berlebihan, lalu membuat pemilu itu menjadi berat sekali," timpalnya.
Ekosistem yang baik juga harus dibangun. Jika ada provokasi, pernyataan-pernyataan dari tokoh atau siapapun yang memancing situasi maka ekosistem kita harus mencoba merangkul kampus, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, serta media massa agar menjadi kanal yang baik dari situasi-situasi yang seperti itu.
Para tokoh nasional dan daerah diharapkan memberi kesejukan dalam setiap sikap yang diambil. Masyarakat perlu suguhan persaingan politik yang sehat sebagai pembelajaran, bukan saling menjelekkan.
"Jangan sampai juga ada penyataan-pernyataan, kalau ini yang menang Indonesia terancam, misalkan. Sebaliknya, kalau ini yang menang maka Indonesia akan terjamin. Itu terlalu membawa suasana politik pada alarm. Kita bawa kontestasi politik itu menjadi lebih wajar dan dewasa. Bangsa kita juga harus cerdas," tegasnya.
Haedar menyebut, perbedaan merupakan sebuah anugerah seperti dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Namun sudah sewajarnya, yang dikedepankan adalah mengukuhkan persatuan yang dilandasi sikap tenggang rasa, toleransi dan jiwa besar.
Baca juga: Bupati Kotim tegaskan komitmen tingkatkan reformasi birokrasi tematik
Baca juga: Penanaman mangrove upaya selamatkan Pantai Ujung Pandaran
Baca juga: ASN Kotim diminta tidak bergaya hidup mewah
"Pemilu itu setiap lima tahun selalu terjadi. Semestinya kita semakin dewasa. Pilihan politik boleh berbeda, tetapi jangan sampai perbedaan politik itu membuat kita pecah sebagai bangsa. Nikmati saja proses demokrasi itu dengan dewasa, tapi jangan lari pada hal-hal yang bersifat ideologis dan permusuhan politik," kata Haedar usai meresmikan Universitas Muhammadiyah Sampit (Umsa), Selasa.
Haedar menanggapi meningkatnya suhu politik nasional menjelang pemilu 2024. Dia mengajak semua pihak mengawal secara moral dan sosial agar kontestasi pemilu berjalan normal jujur, adil dan bermartabat.
Menurutnya, salah satu kunci sukses pemilu ada pada para penyelenggara pemilu, termasuk pemerintah dan TNI/Polri. Penyelenggara diharapkan bisa memposisikan diri secara adil, objektif dan sebagai wasit yang baik. Jika ada keberpihakan maka akan menjadi masalah.
Kelompok masyarakat juga harus menjadikan pemilu sebagai kontestasi yang lumrah, seperti layaknya menyaksikan sepak bola atau pertandingan olahraga lainnya yang pada akhirnya akan ada yang menang dan kalah.
Memandang lumrah dan wajar ini sangat penting agar masyarakat tidak terlalu berat beban dalam memaknai pemilu. Jika terlalu berlebihan, dikhawatirkan menjadi bersikap fanatik buta.
Baca juga: Resmikan Umsa, Ketua Umum Muhammadiyah berharap SDM di Kotim semakin meningkat
"Pilihan politik itu memang komitmen setiap orang, tetapi jangan fanatik berlebihan, lalu membuat pemilu itu menjadi berat sekali," timpalnya.
Ekosistem yang baik juga harus dibangun. Jika ada provokasi, pernyataan-pernyataan dari tokoh atau siapapun yang memancing situasi maka ekosistem kita harus mencoba merangkul kampus, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, serta media massa agar menjadi kanal yang baik dari situasi-situasi yang seperti itu.
Para tokoh nasional dan daerah diharapkan memberi kesejukan dalam setiap sikap yang diambil. Masyarakat perlu suguhan persaingan politik yang sehat sebagai pembelajaran, bukan saling menjelekkan.
"Jangan sampai juga ada penyataan-pernyataan, kalau ini yang menang Indonesia terancam, misalkan. Sebaliknya, kalau ini yang menang maka Indonesia akan terjamin. Itu terlalu membawa suasana politik pada alarm. Kita bawa kontestasi politik itu menjadi lebih wajar dan dewasa. Bangsa kita juga harus cerdas," tegasnya.
Haedar menyebut, perbedaan merupakan sebuah anugerah seperti dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika. Namun sudah sewajarnya, yang dikedepankan adalah mengukuhkan persatuan yang dilandasi sikap tenggang rasa, toleransi dan jiwa besar.
Baca juga: Bupati Kotim tegaskan komitmen tingkatkan reformasi birokrasi tematik
Baca juga: Penanaman mangrove upaya selamatkan Pantai Ujung Pandaran
Baca juga: ASN Kotim diminta tidak bergaya hidup mewah