Jakarta (ANTARA) - Mampu memberikan ASI baik dari sisi kualitas maupun kuantitas sesuai kebutuhan bayi bukan mustahil bagi para ibu asalkan berbagai faktor pendukung terpenuhi, salah satunya kondisi gizi si ibu itu sendiri.
Mengutip dokter konselor laktasi lulusan Universitas Padjadjaran dr Fitra Sukrita Irsal, IBCLC, bahwa ibu dengan keterpenuhan gizi baik biasanya akan memproduksi ASI dengan baik pula.
Sementara pada ibu menyusui dengan kondisi gizi yang buruk, umumnya memiliki ASI dengan komposisi yang kurang, semisal dalam hal lemak dan zat gizi lainnya. Kurangnya hormon prolaktin memang dikaitkan dengan produksi ASI yang lebih sedikit, namun tidak selalu begitu.
Penggunaan zat yang dapat membantu, merangsang atau meningkatkan produksi ASI sifatnya hanya pendampingan. Hal utama yang mestinya seorang ibu lakukan antara lain menjalani konseling, meliputi teknik dan manajemen menyusui yang tepat, serta kondisi fisik yang baik, sehingga tidak ada makanan khusus yang direkomendasikan untuk menambah produksi ASI.
Dari sisi warna, sebenarnya pada masa awal melahirkan, ASI ibu bisa berwarna bening kekuningan yang kemudian semakin lama berubah misalnya ke jingga hingga putih. Warna ASI ini dipengaruhi makanan yang dikonsumsi ibu. Ibu menyusui yang menyantap banyak wortel biasanya menghasilkan ASI yang kekuningan.
Namun, sebaiknya waspadalah bila warna ASI merah atau merah muda karena ini dapat menjadi pertanda adanya lecet sehingga perlu menjalani pemeriksaan dokter untuk mengetahui penyebabnya.
Baca juga: Ayah juga perlu persiapkan diri untuk dampingi ibu menyusui
Pentingnya persiapan dan dukungan
Persiapan ibu menjelang menyusui memainkan peran penting agar dia sukses menyusui. Saat hamil, ibu bisa berupaya tetap sehat, memperkaya pengetahuan yang mendukung menyusui, misalnya cara memijat payudara, hingga kiat menyusui langsung dan memerah ASI.
Pakar kesehatan yang fokus pada obat tradisional dan jamu yang juga Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Dr (Cand.) dr Inggrid Tania, MSi juga menekankan pentingnya pemenuhan nutrisi yang bergizi seimbang, termasuk air sesuai kebutuhan, agar produksi ASI cukup dan berkualitas.
Sejumlah herbal diketahui bisa menjadi pilihan ibu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI antara lain daun katuk, daun beluntas, daun kelor, daun pepaya, herbal atau rempah lainnya seperti adas, klabet, habbatussauda, kunyit, temulawak.
Bahan-bahan herbal itu bisa meningkatkan kualitas ASI dengan merangsang produksi ASI, sedangkan kandungan nutrisi dan zat-zat bioaktif, misalnya antioksidan, akan memperkaya atau meningkatkan kualitas ASI.
Ibu juga perlu menerapkan gaya hidup sehat dengan rutin beraktivitas fisik selama 30 menit seperti berjalan kaki, serta menghindari merokok karena selain berbahaya bagi kesehatan ibu dan bayi, hal itu juga menurunkan produksi ASI.
Di sisi lain, para ahli menekankan pentingnya dukungan dari orang-orang di sekitar ibu menyusui. Bentuk dukungan ini misalnya berasal dari suami yang membantu pekerjaan rumah tangga. Ini dilakukan demi mencegah ibu kelelahan usai mengurus bayinya yang nantinya akan mempengaruhi produksi ASI. Kondisi tubuh yang lelah memungkinkan produksi ASI berkurang.
Keluarga juga bisa membantu menciptakan lingkungan menyusui yang kondusif demi mencegah ibu menyusui mudah stres.
Baca juga: Produksi ASI menurun akibat stres bekerja? Ini kiat meningkatkannya
Kemudian, pada ibu menyusui yang bekerja, dukungan rekan kerja dan bahkan atasan termasuk hal yang diperlukan, misalnya dengan membantu menyiapkan ruang menyusui hingga jam kerja yang fleksibel.
Khusus untuk ruang menyusui di kantor, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013 menyebutkan standar ruang laktasi atau menyusui antara lain ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 meter dan atau disesuaikan dengan jumlah karyawan perempuan yang sedang menyusui, ada pintu yang dapat dikunci dan mudah dibuka dan tutup, lantai bisa keramik, semen, atau karpet.
Kemudian, memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup, bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk polusi, penerangan ruangan yang cukup dan tersedia wasfafel dengan air mengalir untuk mencuci tangan dan peralatan.
Peralatan ruang ASI di tempat kerja sekurang-kurangnya terdiri dari peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung lainnya sesuai standar. Kemudian, lebih rinci mengenai peralatan di ruang laktasi, selain lemari pendingin, setidaknya diperlukan juga gel pendingin, tas untuk membawa ASI perahan dan sterilizer botol ASI.
Meskipun hal itu bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan.
Dukungan pada ibu bekerja yang menyusui diberikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama UNICEF, Kementerian Kesehatan serta organisasi masyarakat sipil melalui Pekan ASI Sedunia pada 1 Agustus hingga 7 Agustus 2023 melalui tema kampanye yang berfokus pada menyusui dan dunia kerja, memberikan peluang strategis untuk mengadvokasi hak-hak pekerja yang penting untuk keberhasilan menyusui, termasuk cuti melahirkan minimal selama 18 minggu, idealnya lebih dari 6 bulan, dan kebijakan pendukung setelahnya di tempat kerja.
Menurut WHO, merupakan suatu kebutuhan mendesak untuk memastikan perempuan dapat menyusui selama yang diinginkannya. Ini mengingat lebih dari setengah miliar perempuan pekerja tidak mendapatkan fasilitas maternitas dasar dan lebih banyak lagi perempuan tidak mendapat dukungan ketika mereka kembali bekerja.
Walaupun terkesan sepele bagi sebagian orang alih-alih ada susu formula, ASI sangat berperan penting dalam pertumbuhan anak, yang bukan saja menyehatkan tetapi juga secara tidak langsung memengaruhi tingkat kualitas seorang generasi penerus.
Mengutip dokter konselor laktasi lulusan Universitas Padjadjaran dr Fitra Sukrita Irsal, IBCLC, bahwa ibu dengan keterpenuhan gizi baik biasanya akan memproduksi ASI dengan baik pula.
Sementara pada ibu menyusui dengan kondisi gizi yang buruk, umumnya memiliki ASI dengan komposisi yang kurang, semisal dalam hal lemak dan zat gizi lainnya. Kurangnya hormon prolaktin memang dikaitkan dengan produksi ASI yang lebih sedikit, namun tidak selalu begitu.
Penggunaan zat yang dapat membantu, merangsang atau meningkatkan produksi ASI sifatnya hanya pendampingan. Hal utama yang mestinya seorang ibu lakukan antara lain menjalani konseling, meliputi teknik dan manajemen menyusui yang tepat, serta kondisi fisik yang baik, sehingga tidak ada makanan khusus yang direkomendasikan untuk menambah produksi ASI.
Dari sisi warna, sebenarnya pada masa awal melahirkan, ASI ibu bisa berwarna bening kekuningan yang kemudian semakin lama berubah misalnya ke jingga hingga putih. Warna ASI ini dipengaruhi makanan yang dikonsumsi ibu. Ibu menyusui yang menyantap banyak wortel biasanya menghasilkan ASI yang kekuningan.
Namun, sebaiknya waspadalah bila warna ASI merah atau merah muda karena ini dapat menjadi pertanda adanya lecet sehingga perlu menjalani pemeriksaan dokter untuk mengetahui penyebabnya.
Baca juga: Ayah juga perlu persiapkan diri untuk dampingi ibu menyusui
Pentingnya persiapan dan dukungan
Persiapan ibu menjelang menyusui memainkan peran penting agar dia sukses menyusui. Saat hamil, ibu bisa berupaya tetap sehat, memperkaya pengetahuan yang mendukung menyusui, misalnya cara memijat payudara, hingga kiat menyusui langsung dan memerah ASI.
Pakar kesehatan yang fokus pada obat tradisional dan jamu yang juga Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Dr (Cand.) dr Inggrid Tania, MSi juga menekankan pentingnya pemenuhan nutrisi yang bergizi seimbang, termasuk air sesuai kebutuhan, agar produksi ASI cukup dan berkualitas.
Sejumlah herbal diketahui bisa menjadi pilihan ibu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI antara lain daun katuk, daun beluntas, daun kelor, daun pepaya, herbal atau rempah lainnya seperti adas, klabet, habbatussauda, kunyit, temulawak.
Bahan-bahan herbal itu bisa meningkatkan kualitas ASI dengan merangsang produksi ASI, sedangkan kandungan nutrisi dan zat-zat bioaktif, misalnya antioksidan, akan memperkaya atau meningkatkan kualitas ASI.
Ibu juga perlu menerapkan gaya hidup sehat dengan rutin beraktivitas fisik selama 30 menit seperti berjalan kaki, serta menghindari merokok karena selain berbahaya bagi kesehatan ibu dan bayi, hal itu juga menurunkan produksi ASI.
Di sisi lain, para ahli menekankan pentingnya dukungan dari orang-orang di sekitar ibu menyusui. Bentuk dukungan ini misalnya berasal dari suami yang membantu pekerjaan rumah tangga. Ini dilakukan demi mencegah ibu kelelahan usai mengurus bayinya yang nantinya akan mempengaruhi produksi ASI. Kondisi tubuh yang lelah memungkinkan produksi ASI berkurang.
Keluarga juga bisa membantu menciptakan lingkungan menyusui yang kondusif demi mencegah ibu menyusui mudah stres.
Baca juga: Produksi ASI menurun akibat stres bekerja? Ini kiat meningkatkannya
Kemudian, pada ibu menyusui yang bekerja, dukungan rekan kerja dan bahkan atasan termasuk hal yang diperlukan, misalnya dengan membantu menyiapkan ruang menyusui hingga jam kerja yang fleksibel.
Khusus untuk ruang menyusui di kantor, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2013 menyebutkan standar ruang laktasi atau menyusui antara lain ruangan khusus dengan ukuran minimal 3x4 meter dan atau disesuaikan dengan jumlah karyawan perempuan yang sedang menyusui, ada pintu yang dapat dikunci dan mudah dibuka dan tutup, lantai bisa keramik, semen, atau karpet.
Kemudian, memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup, bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk polusi, penerangan ruangan yang cukup dan tersedia wasfafel dengan air mengalir untuk mencuci tangan dan peralatan.
Peralatan ruang ASI di tempat kerja sekurang-kurangnya terdiri dari peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung lainnya sesuai standar. Kemudian, lebih rinci mengenai peralatan di ruang laktasi, selain lemari pendingin, setidaknya diperlukan juga gel pendingin, tas untuk membawa ASI perahan dan sterilizer botol ASI.
Meskipun hal itu bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing perusahaan.
Dukungan pada ibu bekerja yang menyusui diberikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama UNICEF, Kementerian Kesehatan serta organisasi masyarakat sipil melalui Pekan ASI Sedunia pada 1 Agustus hingga 7 Agustus 2023 melalui tema kampanye yang berfokus pada menyusui dan dunia kerja, memberikan peluang strategis untuk mengadvokasi hak-hak pekerja yang penting untuk keberhasilan menyusui, termasuk cuti melahirkan minimal selama 18 minggu, idealnya lebih dari 6 bulan, dan kebijakan pendukung setelahnya di tempat kerja.
Menurut WHO, merupakan suatu kebutuhan mendesak untuk memastikan perempuan dapat menyusui selama yang diinginkannya. Ini mengingat lebih dari setengah miliar perempuan pekerja tidak mendapatkan fasilitas maternitas dasar dan lebih banyak lagi perempuan tidak mendapat dukungan ketika mereka kembali bekerja.
Walaupun terkesan sepele bagi sebagian orang alih-alih ada susu formula, ASI sangat berperan penting dalam pertumbuhan anak, yang bukan saja menyehatkan tetapi juga secara tidak langsung memengaruhi tingkat kualitas seorang generasi penerus.