Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena menegaskan kembali komitmen Indonesia untuk mengakhiri tuberkulosis (TBC) saat berbicara mengenai eliminasi TBC di Indonesia dalam Pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) High Level Meeting on Fights against Tuberkulosis (HLMTB) di New York, Jumat (22/9).
UN High Level Meeting on Fight against Tuberculosis (HLMTB) adalah proses yang berlangsung setiap 5 tahun untuk memantau pencapaian target global dalam upaya eliminasi tuberkulosis di tingkat global dan nasional.
UN HLMTB pada tahun ini juga akan menghasilkan Political Declaration HLMTB 2023 sebagai outcome dan komitmen dalam 5 tahun mendatang.
"Dalam forum ini kami menyampaikan bahwa negara Indonesia berkomitmen kuat dalam mengeliminasi tuberkulosis pada tahun 2030, mengingat saat ini Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dalam hal kasus penyakit tuberkulosis setelah India," ujar Melkiades dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Untuk mempercepat tujuan ini, Indonesia telah merevisi Strategi Nasional TBC pada tahun 2020—2024 dan rencana interim pada tahun 2025—2026.
Ia juga menegaskan bahwa kolaborasi dan sinergitas sangat perlu untuk upaya eliminasi TBC.
"Peran antara pemerintah pusat dan daerah yang sudah dituangkan di dalam beberapa regulasi harus diimplementasikan dan dikoordinasikan secara efisien. Pelibatan berbagai pemangku kepentingan juga sangat krusial," katanya.
Tidak hanya itu, DPR RI berkomitmen untuk mendukung penuh pendanaan program TBC dan penyesuaian kebijakan terutama untuk mendesentralisasi layanan sampai ke tingkat faskes primer, serta memperluas cakupan jaminan kesehatan bagi pasien TBC.
Melkiades menekankan bahwa berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan sangat esensial untuk memajukan upaya diagnostik, obat, dan vaksin TBC.
"Semua inisiatif ini tentu memerlukan mekanisme pembiayaan inovatif untuk memastikan keberlanjutan program TBC di Indonesia," ucap Melkiades.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI menjelaskan bahwa keseriusan Indonesia untuk akhiri TBC mulai dari menciptakan gerakan di level akar rumput hingga kerja sama di level internasional.
"Kami juga berkolaborasi dengan masyarakat dan kader kesehatan, kami melakukan investigasi kontak pada 300.000 populasi berisiko tinggi dan membentuk Pasukan TBC untuk memantau pasien yang mangkir," ungkap Budi.
Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Pengendalian TBC pada tahun 2021, yang merupakan komitmen politik tertinggi untuk mengakhiri TBC. Selain itu, melakukan koordinasi dan sinkronisasi antara 15 kementerian yang berbeda.
Selain itu, Indonesia mendorong inovasi dalam diagnostik TBC, kami meningkatkan surveilans TBC, serta menggunakan tiga jenis diagnostik berbasis PCR dengan memanfaatkan lebih dari 1.000 laboratorium BSL-2 yang sebelumnya didedikasikan untuk COVID-19.
UN High Level Meeting on Fight against Tuberculosis (HLMTB) adalah proses yang berlangsung setiap 5 tahun untuk memantau pencapaian target global dalam upaya eliminasi tuberkulosis di tingkat global dan nasional.
UN HLMTB pada tahun ini juga akan menghasilkan Political Declaration HLMTB 2023 sebagai outcome dan komitmen dalam 5 tahun mendatang.
"Dalam forum ini kami menyampaikan bahwa negara Indonesia berkomitmen kuat dalam mengeliminasi tuberkulosis pada tahun 2030, mengingat saat ini Indonesia menduduki peringkat kedua dunia dalam hal kasus penyakit tuberkulosis setelah India," ujar Melkiades dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Untuk mempercepat tujuan ini, Indonesia telah merevisi Strategi Nasional TBC pada tahun 2020—2024 dan rencana interim pada tahun 2025—2026.
Ia juga menegaskan bahwa kolaborasi dan sinergitas sangat perlu untuk upaya eliminasi TBC.
"Peran antara pemerintah pusat dan daerah yang sudah dituangkan di dalam beberapa regulasi harus diimplementasikan dan dikoordinasikan secara efisien. Pelibatan berbagai pemangku kepentingan juga sangat krusial," katanya.
Tidak hanya itu, DPR RI berkomitmen untuk mendukung penuh pendanaan program TBC dan penyesuaian kebijakan terutama untuk mendesentralisasi layanan sampai ke tingkat faskes primer, serta memperluas cakupan jaminan kesehatan bagi pasien TBC.
Melkiades menekankan bahwa berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan sangat esensial untuk memajukan upaya diagnostik, obat, dan vaksin TBC.
"Semua inisiatif ini tentu memerlukan mekanisme pembiayaan inovatif untuk memastikan keberlanjutan program TBC di Indonesia," ucap Melkiades.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI menjelaskan bahwa keseriusan Indonesia untuk akhiri TBC mulai dari menciptakan gerakan di level akar rumput hingga kerja sama di level internasional.
"Kami juga berkolaborasi dengan masyarakat dan kader kesehatan, kami melakukan investigasi kontak pada 300.000 populasi berisiko tinggi dan membentuk Pasukan TBC untuk memantau pasien yang mangkir," ungkap Budi.
Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Pengendalian TBC pada tahun 2021, yang merupakan komitmen politik tertinggi untuk mengakhiri TBC. Selain itu, melakukan koordinasi dan sinkronisasi antara 15 kementerian yang berbeda.
Selain itu, Indonesia mendorong inovasi dalam diagnostik TBC, kami meningkatkan surveilans TBC, serta menggunakan tiga jenis diagnostik berbasis PCR dengan memanfaatkan lebih dari 1.000 laboratorium BSL-2 yang sebelumnya didedikasikan untuk COVID-19.