Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai generasi muda Indonesia saat ini telah mempunyai kesadaran tinggi terhadap upaya pengurangan sampah plastik.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan mereka sebagai konsumen mempunyai kekuatan untuk menekan produsen agar peduli terhadap kondisi lingkungan.
"Generasi Z dan generasi W harus membangun revolusi terhadap perubahan perilaku dalam mengelola sampah, karena itu yang bisa menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia secara signifikan," ujarnya dalam acara Green Press Community di Jakarta, Rabu.
Novrizal mengungkapkan generasi muda sekarang sudah "sufi" dengan sampah. Sejumlah anak muda pernah datang ke gerai Chatime membawa tumbler, tapi petugas tidak mau melayani karena beli minuman harus dengan kemasan botol plastik lengkap dengan sedotan yang sudah disediakan oleh perusahaan.
Setelah kejadian penolakan pakai tumbler tersebut, mereka kemudian menulis di media sosial masing-masing. Protes itu lantas memberikan tekanan terhadap Chatime dan akhirnya mengizinkan para pembeli membawa botol minum sendiri.
"Kekuatan generasi muda adalah kekuatan besar untuk melakukan tekanan kepada para produsen. Tekanan yang dilakukan oleh generasi muda adalah tekanan dengan kekuatan atau perilaku yang ramah lingkungan," kata Novrizal.
KLHK mengajak generasi muda untuk melakukan revolusi perubahan perilaku dalam upaya pengurangan sampah plastik agar tidak mencemari lingkungan.
Novrizal menuturkan ada lima langkah yang perlu dilakukan yaitu gerakan hidup minim sampah dengan membatasi dan mencegah penggunaan barang-barang sekali pakai. Gerakan hidup minim sampah harus menjadi karakter generasi muda, katanya.
Langkah kedua, belanja tanpa kemasan dengan mulai membiasakan diri membawa tempat penyimpan sendiri agar tidak ada sampah yang dihasilkan dari kegiatan belanja.
Kemudian menghabiskan makanan, karena sampah makanan yang dibuang ke tempat pembuangan akhir akan terdekomposisi dan menghasilkan gas metana yang menjadi salah satu gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Gas metana 28 kali lipat faktornya dibanding karbondioksida.
"Jadi persoalan serius ini, makanan yang tidak habis dibawa ke TPA, kemudian gas metana keluar. Itu penyebab yang lebih berbahaya ketimbang karbondioksida untuk penyebab perubahan iklim," ucapnya.
Langkah selanjutnya wajib memilah sampah di rumah dan harus menjadi kesadaran kolektif anak muda di Indonesia. Jika sampah sudah dipilah berikan kepada bank sampah atau social ecopreneur yang menggunakan sampah pilah itu untuk didaur ulang.
Langkah terakhir adalah mengolah sampah organik di rumah menjadi kompos agar sampah organik tidak berakhir di tempat pembuangan akhir.
Novrizal mengungkap beberapa daerah sedang kewalahan dalam menangani sampah akibat tempat pembuangan akhir penuh ataupun kebakaran.
"Kalau lima hal itu bisa dilakukan, maka 90 persen urusan sampah bisa selesai di rumah," ucapnya.
Direktur Pengelolaan Sampah KLHK Novrizal Tahar mengatakan mereka sebagai konsumen mempunyai kekuatan untuk menekan produsen agar peduli terhadap kondisi lingkungan.
"Generasi Z dan generasi W harus membangun revolusi terhadap perubahan perilaku dalam mengelola sampah, karena itu yang bisa menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia secara signifikan," ujarnya dalam acara Green Press Community di Jakarta, Rabu.
Novrizal mengungkapkan generasi muda sekarang sudah "sufi" dengan sampah. Sejumlah anak muda pernah datang ke gerai Chatime membawa tumbler, tapi petugas tidak mau melayani karena beli minuman harus dengan kemasan botol plastik lengkap dengan sedotan yang sudah disediakan oleh perusahaan.
Setelah kejadian penolakan pakai tumbler tersebut, mereka kemudian menulis di media sosial masing-masing. Protes itu lantas memberikan tekanan terhadap Chatime dan akhirnya mengizinkan para pembeli membawa botol minum sendiri.
"Kekuatan generasi muda adalah kekuatan besar untuk melakukan tekanan kepada para produsen. Tekanan yang dilakukan oleh generasi muda adalah tekanan dengan kekuatan atau perilaku yang ramah lingkungan," kata Novrizal.
KLHK mengajak generasi muda untuk melakukan revolusi perubahan perilaku dalam upaya pengurangan sampah plastik agar tidak mencemari lingkungan.
Novrizal menuturkan ada lima langkah yang perlu dilakukan yaitu gerakan hidup minim sampah dengan membatasi dan mencegah penggunaan barang-barang sekali pakai. Gerakan hidup minim sampah harus menjadi karakter generasi muda, katanya.
Langkah kedua, belanja tanpa kemasan dengan mulai membiasakan diri membawa tempat penyimpan sendiri agar tidak ada sampah yang dihasilkan dari kegiatan belanja.
Kemudian menghabiskan makanan, karena sampah makanan yang dibuang ke tempat pembuangan akhir akan terdekomposisi dan menghasilkan gas metana yang menjadi salah satu gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. Gas metana 28 kali lipat faktornya dibanding karbondioksida.
"Jadi persoalan serius ini, makanan yang tidak habis dibawa ke TPA, kemudian gas metana keluar. Itu penyebab yang lebih berbahaya ketimbang karbondioksida untuk penyebab perubahan iklim," ucapnya.
Langkah selanjutnya wajib memilah sampah di rumah dan harus menjadi kesadaran kolektif anak muda di Indonesia. Jika sampah sudah dipilah berikan kepada bank sampah atau social ecopreneur yang menggunakan sampah pilah itu untuk didaur ulang.
Langkah terakhir adalah mengolah sampah organik di rumah menjadi kompos agar sampah organik tidak berakhir di tempat pembuangan akhir.
Novrizal mengungkap beberapa daerah sedang kewalahan dalam menangani sampah akibat tempat pembuangan akhir penuh ataupun kebakaran.
"Kalau lima hal itu bisa dilakukan, maka 90 persen urusan sampah bisa selesai di rumah," ucapnya.