Sampit (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Pos Sampit menelusuri keberadaan orang utan yang muncul di kebun milik warga di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur.
"Saat kami ke lokasi tadi orang utan tidak ada ditemukan. Tetapi kami menemukan menemukan dua buah sarang orang utan," kata Komandan Jaga BKSDA Pos Sampit, Muriansyah di Sampit, Kamis.
Penelusuran lapangan ini dilakukan tim BKSDA menindaklanjuti laporan dari petani di Jalan Jenderal Sudirman kilometer 15 terkait munculnya orang utan yang berkeliaran di kebun warga.
Lahan itu milik Kelompok Tani Mandiri Makmur Sampit. Petani setempat waswas orang utan akan kembali muncul dan merusak tanaman yang sudah ditanam oleh petani setempat.
Dalam kegiatan ini, Muriansyah bertemu dengan 16 orang anggota kelompok tani yang sedang menanam padi. Petugas juga bertemu dengan warga lain di sekitar lokasi kemunculan orang utan.
Dari keterangan anggota kelompok tani, kata Muriansyah, orang utan yang pernah terlihat di lokasi tersebut berjumlah tiga individu. Orang utan terlihat pekan kemarin sebanyak satu individu.
Orang utan masuk ke kebun warga diduga karena kelaparan. Satwa langka dan dilindungi itu mencari makan lantaran sumber makanan di habitat mereka di kawasan itu semakin menipis.
Baca juga: Raih penghargaan penghapusan kemiskinan ekstrem, Kotim dapat insentif Rp6,1 miliar
"Tadi kami memberikan pengarahan kepada anggota kelompok tani dan warga yang ditemui, terkait perilaku orang utan dan meminta apabila orang utan datang lagi, para petani segera melapor ke petugas dan memantau pergerakannya," demikian Muriansyah.
Shindu, salah seorang petani setempat menjelaskan, saat ini di kawasan itu terdapat sekitar 108 hektare lahan pertanian yang dikelola kelompok tani. Mereka menanam kelapa sawit dan padi.
Penanaman dilakukan dengan sistem bandep atau bergotong royong. Saat ini sudah ada sekitar 30 hektare yang sudah siap dan ditanami.
Langkah para petani ini untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Selain itu, upaya tersebut perlu didukung pemerintah karena turut membantu upaya ketahanan pangan.
Munculnya orang utan berukuran besar kini membuat waswas petani setempat. Apalagi satwa langka dengan nama lain "pongo pygmaeus" itu pernah merusak tanaman milik petani dengan mencabut dan memakannya.
Petani berharap pemerintah, khususnya BKSDA bisa menangkap dan mengevakuasi orang utan itu. Tujuannya agar orang utan tidak lagi merusak tanaman petani dan orang utan itu bisa direlokasi ke habitatnya yang lebih aman dan banyak cadangan makanan.
Untuk membantu petugas, petani sudah mendokumentasikan dengan video saat kemunculan orang utan. Petani juga sudah mendata titik-titik di mana orang utan tersebut sering terlihat muncul.
"Mudah-mudahan BKSDA segera turun tangan," demikian Shindu.
Baca juga: Kasus DBD di RSUD dr Murjani Sampit meningkat pada peralihan musim hujan
Baca juga: Kotim raih penghargaan terbaik ketiga kinerja PTSP
Baca juga: Peringatan HKN di Kotim momentum merekatkan hubungan insan kesehatan
"Saat kami ke lokasi tadi orang utan tidak ada ditemukan. Tetapi kami menemukan menemukan dua buah sarang orang utan," kata Komandan Jaga BKSDA Pos Sampit, Muriansyah di Sampit, Kamis.
Penelusuran lapangan ini dilakukan tim BKSDA menindaklanjuti laporan dari petani di Jalan Jenderal Sudirman kilometer 15 terkait munculnya orang utan yang berkeliaran di kebun warga.
Lahan itu milik Kelompok Tani Mandiri Makmur Sampit. Petani setempat waswas orang utan akan kembali muncul dan merusak tanaman yang sudah ditanam oleh petani setempat.
Dalam kegiatan ini, Muriansyah bertemu dengan 16 orang anggota kelompok tani yang sedang menanam padi. Petugas juga bertemu dengan warga lain di sekitar lokasi kemunculan orang utan.
Dari keterangan anggota kelompok tani, kata Muriansyah, orang utan yang pernah terlihat di lokasi tersebut berjumlah tiga individu. Orang utan terlihat pekan kemarin sebanyak satu individu.
Orang utan masuk ke kebun warga diduga karena kelaparan. Satwa langka dan dilindungi itu mencari makan lantaran sumber makanan di habitat mereka di kawasan itu semakin menipis.
Baca juga: Raih penghargaan penghapusan kemiskinan ekstrem, Kotim dapat insentif Rp6,1 miliar
"Tadi kami memberikan pengarahan kepada anggota kelompok tani dan warga yang ditemui, terkait perilaku orang utan dan meminta apabila orang utan datang lagi, para petani segera melapor ke petugas dan memantau pergerakannya," demikian Muriansyah.
Shindu, salah seorang petani setempat menjelaskan, saat ini di kawasan itu terdapat sekitar 108 hektare lahan pertanian yang dikelola kelompok tani. Mereka menanam kelapa sawit dan padi.
Penanaman dilakukan dengan sistem bandep atau bergotong royong. Saat ini sudah ada sekitar 30 hektare yang sudah siap dan ditanami.
Langkah para petani ini untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Selain itu, upaya tersebut perlu didukung pemerintah karena turut membantu upaya ketahanan pangan.
Munculnya orang utan berukuran besar kini membuat waswas petani setempat. Apalagi satwa langka dengan nama lain "pongo pygmaeus" itu pernah merusak tanaman milik petani dengan mencabut dan memakannya.
Petani berharap pemerintah, khususnya BKSDA bisa menangkap dan mengevakuasi orang utan itu. Tujuannya agar orang utan tidak lagi merusak tanaman petani dan orang utan itu bisa direlokasi ke habitatnya yang lebih aman dan banyak cadangan makanan.
Untuk membantu petugas, petani sudah mendokumentasikan dengan video saat kemunculan orang utan. Petani juga sudah mendata titik-titik di mana orang utan tersebut sering terlihat muncul.
"Mudah-mudahan BKSDA segera turun tangan," demikian Shindu.
Baca juga: Kasus DBD di RSUD dr Murjani Sampit meningkat pada peralihan musim hujan
Baca juga: Kotim raih penghargaan terbaik ketiga kinerja PTSP
Baca juga: Peringatan HKN di Kotim momentum merekatkan hubungan insan kesehatan