Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menjadikan perkara dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 sebagai bahan evaluasi untuk pencegahan tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di internal instansi.
"Tentu ini akan menjadi evaluasi untuk terus meningkatkan upaya Kemenkes RI untuk mencegah KKN," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Ia menduga bahwa kasus tersebut hanya melibatkan oknum individu di lingkup Kemenkes RI, sebelum Budi Gunadi Sadikin dilantik sebagai Menteri Kesehatan.
"Sepemahaman kami, kasus ini terjadi sebelum masa Pak Budi Gunadi Sadikin menjabat sebagai Menteri Kesehatan (Menkes)," katanya.
Seperti diketahui, Budi Gunadi Sadikin dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo menjadi Menteri Kesehatan RI pada 23 Desember 2020.
Saat disinggung terkait oknum individu yang dimaksud, Nadia menyebut belum ada komunikasi lebih lanjut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Belum dapat informasi lebih lanjut dari KPK. Mekanisme (hukum) sudah ada dan sudah berjalan, hanya kalau peluang individu mungkin saja," ujarnya.
Dikatakan Nadia, upaya pencegahan KKN di lingkup Kemenkes RI, salah satunya ditempuh melalui penyediaan digitalisasi sistem pelayanan kesehatan yang transparan dan akuntabel.
Katalog elektronik dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa di Kemenkes RI, kata Nadia, sudah mencapai 90 persen dari total alokasi anggaran kesehatan.
"Jadi, pengadaan dengan metode e-katalog 90 persen barang dan jasa dilakukan dengan katalog ini," katanya.
Dia mengatakan metode e-katalog lebih menekan potensi penyalahgunaan wewenang dibandingkan dengan menggunakan metode lelang untuk penyediaan barang dan jasa.
"Memang belum 100 persen, karena ada beberapa kebutuhan yang tidak terdaftar di dalam e-katalog," katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kerugian yang dialami negara dalam perkara dugaan korupsi pengadaan APD di Kemenkes mencapai ratusan miliar rupiah.
Hingga kini KPK masih mengembangkan penyidikan perkara tersebut.
"Tentu ini akan menjadi evaluasi untuk terus meningkatkan upaya Kemenkes RI untuk mencegah KKN," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.
Ia menduga bahwa kasus tersebut hanya melibatkan oknum individu di lingkup Kemenkes RI, sebelum Budi Gunadi Sadikin dilantik sebagai Menteri Kesehatan.
"Sepemahaman kami, kasus ini terjadi sebelum masa Pak Budi Gunadi Sadikin menjabat sebagai Menteri Kesehatan (Menkes)," katanya.
Seperti diketahui, Budi Gunadi Sadikin dilantik oleh Presiden RI Joko Widodo menjadi Menteri Kesehatan RI pada 23 Desember 2020.
Saat disinggung terkait oknum individu yang dimaksud, Nadia menyebut belum ada komunikasi lebih lanjut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Belum dapat informasi lebih lanjut dari KPK. Mekanisme (hukum) sudah ada dan sudah berjalan, hanya kalau peluang individu mungkin saja," ujarnya.
Dikatakan Nadia, upaya pencegahan KKN di lingkup Kemenkes RI, salah satunya ditempuh melalui penyediaan digitalisasi sistem pelayanan kesehatan yang transparan dan akuntabel.
Katalog elektronik dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa di Kemenkes RI, kata Nadia, sudah mencapai 90 persen dari total alokasi anggaran kesehatan.
"Jadi, pengadaan dengan metode e-katalog 90 persen barang dan jasa dilakukan dengan katalog ini," katanya.
Dia mengatakan metode e-katalog lebih menekan potensi penyalahgunaan wewenang dibandingkan dengan menggunakan metode lelang untuk penyediaan barang dan jasa.
"Memang belum 100 persen, karena ada beberapa kebutuhan yang tidak terdaftar di dalam e-katalog," katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kerugian yang dialami negara dalam perkara dugaan korupsi pengadaan APD di Kemenkes mencapai ratusan miliar rupiah.
Hingga kini KPK masih mengembangkan penyidikan perkara tersebut.