Denpasar (ANTARA) - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali menyerahkan tersangka dokter gigi I Ketut Ari Wiantara (53) yang diduga melakukan praktik aborsi secara ilegal kepada Kejaksaan Negeri Badung.
Penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II ) tersangka IKAW dari Penyidik Polda Bali kepada Jaksa Penuntut Umum Dewa Gede Ari dilakukan di Kejari Badung, Bali, Senin (18/12/2023).
Kepala Seksi Intelijen Kejari Badung I Gde Ancana mengatakan sebelumnya IKAW ternyata sudah pernah di hukum atas tindak pidana yang sama yakni tahun 2006 divonis 2,5 tahun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian, saat bebas tersangka kembali melakukan praktik aborsi. Selanjutnya tahun 2009 kembali dihukum dengan vonis enam tahun penjara.
Pada tahun 2023, tersangka kembali ditangkap polisi karena melakukan kembali praktik serupa. Tersangka mengaku kembali membuka praktik aborsi tersebut karena adanya permintaan dari beberapa pasien.
"Tersangka beralasan merasa kasihan kepada pasien karena masih usia SMA dan kuliah. Pasien yang datang ke tempat praktiknya mengetahui informasi bahwa tersangka bisa menggugurkan kandungan dari mulut ke mulut, tersangka tidak pernah mengiklankan praktiknya," kata Ancana.
Ancana menjelaskan tersangka IKAW dalam melaksanakan praktik aborsi menarik tarif sebesar Rp3.800.000.
Kepada penyidik, tersangka IKAW telah menangani sekitar 20 hingga 25 pasien sejak tahun 2020 sampai dengan 2023 sampai akhirnya ditangkap.
Dengan dilakukan tahap II, maka tanggung jawab tersangka dan barang bukti ada pada Penuntut Umum.
Bahwa dengan telah terpenuhinya syarat objektif dan subjektif maka terhadap tersangka I Ketut Ari Wiantara dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan sejak tanggal 18 Desember 2023 sampai dengan 6 Januari 2024 di Lapas Kelas II A Kerobokan, Badung.
Dengan demikian, segera setelah Penuntut Umum menyiapkan kelengkapan administrasi, perkara tersebut akan mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar.
IKAW dijerat pasal berlapis yakni Pasal 77, Jo Pasal 73, Ayat (1), UU No. 29 Tahun 2004, tentang praktik kedokteran ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp150 juta, dan juga Pasal 194, Jo Pasal 75, Ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009, tentang kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II ) tersangka IKAW dari Penyidik Polda Bali kepada Jaksa Penuntut Umum Dewa Gede Ari dilakukan di Kejari Badung, Bali, Senin (18/12/2023).
Kepala Seksi Intelijen Kejari Badung I Gde Ancana mengatakan sebelumnya IKAW ternyata sudah pernah di hukum atas tindak pidana yang sama yakni tahun 2006 divonis 2,5 tahun berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar. Kemudian, saat bebas tersangka kembali melakukan praktik aborsi. Selanjutnya tahun 2009 kembali dihukum dengan vonis enam tahun penjara.
Pada tahun 2023, tersangka kembali ditangkap polisi karena melakukan kembali praktik serupa. Tersangka mengaku kembali membuka praktik aborsi tersebut karena adanya permintaan dari beberapa pasien.
"Tersangka beralasan merasa kasihan kepada pasien karena masih usia SMA dan kuliah. Pasien yang datang ke tempat praktiknya mengetahui informasi bahwa tersangka bisa menggugurkan kandungan dari mulut ke mulut, tersangka tidak pernah mengiklankan praktiknya," kata Ancana.
Ancana menjelaskan tersangka IKAW dalam melaksanakan praktik aborsi menarik tarif sebesar Rp3.800.000.
Kepada penyidik, tersangka IKAW telah menangani sekitar 20 hingga 25 pasien sejak tahun 2020 sampai dengan 2023 sampai akhirnya ditangkap.
Dengan dilakukan tahap II, maka tanggung jawab tersangka dan barang bukti ada pada Penuntut Umum.
Bahwa dengan telah terpenuhinya syarat objektif dan subjektif maka terhadap tersangka I Ketut Ari Wiantara dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan sejak tanggal 18 Desember 2023 sampai dengan 6 Januari 2024 di Lapas Kelas II A Kerobokan, Badung.
Dengan demikian, segera setelah Penuntut Umum menyiapkan kelengkapan administrasi, perkara tersebut akan mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar.
IKAW dijerat pasal berlapis yakni Pasal 77, Jo Pasal 73, Ayat (1), UU No. 29 Tahun 2004, tentang praktik kedokteran ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp150 juta, dan juga Pasal 194, Jo Pasal 75, Ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009, tentang kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.