Jakarta (ANTARA) - Calon Presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo menyatakan seni tradisional seperti jathilan harus sering ditampilkan melalui sebuah festival guna memberikan pesan kepada masyarakat jika Indonesia memiliki budaya yang kaya.
Pernyataan itu disampaikan saat dirinya mendatangi Embung Kaliaji yang terletak di Dusun Sangurejo, Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Selasa.
Kedatangan Ganjar ke lokasi tersebut dalam acara bertajuk “Jathil Bareng Mas Ganjar” disambut kesenian jathilan dan ribuan masyarakat Sleman.
“Inilah anak-anak mudanya menarik, kostum juga bagus-bagus, mungkin nanti dengan festival dan akan bisa memberikan pesan kebaikan kepada masyarakat,” kata dia dikutip dari keterangan resmi, Jakarta.
Jathilan merupakan kesenian yang telah lama dikenal oleh masyarakat kota Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kesenian jathilan juga dikenal dengan nama kuda lumping, jaran kepang, dan kuda kepang.
Ganjar mengaku seperti bernostalgia semasa kecil lantaran kerap menonton kesenian seperti jathilan. Bagi dia, seni tradisional tak hanya cukup dengan dilestarikan, tapi harus dikembangkan agar tak lekang oleh zaman.
“Kalau saya kecil itu kan di desa ya reog, jathilan ya terus kemudian kesenian tradisional-tradisional yang ditarikan oleh siapapun. Maka hari ini di Sleman mereka mengundang (saya) jathilan, masyarakat bisa berkumpul dengan bahagia, inilah seni-seni tradisional tidak hanya dilestarikan, tapi dikembangkan,” ucapnya.
Ganjar juga menyatakan bahwa pemerintah cukup memfasilitasi kebutuhan para pelaku seni, sehingga mereka cukup mengerjakan tugas yang hendak dilakukan.
“Kalau punya budaya yang baik, yang bagus, maka harus dikembangkan. Maka dalam perdebatan kemarin, muncul bagaimana kebudayaan bisa tumbuh dan tidak terhalang oleh birokrasi, maka birokrasi memfasilitasi pelaku seni dan budayanya yang melaksanakan, itu pasti akan tumbuh,” ungkap dia.
Mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu berjanji takkan membatasi para pelaku seni mengeluarkan kata-kata satire apabila menjadi Presiden nantinya. Menurut dia, kritikan yang masuk dari para pelaku seni harus didengarkan dan jangan dianggap menjadi sebuah ancaman.
“Memang ada kadang-kadang budaya satire kritik kepada pemerintah dan seperti itu jangan baper (bawa perasaan). Umpama kaya Mas Butet (Butet Kartaredjasa), dia aktor sangat bagus sekali, tapi kadang-kadang kalimatnya nyindir, kalimat-kalimatnya kritik sosial, dan ini harus kita dengarkan sebagai sebuah ekspresi kebebasan yang ada di masyarakat dan itu akan berkembang dengan sangat baik,” ujar Ganjar.
Pernyataan itu disampaikan saat dirinya mendatangi Embung Kaliaji yang terletak di Dusun Sangurejo, Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Selasa.
Kedatangan Ganjar ke lokasi tersebut dalam acara bertajuk “Jathil Bareng Mas Ganjar” disambut kesenian jathilan dan ribuan masyarakat Sleman.
“Inilah anak-anak mudanya menarik, kostum juga bagus-bagus, mungkin nanti dengan festival dan akan bisa memberikan pesan kebaikan kepada masyarakat,” kata dia dikutip dari keterangan resmi, Jakarta.
Jathilan merupakan kesenian yang telah lama dikenal oleh masyarakat kota Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kesenian jathilan juga dikenal dengan nama kuda lumping, jaran kepang, dan kuda kepang.
Ganjar mengaku seperti bernostalgia semasa kecil lantaran kerap menonton kesenian seperti jathilan. Bagi dia, seni tradisional tak hanya cukup dengan dilestarikan, tapi harus dikembangkan agar tak lekang oleh zaman.
“Kalau saya kecil itu kan di desa ya reog, jathilan ya terus kemudian kesenian tradisional-tradisional yang ditarikan oleh siapapun. Maka hari ini di Sleman mereka mengundang (saya) jathilan, masyarakat bisa berkumpul dengan bahagia, inilah seni-seni tradisional tidak hanya dilestarikan, tapi dikembangkan,” ucapnya.
Ganjar juga menyatakan bahwa pemerintah cukup memfasilitasi kebutuhan para pelaku seni, sehingga mereka cukup mengerjakan tugas yang hendak dilakukan.
“Kalau punya budaya yang baik, yang bagus, maka harus dikembangkan. Maka dalam perdebatan kemarin, muncul bagaimana kebudayaan bisa tumbuh dan tidak terhalang oleh birokrasi, maka birokrasi memfasilitasi pelaku seni dan budayanya yang melaksanakan, itu pasti akan tumbuh,” ungkap dia.
Mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu berjanji takkan membatasi para pelaku seni mengeluarkan kata-kata satire apabila menjadi Presiden nantinya. Menurut dia, kritikan yang masuk dari para pelaku seni harus didengarkan dan jangan dianggap menjadi sebuah ancaman.
“Memang ada kadang-kadang budaya satire kritik kepada pemerintah dan seperti itu jangan baper (bawa perasaan). Umpama kaya Mas Butet (Butet Kartaredjasa), dia aktor sangat bagus sekali, tapi kadang-kadang kalimatnya nyindir, kalimat-kalimatnya kritik sosial, dan ini harus kita dengarkan sebagai sebuah ekspresi kebebasan yang ada di masyarakat dan itu akan berkembang dengan sangat baik,” ujar Ganjar.