Jakarta (ANTARA) - Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penipuan catut nama pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) via aplikasi perpesanan dengan menggunakan foto profil Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Irjen Pol. Rudi Setiawan.
"Modusnya yang biasanya penjahat lakukan, antara lain melihat teman-teman dari orang yang dicatut namanya dari media sosial yang dimiliki, kemudian pelaku akan kirim DM (direct message) atau private message kepada korbannya," kata Dr. Pratama Persadha di Jakarta, Jumat pagi.
Menurut Pratama, belum diketahui secara pasti pesan apa yang dikirimkan oleh pelaku. Namun, karena mengingat nama yang dicatut adalah seorang pejabat KPK, bisa jadi pelaku menghubungi korban dengan mengaku bisa membantu jika korban sedang tersandung proses hukum di KPK.
Kemungkinan lain, kata dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK ini, memberikan informasi palsu kepada korban bahwa mereka sedang menjadi target penangkapan dan menjanjikan nama yang bersangkutan terhapus dalam daftar target dengan membayarkan sejumlah uang.
Pratama mengemukakan bahwa KPK dan aparat penegakan hukum sedang melakukan investigasi lebih mendalam terhadap penipuan yang sedang terjadi ini. Bahkan, sudah menemukan informasi bahwa rekening untuk menampung dana hasil penipuan oleh pelaku berasal dari Sumatera Utara.
"Penipuan dengan modus catut nama seperti ini makin diperparah dengan makin maraknya kebocoran data pribadi belakangan ini," kata Pratama yang juga Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC.
Dengan menggunakan data yang bocor tersebut, kata dia, pelaku akan bisa lebih meyakinkan para korbannya karena pada saat kali pertama menghubungi korban, pelaku bisa menyebutkan nama korban serta beberapa identitas pribadi dari korban.
Penipuan dengan modus catut nama seperti ini, menurut Pratama, sangat berbahaya, terutama korban yang secara spesifik memang memiliki kasus hukum dengan KPK atau pejabat serta pimpinan perusahaan. Korban akan cenderung percaya, apalagi pelaku memberikan iming-iming kemudahan atau mengancam akan memperkarakan korban.
Pakar keamanan siber ini lantas memberi tip beberapa langkah supaya tidak menjadi korban kejahatan penipuan dengan modus tersebut, antara lain jangan merespons pesan dari nomor yang tidak dikenal.
Jika memang mengenal orang tersebut, namun nomornya berbeda, Pratama menyarankan kepada si penerima pesan untuk mengonfirmasikan terlebih dahulu melalui nomor lama, apakah memang yang bersangkutan mengirimkan pesan dari nomor lain.
Selain itu, juga bisa menggunakan aplikasi tambahan untuk identifikasi nomor tidak dikenal seperti truecaller atau getcontact, sehingga bisa melihat apakah nomor tersebut valid ataukah nomor yang dipakai untuk penipuan karena terkadang ada calon korban yang menambahkan penanda kepada nomor tersebut.
"Kita juga bisa nyalakan fitur 'bisukan' penelepon tidak dikenal' pada WhatsApp dengan cara masuk ke menu pengaturan, pilih privasi, pilih panggilan (scroll ke bawah) kemudian pilih 'bisukan' penelepon tidak dikenal dan aktifkan fitur tersebut," ujarnya.
Pratama menekankan, "Yang pasti jangan melakukan transfer atau transaksi keuangan apa pun kepada pelaku dan laporkan kepada pihak berwajib supaya bisa ditindaklanjuti".
"Modusnya yang biasanya penjahat lakukan, antara lain melihat teman-teman dari orang yang dicatut namanya dari media sosial yang dimiliki, kemudian pelaku akan kirim DM (direct message) atau private message kepada korbannya," kata Dr. Pratama Persadha di Jakarta, Jumat pagi.
Menurut Pratama, belum diketahui secara pasti pesan apa yang dikirimkan oleh pelaku. Namun, karena mengingat nama yang dicatut adalah seorang pejabat KPK, bisa jadi pelaku menghubungi korban dengan mengaku bisa membantu jika korban sedang tersandung proses hukum di KPK.
Kemungkinan lain, kata dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) PTIK ini, memberikan informasi palsu kepada korban bahwa mereka sedang menjadi target penangkapan dan menjanjikan nama yang bersangkutan terhapus dalam daftar target dengan membayarkan sejumlah uang.
Pratama mengemukakan bahwa KPK dan aparat penegakan hukum sedang melakukan investigasi lebih mendalam terhadap penipuan yang sedang terjadi ini. Bahkan, sudah menemukan informasi bahwa rekening untuk menampung dana hasil penipuan oleh pelaku berasal dari Sumatera Utara.
"Penipuan dengan modus catut nama seperti ini makin diperparah dengan makin maraknya kebocoran data pribadi belakangan ini," kata Pratama yang juga Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC.
Dengan menggunakan data yang bocor tersebut, kata dia, pelaku akan bisa lebih meyakinkan para korbannya karena pada saat kali pertama menghubungi korban, pelaku bisa menyebutkan nama korban serta beberapa identitas pribadi dari korban.
Penipuan dengan modus catut nama seperti ini, menurut Pratama, sangat berbahaya, terutama korban yang secara spesifik memang memiliki kasus hukum dengan KPK atau pejabat serta pimpinan perusahaan. Korban akan cenderung percaya, apalagi pelaku memberikan iming-iming kemudahan atau mengancam akan memperkarakan korban.
Pakar keamanan siber ini lantas memberi tip beberapa langkah supaya tidak menjadi korban kejahatan penipuan dengan modus tersebut, antara lain jangan merespons pesan dari nomor yang tidak dikenal.
Jika memang mengenal orang tersebut, namun nomornya berbeda, Pratama menyarankan kepada si penerima pesan untuk mengonfirmasikan terlebih dahulu melalui nomor lama, apakah memang yang bersangkutan mengirimkan pesan dari nomor lain.
Selain itu, juga bisa menggunakan aplikasi tambahan untuk identifikasi nomor tidak dikenal seperti truecaller atau getcontact, sehingga bisa melihat apakah nomor tersebut valid ataukah nomor yang dipakai untuk penipuan karena terkadang ada calon korban yang menambahkan penanda kepada nomor tersebut.
"Kita juga bisa nyalakan fitur 'bisukan' penelepon tidak dikenal' pada WhatsApp dengan cara masuk ke menu pengaturan, pilih privasi, pilih panggilan (scroll ke bawah) kemudian pilih 'bisukan' penelepon tidak dikenal dan aktifkan fitur tersebut," ujarnya.
Pratama menekankan, "Yang pasti jangan melakukan transfer atau transaksi keuangan apa pun kepada pelaku dan laporkan kepada pihak berwajib supaya bisa ditindaklanjuti".