Sampit (ANTARA) - Harga bawang putih di pasar tradisional Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur , Kalimantan Tengah melambung tinggi sejak sepekan terakhir akibat stok menipis.
“Harga bawang putih naik sudah semingguan ini. Sebelumnya Rp30 ribu - Rp35 ribu sekarang sudah Rp45 ribu per kilogram,” kata salah satu pedagang di Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit Nana di Sampit, Minggu.
Nana menjelaskan, selama ini bawang putih yang beredar di pasar-pasar tradisional Kota Sampit merupakan komoditi impor dari Cina. Sementara, informasi yang ia terima dalam beberapa pekan terakhir impor dari Cina belum masuk sehingga stok yang ada kian menipis.
Ketika stok menipis, sedangkan permintaan masyarakat tetap bahkan cenderung meningkat di Ramadhan otomatis berimbas pada kenaikan harga. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada bawang putih, tapi juga komoditi impor lainnya seperti bawang bombai dan cabai kering.
Bawang bombai sebelumnya dibanderol Rp25 ribu per kilogram, kini sudah tembus Rp40 ribu per kilogram. Sedangkan, cabai kering selisih kenaikan harganya masih kecil karena permintaan masyarakat tidak begitu tinggi, yakni dari Rp12 ribu menjadi Rp14 ribu per ons.
“Rata-rata barang yang diimpor harganya naik. Kemungkinan ini masih akan naik, karena informasinya setelah Lebaran baru ada impor lagi,” imbuhnya.
Nana menambahkan, kenaikan harga ini tentu berdampak pada omzet yang ia dapatkan, yakni turun sekitar 10 persen dibanding sebelumnya. Banyak konsumen yang mengeluhkan kenaikan harga dan tak jarang batal untuk membeli.
Baca juga: Harga emas di Sampit alami tren kenaikan
Untuk menyiasati situasi tersebut, ia memilih untuk mengurangi jumlah pembelian ke pemasok guna menghindari kerugian akibat barang yang membusuk karena tidak laku.
“Kalau menurunkan harga barang kami sulit, karena kami menerima dari pemasok juga sudah tinggi. Jadi cara menyiasatinya dengan mengurangi menyetok barang,” pungkasnya.
Pedagang lainnya, Fahmi menyampaikan selain komoditi impor, beberapa komoditi lokal juga mengalami kenaikan harga. Sebab, pengaruh musim hujan yang menyebabkan banjir di daerah pertanian atau perkebunan, sehingga hasil panen beberapa komoditas menurun.
Bahkan, kenaikan harga ini terjadi sudah satu bulan lebih, seperti cabai rawit yang bertahan di angka Rp10 ribu per ons atau Rp85 ribu hingga Rp90 ribu per kilogram, lalu daun prei dari Rp8 ribu menjadi Rp15 ribu per ons.
“Contohnya cabai, biasanya ada pasokan dari Jawa dan Kalsel, tapi sekarang dari Jawa kosong otomatis pasokannya menipis dan harga pun naik,” sebutnya.
Fahmi memperkirakan kenaikan harga sejumlah komoditas masih akan terjadi, terutama menjelang dan setelah Lebaran. Karena pada waktu itu biasanya tidak ada pasokan dari Jawa, lantaran kebanyakan orang akan berlibur untuk merayakan hari besar keagamaan.
Baca juga: DLU: Tiket H-10 hingga H-2 Lebaran sudah terjual 80 persen
Baca juga: Bazar Ramadhan jadi ajang mahasiswa Umsa belajar berwirausaha
Baca juga: 12 keberangkatan disiapkan untuk arus mudik dan balik di Pelabuhan Sampit
“Harga bawang putih naik sudah semingguan ini. Sebelumnya Rp30 ribu - Rp35 ribu sekarang sudah Rp45 ribu per kilogram,” kata salah satu pedagang di Pusat Perbelanjaan Mentaya (PPM) Sampit Nana di Sampit, Minggu.
Nana menjelaskan, selama ini bawang putih yang beredar di pasar-pasar tradisional Kota Sampit merupakan komoditi impor dari Cina. Sementara, informasi yang ia terima dalam beberapa pekan terakhir impor dari Cina belum masuk sehingga stok yang ada kian menipis.
Ketika stok menipis, sedangkan permintaan masyarakat tetap bahkan cenderung meningkat di Ramadhan otomatis berimbas pada kenaikan harga. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada bawang putih, tapi juga komoditi impor lainnya seperti bawang bombai dan cabai kering.
Bawang bombai sebelumnya dibanderol Rp25 ribu per kilogram, kini sudah tembus Rp40 ribu per kilogram. Sedangkan, cabai kering selisih kenaikan harganya masih kecil karena permintaan masyarakat tidak begitu tinggi, yakni dari Rp12 ribu menjadi Rp14 ribu per ons.
“Rata-rata barang yang diimpor harganya naik. Kemungkinan ini masih akan naik, karena informasinya setelah Lebaran baru ada impor lagi,” imbuhnya.
Nana menambahkan, kenaikan harga ini tentu berdampak pada omzet yang ia dapatkan, yakni turun sekitar 10 persen dibanding sebelumnya. Banyak konsumen yang mengeluhkan kenaikan harga dan tak jarang batal untuk membeli.
Baca juga: Harga emas di Sampit alami tren kenaikan
Untuk menyiasati situasi tersebut, ia memilih untuk mengurangi jumlah pembelian ke pemasok guna menghindari kerugian akibat barang yang membusuk karena tidak laku.
“Kalau menurunkan harga barang kami sulit, karena kami menerima dari pemasok juga sudah tinggi. Jadi cara menyiasatinya dengan mengurangi menyetok barang,” pungkasnya.
Pedagang lainnya, Fahmi menyampaikan selain komoditi impor, beberapa komoditi lokal juga mengalami kenaikan harga. Sebab, pengaruh musim hujan yang menyebabkan banjir di daerah pertanian atau perkebunan, sehingga hasil panen beberapa komoditas menurun.
Bahkan, kenaikan harga ini terjadi sudah satu bulan lebih, seperti cabai rawit yang bertahan di angka Rp10 ribu per ons atau Rp85 ribu hingga Rp90 ribu per kilogram, lalu daun prei dari Rp8 ribu menjadi Rp15 ribu per ons.
“Contohnya cabai, biasanya ada pasokan dari Jawa dan Kalsel, tapi sekarang dari Jawa kosong otomatis pasokannya menipis dan harga pun naik,” sebutnya.
Fahmi memperkirakan kenaikan harga sejumlah komoditas masih akan terjadi, terutama menjelang dan setelah Lebaran. Karena pada waktu itu biasanya tidak ada pasokan dari Jawa, lantaran kebanyakan orang akan berlibur untuk merayakan hari besar keagamaan.
Baca juga: DLU: Tiket H-10 hingga H-2 Lebaran sudah terjual 80 persen
Baca juga: Bazar Ramadhan jadi ajang mahasiswa Umsa belajar berwirausaha
Baca juga: 12 keberangkatan disiapkan untuk arus mudik dan balik di Pelabuhan Sampit