Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Halikinnor meminta para pihak yang terlibat sengketa lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Pelantaran Kecamatan Cempaga Hulu untuk sama-sama menahan diri dan menjaga suasana kondusif sehingga insiden bentrok berdarah tidak pernah terulang lagi.
"Suasana kondusif harus kita jaga. Jangan sampai ada insiden lagi selama proses ini berjalan, apalagi ini bulan suci Ramadhan," kata Halikinnor di Sampit, Selasa.
Harapan itu disampaikan Halikinnor saat mediasi sengketa lahan perkebunan kelapa sawit antara dua warga bernama Alpin Laurence dan rekan-rekannya dengan Hok Kim alias Acen Suwartono.
Mediasi yang dipimpin Sekretaris Daerah Fajrurrahman ini dihadiri Kapolres AKBP Sarpani dan Dandim 1015/Spt Letkol Inf Muhammad Tandri Subrata. Sementara itu, Hok Kim hadir bersama kuasa hukumnya, sedangkan Alpin hanya mengutus kuasa hukumnya.
Sengketa lahan kebun sawit antara Alpin dan Hok Kim dengan luas lahan yang dipermasalahkan sekitar 700 hektare ini sudah bergulir lebih dari dua tahun, bahkan proses hukumnya kini sudah bergulir hingga ke Mahkamah Agung.
Perkara ini menjadi perhatian karena sudah menyebabkan munculnya konflik. Bahkan pada 2023 lalu, bentrok antar kedua pihak menimbulkan satu korban jiwa.
Ketegangan kembali mengemuka lantaran salah satu pihak dituding melakukan tindakan pelanggaran dengan masuk dan memanen kelapa sawit, padahal sebelumnya sudah disepakati status quo hingga proses hukum perkara itu memang mengharapkan putusan tetap atau inkracht.
Untuk mencegah hal tidak diinginkan kembali terjadi, pemerintah daerah bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) berinisiatif memediasi kedua belah pihak. Mediasi ini untuk mengajak kedua pihak menjaga situasi kondusif, sembari menunggu putusan hukum.
Kapolres AKBP Sarpani mengatakan dirinya mengikuti perkara ini dari awal hingga sampai saat ini. Dia yakin kedua belah pihak, khususnya pengacara kedua pihak sangat mengerti dan memiliki kedewasaan untuk mengikuti semua proses ini sesuai dengan keahliannya yaitu proses hukum.
Untuk itu dia meminta kedua belah pihak untuk bisa menahan diri sehingga situasi kondusif tetap terjaga. Insiden dulu pernah terjadi yang mengakibatkan adanya korban jiwa, diharapkan tidak sampai terulang.
Baca juga: KPPN Sampit: Realisasi belanja negara semakin baik
"Nyawa satu orang meninggal itu mahal. Anaknya jadi yatim, istrinya janda. Ini jangan sampai terjadi lagi. Jangan sampai ada provokasi.
Kawasan ini belum inkracht dan belum berizin. Mengajukan iya, tapi belum disetujui," ujar Sarpani.
Menurutnya, mediasi ini dilaksanakan supaya ke depannya pembangunan dan perekonomian bisa berjalan. Kedua pihak juga harus memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.
Kedua pihak diharapkan saling memahami dan saling mengerti sehingga ada kesepakatan. Jika pun kesepakatan belum tercapai, setidaknya kedua pihak bisa menghormati proses hukum uang sedang berjalan hingga nantinya ada putusan hukum tetap.
"Pengerahan massa itu tentu hal yang tidak kita inginkan karena itu akan merugikan semua pihak, baik masyarakat itu sendiri maupun kedua pihak. Kita sama-sama dewasa dan berpendidikan, memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga suasana kondusif di masyarakat," tegas Sarpani.
Sementara itu Sekretaris Daerah Fajrurrahman yang memimpin mediasi, mengapresiasi kedua belah pihak yang bersama-sama menjaga situasi kondusif sehingga mediasi berjalan lancar meski belum membuahkan hasil semua pihak.
Dia menjelaskan, poin penting dalam mediasi ini yaitu kedua pihak diminta bertanggung jawab untuk bersama-sama menjaga situasi kondusif di daerah ini dengan tidak melakukan tindakan yang dapat memicu konflik.
Terkait pengusulan kawasan yang disengketakan itu statusnya menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi atau HPK, maka pemerintah daerah menunggu keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Silakan nantinya keputusan KLHK siapa yang mengusulkan pengelolaan pada kawasan itu. Kita akan hormati dan kita juga akan menindaklanjutinya sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku," ujar Fajrurrahman.
Terkait perkembangan perkara ini, pemerintah daerah dan FKPD juga akan berkoordinasi serta meminta arahan dari Polda Kalimantan Tengah dalam upaya menjaga suasana agar tetap kondusif.
Sementara itu saat sesi dialog, dari pihak Hok Kim menyesalkan adanya tindakan dari sekelompok orang yang memasuki dan memanen sawit secara sepihak. Dari Alfin juga memproses pencopotan plang terkait penetapan status quo, sehingga itu yang menurut mereka memicu reaksi di lapangan.
Baca juga: Pemkab Kotim lanjutkan pembangunan jalan Seranau menuju Pulau Hanaut
Baca juga: Dua warga binaan Lapas Sampit terima program bebas bersyarat
Baca juga: Pemkab Kotim raih predikat BB dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
"Suasana kondusif harus kita jaga. Jangan sampai ada insiden lagi selama proses ini berjalan, apalagi ini bulan suci Ramadhan," kata Halikinnor di Sampit, Selasa.
Harapan itu disampaikan Halikinnor saat mediasi sengketa lahan perkebunan kelapa sawit antara dua warga bernama Alpin Laurence dan rekan-rekannya dengan Hok Kim alias Acen Suwartono.
Mediasi yang dipimpin Sekretaris Daerah Fajrurrahman ini dihadiri Kapolres AKBP Sarpani dan Dandim 1015/Spt Letkol Inf Muhammad Tandri Subrata. Sementara itu, Hok Kim hadir bersama kuasa hukumnya, sedangkan Alpin hanya mengutus kuasa hukumnya.
Sengketa lahan kebun sawit antara Alpin dan Hok Kim dengan luas lahan yang dipermasalahkan sekitar 700 hektare ini sudah bergulir lebih dari dua tahun, bahkan proses hukumnya kini sudah bergulir hingga ke Mahkamah Agung.
Perkara ini menjadi perhatian karena sudah menyebabkan munculnya konflik. Bahkan pada 2023 lalu, bentrok antar kedua pihak menimbulkan satu korban jiwa.
Ketegangan kembali mengemuka lantaran salah satu pihak dituding melakukan tindakan pelanggaran dengan masuk dan memanen kelapa sawit, padahal sebelumnya sudah disepakati status quo hingga proses hukum perkara itu memang mengharapkan putusan tetap atau inkracht.
Untuk mencegah hal tidak diinginkan kembali terjadi, pemerintah daerah bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) berinisiatif memediasi kedua belah pihak. Mediasi ini untuk mengajak kedua pihak menjaga situasi kondusif, sembari menunggu putusan hukum.
Kapolres AKBP Sarpani mengatakan dirinya mengikuti perkara ini dari awal hingga sampai saat ini. Dia yakin kedua belah pihak, khususnya pengacara kedua pihak sangat mengerti dan memiliki kedewasaan untuk mengikuti semua proses ini sesuai dengan keahliannya yaitu proses hukum.
Untuk itu dia meminta kedua belah pihak untuk bisa menahan diri sehingga situasi kondusif tetap terjaga. Insiden dulu pernah terjadi yang mengakibatkan adanya korban jiwa, diharapkan tidak sampai terulang.
Baca juga: KPPN Sampit: Realisasi belanja negara semakin baik
"Nyawa satu orang meninggal itu mahal. Anaknya jadi yatim, istrinya janda. Ini jangan sampai terjadi lagi. Jangan sampai ada provokasi.
Kawasan ini belum inkracht dan belum berizin. Mengajukan iya, tapi belum disetujui," ujar Sarpani.
Menurutnya, mediasi ini dilaksanakan supaya ke depannya pembangunan dan perekonomian bisa berjalan. Kedua pihak juga harus memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.
Kedua pihak diharapkan saling memahami dan saling mengerti sehingga ada kesepakatan. Jika pun kesepakatan belum tercapai, setidaknya kedua pihak bisa menghormati proses hukum uang sedang berjalan hingga nantinya ada putusan hukum tetap.
"Pengerahan massa itu tentu hal yang tidak kita inginkan karena itu akan merugikan semua pihak, baik masyarakat itu sendiri maupun kedua pihak. Kita sama-sama dewasa dan berpendidikan, memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga suasana kondusif di masyarakat," tegas Sarpani.
Sementara itu Sekretaris Daerah Fajrurrahman yang memimpin mediasi, mengapresiasi kedua belah pihak yang bersama-sama menjaga situasi kondusif sehingga mediasi berjalan lancar meski belum membuahkan hasil semua pihak.
Dia menjelaskan, poin penting dalam mediasi ini yaitu kedua pihak diminta bertanggung jawab untuk bersama-sama menjaga situasi kondusif di daerah ini dengan tidak melakukan tindakan yang dapat memicu konflik.
Terkait pengusulan kawasan yang disengketakan itu statusnya menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi atau HPK, maka pemerintah daerah menunggu keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Silakan nantinya keputusan KLHK siapa yang mengusulkan pengelolaan pada kawasan itu. Kita akan hormati dan kita juga akan menindaklanjutinya sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku," ujar Fajrurrahman.
Terkait perkembangan perkara ini, pemerintah daerah dan FKPD juga akan berkoordinasi serta meminta arahan dari Polda Kalimantan Tengah dalam upaya menjaga suasana agar tetap kondusif.
Sementara itu saat sesi dialog, dari pihak Hok Kim menyesalkan adanya tindakan dari sekelompok orang yang memasuki dan memanen sawit secara sepihak. Dari Alfin juga memproses pencopotan plang terkait penetapan status quo, sehingga itu yang menurut mereka memicu reaksi di lapangan.
Baca juga: Pemkab Kotim lanjutkan pembangunan jalan Seranau menuju Pulau Hanaut
Baca juga: Dua warga binaan Lapas Sampit terima program bebas bersyarat
Baca juga: Pemkab Kotim raih predikat BB dalam pelaksanaan reformasi birokrasi