Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan bahwa usia 25-30 tahun merupakan masa reproduksi paling sehat bagi perempuan.
"Silahkan punya anak di usia 25-30 tahun karena saat itu istri (perempuan) masih kuat tulangnya, di atas 32 tahun tulang sudah mulai keropos," kata Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN Marianus Mau Kuru dalam seminar daring yang diadakan Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (Dinas PPAPP) DKI Jakarta pada Jumat.
Marianus tak menyarankan wanita hamil saat berusia di atas 35 tahun karena panggulnya sudah kembali menyempit. Selain itu, dia meminta wanita menghindari hamil dan melahirkan pada usia ini karena kesehatan dan fungsi rahim sudah menurun, berpotensi mengalami komplikasi medis dan menyebabkan kematian baik pada dirinya maupun janin yang dikandung.
Sementara itu, hamil pada usia terlalu muda, yakni kurang dari usia 21 tahun, juga tak disarankan karena kondisi rahim dan panggul perempuan belum siap untuk hamil dan melahirkan secara sehat.
Baca juga: Pentingnya jaga kesehatan reproduksi dari remaja
Dampak yang bisa muncul, yakni bayi yang dilahirkan berpotensi prematur atau lahir sebelum waktunya, berpotensi terjadi perdarahan yang berakibat pada ibu dan bayinya serta berisiko mengalami kanker leher rahim.
"Perempuan yang hamil terlalu muda (di bawah 21 tahun) tulang tidak berkembang, lebih cepat keropos dibandingkan yang hamil di usia 20 tahun ke atas," kata dia.
Selain usia, Marianus juga mengingatkan pentingnya menjaga jarak kelahiran antar anak setidaknya tiga tahun agar anak bisa mendapatkan ASI hingga dua tahun dan ibu dapat memulihkan kesehatan reproduksinya.
"(Hamil dengan jarak terlalu dekat) Berisiko menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi kurang optimal terutama otaknya karena jarak kelahiran dengan anak sebelumnya terlalu dekat," tutur dia.
Baca juga: Perlukah laki-laki periksa kesehatan reproduksi?
Selanjutnya, dia juga mengingatkan agar perempuan tak terlalu sering hamil. Ibu yang terlalu sering hamil bisa menyebabkan kekurangan waktu untuk merawat dirinya, daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit dan mengalami kondisi kesehatan reproduksi.
"Dari aspek kesehatan reproduksi, seorang perempuan hanya boleh hamil paling banyak tiga kali," ujar dia.
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan sebanyak 36 dari 1.000 perempuan melahirkan di usia 15-19 tahun. Sementara itu, anak perempuan berusia 10-14 tahun yang hamil dan melahirkan memiliki risiko kematian lima kali lebih besar daripada yang melahirkan di usia 20-24 tahun.
"Jadi, usahakan usia 20 ke atas baru menikah dan hamil. Perempuan dari aspek hukum boleh menikah di usia 19 tahun tetapi dari aspek kesehatan reproduksi harus 20-21 tahun dan 25 tahun untuk laki-laki," katanya.
Baca juga: Seberapa penting mengetahui masa subur untuk kehamilan?
Baca juga: Sperma pun punya masa subur
"Silahkan punya anak di usia 25-30 tahun karena saat itu istri (perempuan) masih kuat tulangnya, di atas 32 tahun tulang sudah mulai keropos," kata Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN Marianus Mau Kuru dalam seminar daring yang diadakan Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (Dinas PPAPP) DKI Jakarta pada Jumat.
Marianus tak menyarankan wanita hamil saat berusia di atas 35 tahun karena panggulnya sudah kembali menyempit. Selain itu, dia meminta wanita menghindari hamil dan melahirkan pada usia ini karena kesehatan dan fungsi rahim sudah menurun, berpotensi mengalami komplikasi medis dan menyebabkan kematian baik pada dirinya maupun janin yang dikandung.
Sementara itu, hamil pada usia terlalu muda, yakni kurang dari usia 21 tahun, juga tak disarankan karena kondisi rahim dan panggul perempuan belum siap untuk hamil dan melahirkan secara sehat.
Baca juga: Pentingnya jaga kesehatan reproduksi dari remaja
Dampak yang bisa muncul, yakni bayi yang dilahirkan berpotensi prematur atau lahir sebelum waktunya, berpotensi terjadi perdarahan yang berakibat pada ibu dan bayinya serta berisiko mengalami kanker leher rahim.
"Perempuan yang hamil terlalu muda (di bawah 21 tahun) tulang tidak berkembang, lebih cepat keropos dibandingkan yang hamil di usia 20 tahun ke atas," kata dia.
Selain usia, Marianus juga mengingatkan pentingnya menjaga jarak kelahiran antar anak setidaknya tiga tahun agar anak bisa mendapatkan ASI hingga dua tahun dan ibu dapat memulihkan kesehatan reproduksinya.
"(Hamil dengan jarak terlalu dekat) Berisiko menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi kurang optimal terutama otaknya karena jarak kelahiran dengan anak sebelumnya terlalu dekat," tutur dia.
Baca juga: Perlukah laki-laki periksa kesehatan reproduksi?
Selanjutnya, dia juga mengingatkan agar perempuan tak terlalu sering hamil. Ibu yang terlalu sering hamil bisa menyebabkan kekurangan waktu untuk merawat dirinya, daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit dan mengalami kondisi kesehatan reproduksi.
"Dari aspek kesehatan reproduksi, seorang perempuan hanya boleh hamil paling banyak tiga kali," ujar dia.
Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 menunjukkan sebanyak 36 dari 1.000 perempuan melahirkan di usia 15-19 tahun. Sementara itu, anak perempuan berusia 10-14 tahun yang hamil dan melahirkan memiliki risiko kematian lima kali lebih besar daripada yang melahirkan di usia 20-24 tahun.
"Jadi, usahakan usia 20 ke atas baru menikah dan hamil. Perempuan dari aspek hukum boleh menikah di usia 19 tahun tetapi dari aspek kesehatan reproduksi harus 20-21 tahun dan 25 tahun untuk laki-laki," katanya.
Baca juga: Seberapa penting mengetahui masa subur untuk kehamilan?
Baca juga: Sperma pun punya masa subur