Sampit (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah membeberkan hasil uji laboratorium sampel babi dari Kecamatan Telawang terbukti negatif virus demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).
“Hasil uji sampel babi sudah keluar dan dinyatakan negatif ASF, namun jika dilihat dari gejala klinis memungkinkan kalau kematian babi di Telawang itu disebabkan ASF,” kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan DPKP Kotim, Endrayatno di Sampit, Senin.
Akhir Maret 2024 lalu, sejumlah peternak babi di Desa Kenyala, Kecamatan Telawang resah dengan kematian puluhan ekor babi secara mendadak. Akibatnya peternak mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah
DPKP Kotim pun segera menurunkan tim guna melakukan investigasi penyebab kematian puluhan ekor babi tersebut. Diduga kuat babi-babi tersebut mati akibat virus ASF. Namun, setelah dilakukan pengambilan sampel dan uji laboratorium hasilnya dinyatakan negatif ASF.
Hasil yang sama ditunjukkan ketika dilakukan pengujian virus Classical Swine Fever (CSF) atau kolera babi.
Kendati demikian, menurut Endra dugaan penyebab kematian puluhan babi di Telawang memang akibat virus ASF jika dilihat dari gejala klinis yang ditunjukkan, yakni demam tinggi dan pendarahan.
Sementara, hasil uji laboratorium sampel babi yang menunjukkan negatif ASF dapat dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya saat pengambilan sampel atau swab virus tersebut tidak terbawa karena jumlah virus di tubuh babi yang diambil sampelnya sedikit.
“Kemungkinan hasil laboratorium negatif sebab sampel yang kami ambil sedikit, sekitar 4-5 sampel saja. Karena saat tim kami tiba di lokasi sebagian besar babi yang mati sudah dikubur, jadi tim kesulitan mencari sampel,” jelasnya.
Baca juga: Pemkab Kotim berhasil pertahankan opini WTP sepuluh kali berturut-turut
Faktor lain yang menyebabkan hasil uji sampel negatif, adanya kerusakan sampel atau terganggunya rantai dingin saat transportasi sampel via darat ke laboratorium yang berada di Balai Veteriner Banjarbaru. Virus pada sampel hewan bisa rusak jika terpapar matahari.
Ia melanjutkan, kuatnya dugaan penyebab kematian puluhan babi di Telawang baru-baru ini akibat ASF lantaran dulu virus tersebut pernah menyerang peternakan babi di Kotim, meskipun kasus kala itu sudah ditangani.
Oleh sebab itu, walau hasil uji laboratorium dinyatakan negatif ASF namun DPKP Kotim tetap mengambil tindakan sesuai prosedur penanganan ASF. Antara lain, peternakan atau kandang yang hewannya terkena ASF harus di desinfeksi untuk membunuh sisa virus yang tertinggal dan setelah 45 hari baru boleh memasukkan babi lagi.
Selanjutnya, babi yang terkena ASF tidak boleh bersentuhan dengan babi sehat karena dapat terjadi penularan penyakit, hal yang sama berlaku untuk peternak atau manusia. Meskipun virus ASF tidak berpengaruh kepada manusia, tapi manusia bisa menjadi carrier dari virus tersebut.
“Antar peternak sebaiknya tidak saling berkunjung, karena virus itu bisa menempel di pakaian dan lain-lain. Walaupun yang utama itu disinfeksi untuk pencegahan, karena belum ada vaksin untuk virus itu,” terangnya.
Endra berharap dengan tata cara pengendaliannya tetap sesuai prosedur penanganan ASF kedepannya tidak ada lagi ternak babi di Kotim yang terserang virus tersebut, sebab sangat merugikan peternak.
Virus ini efeknya terbilang cepat, dalam waktu tiga hingga empat hari babi yang terkena virus tersebut bisa mati. Kendati di beberapa kasus ada babi yang bisa bertahan hingga dua pekan.
Baca juga: DPRD Kotim setujui Raperda Masyarakat Hukum Adat Dayak dan KLA
Baca juga: Waket DPRD Kotim minta sopir truk CPO didisiplinkan
Baca juga: Jelang Pilkada Kotim sudah tujuh tokoh mendaftar ke PKS