Mataram (ANTARA) - Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, meminta mahasiswi yang menjadi korban pencabulan dosen berinisial AW agar melapor ke pihak kepolisian.
"Jadi, adanya kasus ini, kami masih meminta korban (mahasiswi) agar mau melaporkan ke polisi. Ini yang lagi kami dorong," Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unram Joko Jumadi di Mataram, Jumat.
Joko menyampaikan hal itu setelah adanya keputusan Unram yang memberikan sanksi tegas kepada AW berupa pemberhentian sebagai tenaga pendidik.
Sanksi tersebut merujuk pada hasil investigasi Satgas PPKS Unram yang menemukan bukti perbuatan cabul dosen tersebut terhadap tiga orang mahasiswi.
Sanksi pemecatan itu masuk kategori berat dengan merujuk pada ketentuan Pasal 14 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"Jadi, sanksi yang kami terapkan ini masih secara administratif karena yang bersangkutan berstatus tenaga pendidik di Unram," ujarnya.
Meskipun demikian, Joko yang juga tenaga pendidik di Fakultas Hukum Unram melihat bukti perbuatan pidana dalam kasus ini sudah cukup kuat sehingga berpeluang untuk berproses secara hukum.
"Kami dari satgas maunya proses ini tidak hanya administrasi akademik, ada juga proses hukum. Tetapi, itu semuanya kembali kepada korban yang memegang keputusan, kuncinya di situ," ucap dia.
Satgas PPKS Unram menangani kasus ini berdasarkan laporan mahasiswi yang menjadi korban dengan jumlah tiga orang. Laporan itu diterima pada 30 Mei 2024.
Dari laporan itu, Satgas PPKS Unram melakukan investigasi dengan melakukan serangkaian pemeriksaan dan pemulihan psikologis korban.
Hasil investigasi mengungkap bahwa korban yang mendapat perlakuan tidak senonoh dari oknum dosen tersebut tercatat ada yang terjadi pada tahun 2010.
Oknum dosen itu melakukan perbuatannya dengan memanfaatkan pertemuan dengan mahasiswi dalam proses bimbingan skripsi.
"Jadi, adanya kasus ini, kami masih meminta korban (mahasiswi) agar mau melaporkan ke polisi. Ini yang lagi kami dorong," Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unram Joko Jumadi di Mataram, Jumat.
Joko menyampaikan hal itu setelah adanya keputusan Unram yang memberikan sanksi tegas kepada AW berupa pemberhentian sebagai tenaga pendidik.
Sanksi tersebut merujuk pada hasil investigasi Satgas PPKS Unram yang menemukan bukti perbuatan cabul dosen tersebut terhadap tiga orang mahasiswi.
Sanksi pemecatan itu masuk kategori berat dengan merujuk pada ketentuan Pasal 14 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"Jadi, sanksi yang kami terapkan ini masih secara administratif karena yang bersangkutan berstatus tenaga pendidik di Unram," ujarnya.
Meskipun demikian, Joko yang juga tenaga pendidik di Fakultas Hukum Unram melihat bukti perbuatan pidana dalam kasus ini sudah cukup kuat sehingga berpeluang untuk berproses secara hukum.
"Kami dari satgas maunya proses ini tidak hanya administrasi akademik, ada juga proses hukum. Tetapi, itu semuanya kembali kepada korban yang memegang keputusan, kuncinya di situ," ucap dia.
Satgas PPKS Unram menangani kasus ini berdasarkan laporan mahasiswi yang menjadi korban dengan jumlah tiga orang. Laporan itu diterima pada 30 Mei 2024.
Dari laporan itu, Satgas PPKS Unram melakukan investigasi dengan melakukan serangkaian pemeriksaan dan pemulihan psikologis korban.
Hasil investigasi mengungkap bahwa korban yang mendapat perlakuan tidak senonoh dari oknum dosen tersebut tercatat ada yang terjadi pada tahun 2010.
Oknum dosen itu melakukan perbuatannya dengan memanfaatkan pertemuan dengan mahasiswi dalam proses bimbingan skripsi.