Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah meminta masyarakat berhenti membuang sampah ke sungai karena menyebabkan pendangkalan dan aliran air tidak lancar sehingga berimbas pada meningkatnya risiko banjir.
“Masyarakat saya minta jangan membuang sampah ke sungai. Saat pengerukan kita lihat banyak sekali sampah yang diambil dari dasar sungai yang menyebabkan pendangkalan,” ujar Halikinnor di Sampit, Senin.
Hal ini ia sampaikan usai memantau kegiatan pengerukan Sungai Mentawa di Jalan Kopi Selatan, Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, didampingi Sekda Kotim Fajrurrahman, Camat Mentawa Baru Ketapang Irpansyah dan sejumlah pejabat terkait.
Dalam kegiatan itu ia menyoroti tumpukan sampah yang dikeruk dari dasar sungai. Hal ini menjadi bukti bahwa kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah membawa dampak buruk terhadap lingkungan.
Sampah-sampah yang mengendap ke dasar sungai menyebabkan pendangkalan, sehingga aliran air tidak optimal. Ketika hujan lebat dengan durasi lama disertai air pasang, maka lingkungan sekitar rawan terendam banjir. Sedangkan, aliran sungai yang tidak optimal menyebabkan banjir surut lebih lama dan pada akhirnya masyarakat pula yang terdampak.
Oleh sebab itu, ia menegaskan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, terutama sungai. Dimulai dengan tidak membuang sampah ke sungai, tidak boleh hanya mengandalkan pengerukan yang dilakukan pemda. Karena selain membutuhkan anggaran besar, jumlah sungai yang perlu dinormalisasi juga banyak.
“Contohnya Sungai Mentawa ini yang lebarnya hampir 10 meter tapi dangkal sehingga alirannya tidak lancar. Harapan kami dengan dinormalisasi alirannya lebih lancar, supaya kalau terjadi banjir bisa lebih cepat surut,” ucapnya.
Halikinnor juga meminta, bagi warga dengan rumah yang menjorok ke sungai agar segera membongkar sendiri bangunannya.
Baca juga: Disambut antusias, sudah 905 anak di Kotim mendaftar khitanan massal
Selain melanggar aturan pemanfaatan sempadan sungai, keberadaan bangunan itu menghambat ekskavator amfibi dalam kegiatan normalisasi dan tiang-tiang bangunan juga berpotensi membuat benda-benda yang mengalir di sungai tersangkut dan menumpuk, sehingga menyebabkan pendangkalan.
Disamping itu, ia juga bercita-cita setelah sungai-sungai di dalam kota selesai dinormalisasi dan menjadi bersih dan asri nantinya bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata. Misalnya, wisata susur sungai menggunakan perahu kecil atau diadakan lomba perahu motor atau ces.
“Dengan begitu, kami berharap bisa menggugah kepedulian masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan dan sungai,” demikian Halikinnor.
Sementara itu, Kepala Bidang Bina Konstruksi dari Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, Bina Konstruksi, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (SDABMBKPRKP) Kotim Rony Ilmiawan menyampaikan sejauh ini ada dua sungai di dalam kota yang sudah dinormalisasi, yakni Sungai Baamang dan Sungai Pamuatan.
Selain itu, ada dua sungai yang masih proses normalisasi, yaitu Sungai Mentawa dan Sungai Telaga Baru. Namun dalam kegiatan ini pihaknya dihadapkan kendala dari banyaknya rumah warga yang menjorok ke sungai.
“Hari ini kami mulai normalisasi Sungai Mentawa yang total panjangnya kurang lebih enam kilometer. Tapi kami mulai dari tengah, karena di muara masih ada bangunan warga yang menjorok ke sungai,” ujarnya.
Rony menyebutkan, dalam giat normalisasi sungai pihaknya hanya bertugas sebagai eksekutor lapangan, sedangkan jika ada kendala yang melibatkan bangunan warga perlu dilakukan sosialisasi oleh camat atau lurah setempat. Karena jika bagian muara tidak dibersihkan maka aliran sungai tetap tidak optimal.
Baca juga: Guru mengaji di Kotim bersyukur dapat perhatian pemerintah daerah
Baca juga: Bupati Kotim minta Pantarlih harus banyak bersabar saat bertugas
Baca juga: Bupati Kotim: Jalan Perum Betang Raya ditingkatkan tahun ini