Sampit (ANTARA) -
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mengoptimalkan penanggulangan tuberkulosis (TB) dengan melakukan pola baru yakni tracing (penelusuran).
 
“Langkah ini upaya kita untuk mengoptimalkan penanggulangan TB. Begitu menemukan atau kontak dengan penderita, akan kami lakukan tracing dan pengobatan semaksimal mungkin,” kata Kepala Dinkes Kotim Umar Kaderi di Sampit, Rabu. 
 
Hal ini ia sampaikan dalam rapat koordinasi eliminasi tuberkulosis dan pekan imunisasi nasional (PIN) polio Kabupaten Kotawaringin Timur 2024. Acara tersebut diikuti seluruh camat, puskesmas dan tenaga kesehatan di Kotim. 
 
Tracing adalah proses mengidentifikasi siapa saja orang-orang yang telah berkontak dengan pasien positif suatu penyakit. Ini dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus. 
 
Penerapan metode tracing dalam penanganan TB ini terinspirasi dari penanganan COVID-19 beberapa waktu lalu. Metode ini dinilai cukup efektif untuk memutus rantai penyebaran virus COVID-19 kala itu.
 
Umar menjelaskan, penyakit TB merupakan penyakit menahun yang menjadi momok di Kotim maupun Indonesia pada umumnya. 
 
Penyakit ini cukup sulit ditanggulangi sebagaimana penyakit yang disebabkan virus lainnya. Padahal, penyakit ini sudah diketahui disebabkan oleh bakteri virus, sudah ada obatnya dan cara diagnosa juga sudah jelas. 
 
Berbanding terbalik dengan COVID-19 yang mulai merebak pada akhir 2019 dengan penularan begitu cepat, sarana prasarana dan obat-obatan belum memadai, serta stigma masyarakat yang mengganggu mental penderita, namun pada akhirnya bisa ditanggulangi.
 
Maka dari itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan pola lain dalam penanggulangan TB. 
 
"Ke depan, begitu menemukan kasus TB maka kami melakukan tracing terhadap keluarga, tetangga maupun kawan yang kontak dengan penderita. Agar kalau ditemukan ada yang terpapar bisa langsung diobati,” terangnya. 
 
Kemudian, Kemenkes dan Kemendagri melakukan monitoring mingguan untuk memastikan komitmen dan peran aktif pemerintah daerah, dalam upaya penanggulangan TB di daerah dengan tujuan melakukan optimalisasi serta percepatan penanggulangan TB serentak di Indonesia. 
 
Hal ini juga untuk mendorong capaian lima indikator utama, yaitu penemuan kasus, inisiasi pengobatan (enrollment), investigasi kontak, penerapan SPM kesehatan untuk TB dan kebijakan TB di daerah.
 
Sementara itu, capaian Kotim pada semester I tahun 2024 sebagai berikut, penemuan kasus 43 persen, inisiasi pengobatan atau penderita baru yang diobati 78,4 persen, investigasi kontak 36 persen dan penerapan SPM untuk penanggulangan TB 47 persen.

Baca juga: Perusahaan siap ganti rugi lahan warga Kotim yang digunakan untuk jalan
 
Selanjutnya, terkait kebijakan TB di Kotim dalam bentuk peraturan kepala daerah dan rencana aksi daerah saat ini sedang dipersiapkan tim Dinkes, sedangkan tim percepatan penanggulangan TB dalam tahap finalisasi.
 
Dalam kesempatan itu, Umar juga menyampaikan kendala yang dihadapi pihaknya dalam penanggulangan TB. Mulai dari kurangnya kesadaran masyarakat untuk cek atau skrining kesehatan termasuk TB, adanya stigma atau diskriminasi terhadap penderita TB, rendahnya higiene sanitasi rumah penderita TB
 
Meningkatnya penderita penyakit HIV/Aids, diabetes melitus dan masalah gizi pada anak yang sangat berpotensi terhadap penularan TB. 
 
“Selain itu, pengobatan TB ini memang cukup panjang kurang lebih 6 bulan. Jadi mungkin penderita bosan minum obat atau yang bersangkutan ada alergi dengan obat itu juga menjadi kendala dalam pemberantasan TB,” lanjutnya. 
 
Di sisi lain, Dinkes sudah sering melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, melalui penyuluhan dan sebagainya. Namun, penanggulangan TB terbukti tidak mudah. 
 
Dengan adanya pola baru dalam penanggulangan TB, ia berharap hasilnya bisa lebih optimal. Dari kasus TB Kotim yang berada di angka 204 kasus diharapkan bisa turun, minimal tidak bertambah. 
 
“Kami lakukan pengobatan semaksimal mungkin, sehingga harapan kita bahwa penyakit TB bisa benar-benar turun di Kotim, paling tidak menambah dari angka yang ada saat ini,” demikian Umar. 
 
Bupati Halikinnor diwakili Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia Sekretariat Daerah Kotim Rusmiati menyampaikan, Indonesia menjadi negara dengan penderita TB nomor 2 terbesar di dunia, setelah India dan disusul dengan Cina. hal ini harus menjadi perhatian serius. 
 
“Ini menjadi tugas kita bersama untuk menanggulanginya. Kita mempunyai tanggung jawab agar tidak ada stigma atau diskriminasi terhadap penderita TB, yang menjadi salah satu kendala selama ini,” pesannya. 
 
Ia juga menginstruksikan kepada semua kepala perangkat daerah untuk berpartisipasi dalam skrining TB. Pelaksanaannya bisa bekerja sama dengan Dinkes atau langsung dengan puskesmas.
 
“Camat, kepala puskesmas, dan lurah atau kepala desa agar bekerja sama untuk melakukan penanggulangan TB berbasis masyarakat dan melaporkan progresnya setiap 2 minggu, mengingat adanya monitoring dari kementerian,” demikian Rusmiati. 
 
Ia pun menegaskan tanggung jawab dalam penanggulangan TB bukan hanya satu atau dua instansi tapi perlu kerja sama semua pemangku kepentingan.

Baca juga: PT Sukajadi Sawit Mekar raih Zero Accident Award 2024

Baca juga: Namanya disebut masuk bursa di Gerindra, begini tanggapan Halikinnor

Baca juga: Pensiun dini, Siyono mantap maju sebagai bacalon wabup Kotim

Pewarta : Devita Maulina
Editor : Muhammad Arif Hidayat
Copyright © ANTARA 2024