Sampit (ANTARA) - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Dr. Marthinus Hukom menyebut pembentukan Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah sangat diperlukan mengingat kondisi dan tingginya kasus di wilayah tersebut.
“Pembentukan BNNK di Kotim sangat perlu, karena narkoba menyasar daerah-daerah yang mempunyai potensi. Dari laporan Ketua Badan Narkotika Kabupaten (BNK) juga disampaikan angka kasus narkoba di sini sudah mencapai 100 lebih selama 2024,” kata Marthinus di Sampit, Kamis.
Hal tersebut ia sampaikan usai talk show Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di rumah jabatan Bupati Kotim, sebagai rangkaian kegiatan dalam kunjungannya ke Bumi Habaring Hurung.
Turut hadir dalam acara tersebut, Bupati dan Wakil Bupati Kotim, Ketua DPRD Kotim, Kapolres Kotim, Dandim 1015/Sampit, Kepala BNN Provinsi Kalimantan Tengah, Kepala Badan Kesbangpol Kalteng bersama sejumlah pejabat Provinsi Kalimantan tengah, Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kotim, tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.
Marthinus menjelaskan, Kotim merupakan daerah yang memiliki potensi cukup tinggi sebagai sasaran peredaran gelap narkoba. Sebab, kondisi perekonomian di kabupaten tersebut cukup pesan, merupakan daerah transit dan bisa diakses melalui jalur darat, laut maupun udara.
Apabila upaya P4GN tidak dilaksanakan sejak dini, maka sangat mungkin angka kasus narkoba di wilayah tersebut akan terus meningkat. Karena pertumbuhan ekonomi biasanya berbanding lurus dengan penyebaran dan perluasan bisnis gelap narkoba.
Bahkan salah satu organisasi masyarakat peduli di Kotim mengaku pernah diancam saat hendak melaporkan kasus narkoba dan dicurigai ada orang berpengaruh di balik pengancaman tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak narkoba di Kotim tidak bisa dianggap sepele.
“Makanya keputusan Bupati Kotim dan jajaran tentang pemanfaat hukum adat hingga upaya mewujudkan pembentukan BNNK adalah keputusan yang sangat progresif dan antisipatif. Kita harus mendukung semua upaya yang dilakukan dalam perlawanan terhadap narkotika,” tuturnya.
Atas dasar itu pula, BNN memasukkan Kotim sebagai salah satu dari sembilan kabupaten di Indonesia yang diprioritaskan untuk pembentukan BNNK. Sembilan kabupaten yang diusulkan itu antara lain, Kabupaten Kotawaringin Timur, Sambas, Pohuwato, Morowali Utara, Konawe, Banyuwangi, Kutai Timur, Buru dan Sidenreng Rappang.
Meskipun, saat ini pembentukan BNNK masih dimoratorium oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), namun BNN terus berupaya membujuk melalui Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas agar memberikan kelonggaran terkait moratorium tersebut.
Baca juga: Disdik Kotim sebut keaktifan di PMM berimbas pada TPP
“Kami sudah berkoordinasi dengan Pak Anas dan beliau sudah membuka kesempatan, beberapa kabupaten sudah masuk radar beliau. Kami sudah menyampaikan beberapa kabupaten, termasuk Kotim, mudah-mudahan kita sudah bisa mewujudkannya tahun ini,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala BNK sekaligus Wakil Bupati Kotim Irawati menyampaikan peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu permasalahan nasional yang dipandang serius oleh Pemerintah.
“Permasalahan ini dapat mengakibatkan berbagai kerugian, yang tidak hanya kerugian ekonomi dan sosial, namun juga menyebabkan korban meninggal yang cukup banyak setiap tahunnya,” ucapnya.
Kotim merupakan salah satu daerah rawan penyalahgunaan narkoba, karena wilayah Kotim memiliki pelabuhan dan bandar udara serta termasuk daerah perkebunan dan pertambangan.
Sebagai daerah perkebunan, tambang dan industri, Kotim mempunyai akses yang sangat terbuka terhadap potensi keluar masuknya pendatang , khususnya untuk melakukan kegiatan ekonomi atau perdagangan yang dapat ditempuh melalui jalur darat, laut dan udara.
Jumlah kasus dan tersangka penyalahguna narkoba setiap tahunnya mengalami peningkatan, terlihat pada 2023 terjadi kenaikan yang cukup signifikan dengan rincian 188 kasus dan 204 tersangka. Sedangkan, pada 2024 periode bulan Januari-Juli jumlah kasus dan tersangka sudah menyentuh angka 107 kasus , 117 orang tersangka.
Pemkab Kotim sudah melakukan berbagai upaya untuk memberantas peredaran gelap narkoba, baik itu membuat kebijakan berupa peraturan daerah, pencanangan desa/kelurahan, perusahaan dan sekolah bersih narkoba (Bersinar), hingga yang saat ini masih diupayakan adalah pembentukan BNNK Kotim.
“Saya sebagai Ketua BNK Kotim dari Tahun 2022 – 2024 sudah berjuang dan berulang kali melakukan audiensi ke BNN RI dan Kemenpan RB agar moratorium pembentukan instansi vertikal BNN dapat dicabut sehingga pendirian BNK Kotim tidak terhalang oleh moratorium
tersebut,” lanjutnya.
Kendati saat ini moratorium pembentukan BNNK belum dicabut secara resmi, namun dengan adanya kunjungan dari BNN ke Kotim, diharapkan memberikan angin segar untuk segera terwujudnya BNNK Kotim yang telah lama dicita-citakan.
Baca juga: Kepala BNN salut komitmen Pemkab Kotim perangi narkoba
Baca juga: Bupati Kotim serahkan bantuan Rp130 juta untuk pembangunan Masjid Al Hijrah
Baca juga: Bupati pastikan kesiapan bakal kantor BNNK Kotim
“Pembentukan BNNK di Kotim sangat perlu, karena narkoba menyasar daerah-daerah yang mempunyai potensi. Dari laporan Ketua Badan Narkotika Kabupaten (BNK) juga disampaikan angka kasus narkoba di sini sudah mencapai 100 lebih selama 2024,” kata Marthinus di Sampit, Kamis.
Hal tersebut ia sampaikan usai talk show Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) di rumah jabatan Bupati Kotim, sebagai rangkaian kegiatan dalam kunjungannya ke Bumi Habaring Hurung.
Turut hadir dalam acara tersebut, Bupati dan Wakil Bupati Kotim, Ketua DPRD Kotim, Kapolres Kotim, Dandim 1015/Sampit, Kepala BNN Provinsi Kalimantan Tengah, Kepala Badan Kesbangpol Kalteng bersama sejumlah pejabat Provinsi Kalimantan tengah, Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kotim, tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.
Marthinus menjelaskan, Kotim merupakan daerah yang memiliki potensi cukup tinggi sebagai sasaran peredaran gelap narkoba. Sebab, kondisi perekonomian di kabupaten tersebut cukup pesan, merupakan daerah transit dan bisa diakses melalui jalur darat, laut maupun udara.
Apabila upaya P4GN tidak dilaksanakan sejak dini, maka sangat mungkin angka kasus narkoba di wilayah tersebut akan terus meningkat. Karena pertumbuhan ekonomi biasanya berbanding lurus dengan penyebaran dan perluasan bisnis gelap narkoba.
Bahkan salah satu organisasi masyarakat peduli di Kotim mengaku pernah diancam saat hendak melaporkan kasus narkoba dan dicurigai ada orang berpengaruh di balik pengancaman tersebut. Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak narkoba di Kotim tidak bisa dianggap sepele.
“Makanya keputusan Bupati Kotim dan jajaran tentang pemanfaat hukum adat hingga upaya mewujudkan pembentukan BNNK adalah keputusan yang sangat progresif dan antisipatif. Kita harus mendukung semua upaya yang dilakukan dalam perlawanan terhadap narkotika,” tuturnya.
Atas dasar itu pula, BNN memasukkan Kotim sebagai salah satu dari sembilan kabupaten di Indonesia yang diprioritaskan untuk pembentukan BNNK. Sembilan kabupaten yang diusulkan itu antara lain, Kabupaten Kotawaringin Timur, Sambas, Pohuwato, Morowali Utara, Konawe, Banyuwangi, Kutai Timur, Buru dan Sidenreng Rappang.
Meskipun, saat ini pembentukan BNNK masih dimoratorium oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), namun BNN terus berupaya membujuk melalui Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas agar memberikan kelonggaran terkait moratorium tersebut.
Baca juga: Disdik Kotim sebut keaktifan di PMM berimbas pada TPP
“Kami sudah berkoordinasi dengan Pak Anas dan beliau sudah membuka kesempatan, beberapa kabupaten sudah masuk radar beliau. Kami sudah menyampaikan beberapa kabupaten, termasuk Kotim, mudah-mudahan kita sudah bisa mewujudkannya tahun ini,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala BNK sekaligus Wakil Bupati Kotim Irawati menyampaikan peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu permasalahan nasional yang dipandang serius oleh Pemerintah.
“Permasalahan ini dapat mengakibatkan berbagai kerugian, yang tidak hanya kerugian ekonomi dan sosial, namun juga menyebabkan korban meninggal yang cukup banyak setiap tahunnya,” ucapnya.
Kotim merupakan salah satu daerah rawan penyalahgunaan narkoba, karena wilayah Kotim memiliki pelabuhan dan bandar udara serta termasuk daerah perkebunan dan pertambangan.
Sebagai daerah perkebunan, tambang dan industri, Kotim mempunyai akses yang sangat terbuka terhadap potensi keluar masuknya pendatang , khususnya untuk melakukan kegiatan ekonomi atau perdagangan yang dapat ditempuh melalui jalur darat, laut dan udara.
Jumlah kasus dan tersangka penyalahguna narkoba setiap tahunnya mengalami peningkatan, terlihat pada 2023 terjadi kenaikan yang cukup signifikan dengan rincian 188 kasus dan 204 tersangka. Sedangkan, pada 2024 periode bulan Januari-Juli jumlah kasus dan tersangka sudah menyentuh angka 107 kasus , 117 orang tersangka.
Pemkab Kotim sudah melakukan berbagai upaya untuk memberantas peredaran gelap narkoba, baik itu membuat kebijakan berupa peraturan daerah, pencanangan desa/kelurahan, perusahaan dan sekolah bersih narkoba (Bersinar), hingga yang saat ini masih diupayakan adalah pembentukan BNNK Kotim.
“Saya sebagai Ketua BNK Kotim dari Tahun 2022 – 2024 sudah berjuang dan berulang kali melakukan audiensi ke BNN RI dan Kemenpan RB agar moratorium pembentukan instansi vertikal BNN dapat dicabut sehingga pendirian BNK Kotim tidak terhalang oleh moratorium
tersebut,” lanjutnya.
Kendati saat ini moratorium pembentukan BNNK belum dicabut secara resmi, namun dengan adanya kunjungan dari BNN ke Kotim, diharapkan memberikan angin segar untuk segera terwujudnya BNNK Kotim yang telah lama dicita-citakan.
Baca juga: Kepala BNN salut komitmen Pemkab Kotim perangi narkoba
Baca juga: Bupati Kotim serahkan bantuan Rp130 juta untuk pembangunan Masjid Al Hijrah
Baca juga: Bupati pastikan kesiapan bakal kantor BNNK Kotim