Ankara (ANTARA) - Pemerintah Prancis menetapkan sistem kesehatannya dalam tingkat kewaspadaan maksimum terkait kasus cacar monyet (mpox), kata Perdana Menteri Gabriel Attal pada Jumat (16/8).
Ia menyebutkan bahwa belakangan ini muncul varian baru dan peningkatan peredaran virus di Afrika sehingga WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan ECDC (Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa) menaikkan tingkat kewaspadaan.
"Sebagai hasil dari pertemuan ini, kami menempatkan sistem kesehatan kita pada tingkat kewaspadaan maksimum," tulis Attal di X.
Di media yang sama, Attal mengatakan dirinya telah mengadakan pertemuan dengan Menteri Kesehatan Catherine Vautrin serta menteri delegasi untuk kesehatan dan pencegahan, Frederic Valletoux.
Attal mengingat Prancis telah berjuang melawan epidemi cacar monyet pada 2022 dengan melakukan "pengawasan, diagnosa cepat, dan vaksinasi."
Sang perdana menteri menyebutkan bahwa ada 107 kasus cacar monyet yang terdeteksi di Prancis sejak awal tahun ini.
“Sesuai dengan nilai-nilai solidaritas internasional dan prioritas sanitasi untuk membendung wabah epidemi di Afrika, kami memutuskan mengikuti permintaan presiden, untuk menyumbangkan vaksin ke negara-negara yang paling terdampak,” ujarnya.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (CDC Afrika) pada Selasa (13/8) menyatakan wabah cacar monyet sebagai “Darurat Kesehatan Masyarakat di Kawasan.”
Keesokannya, WHO menyatakan situasi cacar monyet sebagai "darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional".
Sejak awal 2024, lebih dari selusin negara Afrika telah melaporkan penyakit ini, yang ditularkan melalui kontak erat. Republik Demokratik Kongo melaporkan lebih dari 90 persen dari kasus yang ada.
Menurut WHO, cacar monyet menyebabkan ruam dan gejala mirip flu.
Seseorang yang terinfeksi cacar monyet akan mengalami gejala dalam waktu dua hingga 19 hari setelah terpapar, menurut ahli kesehatan.
Sumber: Anadolu
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Ia menyebutkan bahwa belakangan ini muncul varian baru dan peningkatan peredaran virus di Afrika sehingga WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan ECDC (Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa) menaikkan tingkat kewaspadaan.
"Sebagai hasil dari pertemuan ini, kami menempatkan sistem kesehatan kita pada tingkat kewaspadaan maksimum," tulis Attal di X.
Di media yang sama, Attal mengatakan dirinya telah mengadakan pertemuan dengan Menteri Kesehatan Catherine Vautrin serta menteri delegasi untuk kesehatan dan pencegahan, Frederic Valletoux.
Attal mengingat Prancis telah berjuang melawan epidemi cacar monyet pada 2022 dengan melakukan "pengawasan, diagnosa cepat, dan vaksinasi."
Sang perdana menteri menyebutkan bahwa ada 107 kasus cacar monyet yang terdeteksi di Prancis sejak awal tahun ini.
“Sesuai dengan nilai-nilai solidaritas internasional dan prioritas sanitasi untuk membendung wabah epidemi di Afrika, kami memutuskan mengikuti permintaan presiden, untuk menyumbangkan vaksin ke negara-negara yang paling terdampak,” ujarnya.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (CDC Afrika) pada Selasa (13/8) menyatakan wabah cacar monyet sebagai “Darurat Kesehatan Masyarakat di Kawasan.”
Keesokannya, WHO menyatakan situasi cacar monyet sebagai "darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional".
Sejak awal 2024, lebih dari selusin negara Afrika telah melaporkan penyakit ini, yang ditularkan melalui kontak erat. Republik Demokratik Kongo melaporkan lebih dari 90 persen dari kasus yang ada.
Menurut WHO, cacar monyet menyebabkan ruam dan gejala mirip flu.
Seseorang yang terinfeksi cacar monyet akan mengalami gejala dalam waktu dua hingga 19 hari setelah terpapar, menurut ahli kesehatan.
Sumber: Anadolu
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan